LAPORAN PTK: KONTRIBUSI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN “CARD SORT” BERBASIS PENDEKATAN CTL TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN PKN PADA SISWA KELAS VII-C SMPN 1 CADASARI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 
Motivasi dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PKn pada siswa kelas VIIC masih rendah, hal ini terlihat dari data rata-rata nilai raport dan prosentase kelulusan ujian blok pada semester 1. Kenyataan di atas menuntut guru harus dapat menggali berbagai upaya guna peningkatan hasil belajar siswa. Dengan demikian peranan guru sangat penting dalam meningkatkan hasil siswa. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran PKn perlu adanya strategi, pendekatan dan sarana pembelajaran yang diminat siswa. Strategi, pendekatan dan sarana pembelajaran ini bermacam-macam model dan bentuknya, mulai dari yang sederhana hingga yang sukar/rumit untuk dilaksanakan.

Pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan salah pendekatan pembelajaran yang diyakini dapat meningkatan motivasi dan hasil belajar siswa. Pendekatan ini berasumsi bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru harus mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam ke¬hidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. De¬ngan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. (Depdiknas, 2003:1)


Melalui penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa man¬faatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa diharapkan sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pem¬bimbing.

Penerapan pendekatan kontekstual dalam kegiatan belajar mengajar menuntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan kontekstual adalah model Card Sort. Model pembelajaran Card Sort merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Mel Sibermen (2002:149). Model ini dilakukan dengan cara: a) memberikan kartu indeks kepada masing-masing peserta didik (kartu tersebut dapat berisi pertanyaan atau jawaban); b) Meminta peserta didik memilih kartu sesuai dengan katagori atau pertanyaan; c) Peserta didik yang telah selesai memilih kartu diberi kesempatan menyajikan sendiri (mempresentasikan) kepada yang lain.

Penerapan model pembelajaran Card Sort dengan pendekatan Contektual Teaching and Learning (CTL) dianggap cocok dengan tingkat perkembangan siswa SMP. Hal ini karena model pembelajaran Card Sort selain mengandung unsur pembelajaran juga mengandung unsur permainan yang disukai siswa. Dengan demikian penerapan model pembelajaran Card Sort dalam pembelajaran PKn diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam penguasaan konsep atau materi pembelajaran khususnya, bahkan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya.

B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi masalah dan dengan mempertimbangkan waktu, tenaga dan biaya yang tersedia, penelitian tindakan kelas ini hanya membatasi pada masalah kontribusi penerapan model pembelajaran Card Sort berbasis pendekatan CTL pada siswa kelas VIIC dan kontribusinya terhadap peningkatan hasil belajar siswa dalam Pelajaran PKn, khususnya dalam bahan ajar atau materi Hak Asasi Manusia.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah penelitian tindakan kelas ini adalah “Bagaimana proses penerapan model pembelajaran Card Sort berbasis pendekatan CTL pada siswa kelas VIIC dan kontribusinya terhadap peningkatan hasil belajar siswa dalam Pelajaran PKn?”



D. Tujuan
Tujuan kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah: (1) untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Card Sort berbasis pendekatan Contectual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran PKn; (2) untuk dapat mengetahui kontribusi penerapan model pembelajaran Card Sort berbasis pendekatan Contectual Teaching and Learning (CTL) terhadap peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari kegiatan penelitian ini adalah: (1) sebagai bahan pertimbangan atau masukan penulis dalam penyusunan strategi pembelajaran PKn selanjutnya; (2) diharapkan dapat dijadikan masukan bagi instansi pemerintah, cq Dinas Pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan; dan (3) semoga dapat memberikan sumbang saran yang positif bagi para guru-guru PKn di lapangan.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian CTL
CTL atau Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam ke¬hidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. De¬ngan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa man¬faatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pem¬bimbing.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari `menemukan sendiri', bukan dari `apa kata guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontektual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dalam buku ringkas ini dibahas persoalan yang berkenaan dengan pendekatan kon¬tekstual dan implikasi penerapannya.

B. Alasan Pentingnya Penggunaan CTL dalam Pembelajaran
Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber uta¬ma pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar `baru' yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi be¬lajar yang tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruk¬sikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

Melalui landasan filosofi konstruktivisme, CTL `dipromosi¬kan' menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkan belajar melalui `mengalami', bukan `menghapal'.
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai proses mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Di bawah dikemukakan beberapa ciri pembelajaran kontekstual, yakni:

1. Proses Belajar
a) Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus meng¬konstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
b) Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-¬pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
c) Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).
d) Pengetahuan tidak da¬pat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan ke¬terampilan yang dapat di¬terapkan.
e) Manusia rnempunyai ting¬katan yang berbeda dalan menyikapi situasi baru.
f) Siswa perlu dibiasakan meme-cahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
g) Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seining dengan perkem¬bangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipamahi, strategi belajar yang salah dan terus-menerus dipajankan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara seseorang berperilaku.
h) Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masaiah dalam kehidupannya.
2. Transfer Belajar
a) Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari `pemberian orang lain'
b) Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit-demi sedikit..
c) Penting bagi siswa tahu `untuk apa' la belajar, dan `bagai¬mana' ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
d) Tugas guru: mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dan baru, dan memfasilitasi belajar.

3. Siswa sebagai Pembelajar
a) Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecen¬derungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
b) Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mem¬pelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
c) Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara `yang baru' dan yang sudah diketahui.
d) Tugas guru memfasilitasi: agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadar¬kan siswa untuk menerapkan stra¬tegi mereka sen¬diri. Siswa belajar dari menemukan sendiri. Lupakan tradisi: "Guru akting di pangung, siswa menonton". Ubah menjadi, "Siswa aktif bekerja dan belajar di panggung, guru mengarahkan dari dekat."
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
a) Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang ber¬pusat pada siswa. 
Dari "guru akting di depan kelas, siswa menonton" ke "siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan".
b) Pengajaran harus berpusat pada `bagaimana cara' siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
c) Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar.
d) Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja ke¬lompok itu penting.

C. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning) masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh kom¬ponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan, untuk melaksana¬kan hal itu tidak sulit! CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.

Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya adalah berikut ini.
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih ber¬makna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkostruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru¬nya!
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik!
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya!
4. Ciptakan `masyarakat belajar' (belajar dalam kelompok-¬kelompok)!
5. Hadirkan `model' sebagai contoh pembelajaran!
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan!
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara!

Berikut penulis uraikan tujuha kompenen pembelajaran CTL atau pemebalajaran kontekstual 

1. Konstruktivisme ( Constructlvlsme)
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya didtperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta¬fakta, konsep, atau kaidah yang slap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemu¬kan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide¬ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, in¬formasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses `mengkonstruksi' bukan `menerima' pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, `strategi mem¬peroleh' lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan:

(1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, 
(2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan 
(3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang sema¬kin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru.

Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-ma¬sing berisi informasi bermakna yang berbeda¬beda. Pengalaman sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing¬masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur pengetahuan) dalam otak manusia tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya pengalaman baru.

Lalu, bagaimanakah penerapannya di kelas? Bagaimanakah cara mere alisasikannya pada kelas-kelas di sekoilah kilta. Pada umumnya kita juga sudah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu ketika kita merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide, dan sebagainya.Mari kita kembangkan cara-cara tersebut lebih banyak dan lebih banyak lagi!

Siklus inkuiri: Observasi (Observation), Bertanya (Questioning), Mengajukan dugaan (Hiphotesis), Pengumpulan data (Data gathering), Penyimpulan (Conclussion).

2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembela¬jaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Topik mengenai adanya dua jenis binatang rnelata, sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan `menurut buku'.
Adapun siklus inkuiri adalah sebagai berikut:
1. Observasi (Observation) 
2. Bertanya (Questioning)
3. Mengajukan dugaan (Hiphotesis)
4. Pengumpulan data (Data gathering)
5. Penyimpulan (Conclussion)

Apakah hanya pada pelajaran IPA inkuiri itu bias diterapkan? Jawabannya, tentu "Tidak!". Inkuiri dapat ditev-upkan pada semua bidang studi: bahasa Indonesia (menemukan cara menulis paragraph deskripsi yang indah); IPS (membuat sendiri bagan silsilah raja-raja Majapahit); PPKN (menemukan perilaku baik dan perilaku buruk sebagai warga Negara). Kata kunci dari strategi inkuiri adalah siswa menemukan sendiri.

Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri):
(1) Merumuskah masalah (dalam matapelajaran apapun) 
 Bagaimanakah silsilah raja-raja Majapahit? (sejarah) 
 Bagaimanakah cara melukiskan suasana menikmati ikan bakar di tepi pantai Kendari? (bahasa Indonesia)?
 Ada berapa jenis tumbuhan menurut bentuk bijinya? (biologi)
 Kota mana saja yang termasuk kota besar di Indonesia? (geografi)
(2) Mengamati atau melakukan observasi
 Membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung.
 Mengamati clan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek yang diamati
(3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, clan karya lainnya
 Siswa membuat peta kota-kota besar sendiri
 Siswa membuat paragraf deskripsi sendiri.
 Siswa membuat bagan silsilah raja-raja Majapahit sendiri
 Siswa membuat penggolongan tumbuh-tumbuhan sendiri.
 Siswa membuat essai atau usulan kepada Pemerintah tentang berbagai masalah di daerahnya sendiri. Dst.
(4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain 
a) Karya siswa disampaikan teman sekelas atau kepada orang banyak untuk mendapatkan masukan 
b) Bertanya jawab dengan teman
c) Memunculkan ide-ide baru
d) Melakukan refleksi
e) Menempelkan gambar, karya tulis, peta, dan sejenisnya di dinding kelas, dinding sekolah, majalah dinding, majalah sekolah, dsb.

3. Bertanya ( Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari `bertanya'. Sebelum tahu kota Palu, seseor ng bertanya "Mana arah ke kota Palu?" Questioning (bertanya) merupakaan strategi

Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dsb utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pem¬belajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksana¬kan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
(1) menggali informasi, balk administrasi maupun akademis
(2) mengecek pemahaman siswa
(3) membangkitkan respon kepada siswa
(4) mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa
(5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siwa
(6) menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
(7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. 

Bagaimanakah penerapannya di kelas? Hampir pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dsb. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dsb. Kegiatan-kegiatan itu akan me-numbuhkan dorongan untuk `bertanya'. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community) 
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembe¬lajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pinsil dengan peraut elektronik, ia ber¬tanya kepada temannya "Bagaimana caranya? Tolong bantuin, aku!" Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara meng¬operasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat-belajar (learning community).

Hasil belajar diperoleh dari `sharing' antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat-belajar.

Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pem¬belajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya hiterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelom¬pok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, balk keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang `ahli' ke kelas. Misalnya tukang sablon, petani jagung, peternak susu, teknisi komputer, tukang cat mobil, tukang reparasi kunci, dan sebagainya.

"Masyarakat-belajar" bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. "Seorang guru yang menga)ari siswanya" bukan contoh masyarakat¬belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa bukan guru. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pem¬belajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.

Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, penga¬laman, atau ketrampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.

Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik "learning community" ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam
a) Pembentukan kelompok kecil 
b) Pembentukan kelompok besar
c) Mendatangkan `ahli' ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dsb.)
d) Bekerja dengan kelas sederajat
e) Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya 
f) Bekerja dengan masyarakat

5. Pemodelan (Modifikasi)
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan ter¬tentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggeris, dan se¬bagainya. Atau, guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang `bagaimana cara belajar'.

Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Misalnya, cara menemukan kata kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat dengan memanfaatkan gerak mata (scanning). Ketika guru mendemontrasikan cara membaca cepat tersebut, siswa mengamati guru membaca dan membolak-balik teks. Gerak mata guru dalam menelusuri bacaan menjadi perhatian utama siswa. Dengan begitu siswa tahu bagaimana gerak mata yang efektif dalam melakukan scanning. Kata kunci yang ditemukan guru disampaikan kepada siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran menemukan kata kunci secara cepat. Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan. Artinya, ada model yang bisa ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. Dalam kasus itu, guru menjadi model.

Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggeris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa `contoh' tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai `standar' kompetensi yang harus dicapainya.

Model juga dapat didatangkan dari luar. Seorang penutur asli ber-bahasa Inggeris sekali waktu dapat dihadirkan di kelas untuk men-jadi `model' cara berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara, dan sebagainya.

Bagaimanakah contoh praktek pemodelan di kelas?
a) Guru olah raga memberi contoh berenang gaya kupu-kupu di hadapan siswa
b) Guru PPKN mendatangkan seorang veteran kemerdekaan ke kelas, lalu siswa diminta bertanya jawab dengan tokoh itu
c) Guru geografi menunjukkan peta jadi yang dapat digunakan sebagai contoh siswa dalam merancang peta daerahnya
d) Guru biologi mendemonstrasikan penggunaan thermometer suhu badan
e) Guru bahasa Indonesia menunjukkan teks berita dari Harian Kompas, Jawa Pos, dsb. sebagai model pembuatan berita. • Guru kerajinan mendatangkan `model' tukang kayu ke kelas, lalu memintanya untuk bekerja dengan peralatannya, se¬mentara siswa menirunya.


6.Refleksi ( Reflectlon)
Refleksi juga bagian penting dalam pembela) aran dengan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung "Kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, ya! Mestinya, dengan cara yang baru saya pelajari ini, file komputer saya lebih tertata."

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengeta¬huan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit-demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.

Kunci dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

Pada akhir pembelajaran, guru me¬nyisakan waktu sejenak agar siswa me¬lakukan refleksi. Realisasinya berupa
a) pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu
b) catatan atau jurnal di buku siswa 
c) Kesan dan saran siswa mengenai pem¬belajaran hari itu
d) dlskusi
e) hasil karya.
Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran.

7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa menberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gam¬baran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru meng¬identifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang ke¬majuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti UN/UAS), tetapi dilakukan bersama dengan secara ter¬integrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.

Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembela¬jaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. 

Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar Bahasa Inggris bagi para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa menggunakan bahasa Inggris, bukan pada saat para siswa mengerjakan tes bahasa Inggris. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat siswa melakukan kegiatan berbahasa Inggris balk di dalam kelas maupun di luar kelas itulah yang disebut data autentik.

Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu hasil. Ketika guru mengajarkan sepak bola, siswa yang tendangannya paling bagus, dialah yang memperoleh nilai tinggi. Dalam pembelajaran bahasa asing (Bahasa Inggeris), siapa yang ucapannya cas-cis-cus, dialah yang nilainya tinggi, bukan hasil ulangan tentang grammarnya. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan ke¬trampilan (performansi) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain.

Karakteristik authentic assessment:
1. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran ber¬langsung
2. Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
3. Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan meng¬ingat fakta
4. Berkesinambungan 
5. Terintegrasi
6. Dapat digunakan sebagai feed back
Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa
(1) proyek/kegiatan dan laporannya
(2) PR
(3) Kuis
(4) Karya siswa
(5) Presentasi atau penampilan siswa
(6) Demonstrasi
(7) Laporan
(8) Jurna
(9) Hasil tes tulis 
(10) Karya tulis
Intinya, dengan authentic assessment, pertanyaan yang ingin dijawab adalah "Apakah anak-anak belajar?", bukan "apa yang sudah diketahui?" Jadi, siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara. 

D. Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap-demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipe¬lajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessment-nya.

Berbeda dengan program yang dikembangkan paham objek¬tivis, penekanan program yang berbasis kontekstual bukan pada rincian dan kejelasan tujuan, tetapi pada gambaran kegiatan tahap¬demi tahap dan media yang dipakai. Perumusan tujuan yang berkecil-kecil, bukan menjadi prioritas dalam penyusunan rencana pembelajaran berbasis CTL, mengingat yang akan dicapai bukan `hasil', tetapi lebih pada `strategi belajar'. Yang diinginkan bukan `banyak, tetapi dangkal', melainkan `sedikit, tetapi mendalam'.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar¬benar `rencana pribadi' tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Gambaran selama ini bahwa RPP adalah laporan untuk kepala sekolah atau pihak lain harus dibuang jauh-jauh. Namun, sebenarnya RPP-lah yang mengingatkan guru tentang benda apa yang harus dipersiapkan, alat apa yang harus dibawa, berapa banyak, ukuran berapa, dan langkah-langkah apa yang akan dikerjakan siswa. RPP-¬lah yang mengingatkan guru ketika akan berangkat ke sekolah, "Oh, aku lupa belum menggunting kertas karton menjadi empat bagian untuk dibagikan ke anak-anak nanti!"

Secara umum, tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pem¬belajaran kontekstual: Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran konteks¬tual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

E. Model Pembelajaran Card Sort
Model pembelajaran Card Sort merupakan salah satu model pembalajaran yang dikembangkan oleh Mel Siberman (2002) dalam buku Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran. Model ini dilakukan dengan cara: a) memberikan kartu indeks kepada masing-masing peserta didik (kartu tersebut dapat berisi pertanyaan atau jawaban); b) Meminta peserta didik memilih kartu sesuai dengan katagori atau pertanyaan; c) Peserta didik yang telah selesai memilih kartu diberi kesempatan menyajikan sendiri (mempresentasikan) kepada yang lain.

Penerapan pendekatan kontekstual dalam kegiatan belajar mengajar menuntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan kontekstual adalah model Card Sort. Model pembelajaran Card Sort merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Mel Sibermen (2002:149). Model ini dilakukan dengan cara: a) memberikan kartu indeks kepada masing-masing peserta didik (kartu tersebut dapat berisi pertanyaan atau jawaban); b) Meminta peserta didik memilih kartu sesuai dengan katagori atau pertanyaan; c) Peserta didik yang telah selesai memilih kartu diberi kesempatan menyajikan sendiri (mempresentasikan) kepada yang lain.

Penerapan model pembelajaran Card Sort dengan pendekatan Contektual Teaching and Learning (CTL) dianggap cocok dengan tingkat perkembangan siswa SMP. Hal ini karena model pembelajaran Card Sort selain mengandung unsur pembelajaran juga mengandung unsur permainan yang disukai siswa. Dengan demikian penerapan model pembelajaran Card Sort dalam pembelajaran PKn diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam penguasaan konsep atau materi pembelajaran khususnya, bahkan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya.

F. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas ada dua variabel penting yang akan di teliti dalam Penelitian Tindakan Kelas ini, yakni 1) variabel bebas (X) atau variabel yang mempengaruhi yakni penerapan model pembelajaran Card Sort berbasis pendekatan CTL; dan 2) variabel terikat (Y) atau variabel yang dipengaruhi, yakni peningkatan hasil belajar siswa dalam Pelajaran PKn.
Adapaun rumusan pertanyaan penelitian yang dijadikan acuan dalam pembahasan hasil penelitian adalah 
1. Bagaimana proses penerapan model pembelajaran Card Sort berbasis pendekatan CTL pada siswa kelas VIIC? 
2. Bagaimana kontribusi penerapan model pembelajaran Card Sort berbasis pendekatan CTL terhadap peningkatan hasil belajar siswa dalam Pelajaran PKn?

BAB III METODELOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian
1) Lokasi Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas
A. Karakteristik lokasi
a) Nama sekolah : SMPN 1 Cadasari
b) Alamat sekolah : Jl. Rego Km.04 Cadasari Pandeglang
c) Kelas : VIIC sebagai kelas model, dan kelas VIIA dab VIIB sebagai kelas pembanding 
d) Lingk. fisik sekolah : Pedesaan 

B. Karakteristik siswa
a) Latar belakang SOSEK orang tua : menengah ke bawah
b) Kemampuan : sedang
c) Motivasi belajar : rendah
d) Hasil Belajar : rendah 

2) Komponen yang terlibat dalam Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas mapel PKn ini adalah sebagai berikut:
a) Guru Mata Pelajaran PKn : Aina Mulyana,S.Pd
b) Mitra Kerja (Observer) : Aat Jumiat,S.Pd (Guru Pengetahuan Sosial)
c) Siswa kelas VIIC yang diberikan pembelajaran dengan model Card Sort berbasis CTL sebagai kelas model
d) Siswa kelas VIIA dan VII B yang diberikan pembelajaran dengan model konvensional berbasis CTL sebagai pembanding.

B. Waktu Kegiatan
Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan selama 5 bulan yakni dari bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Adapun jadwal penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Persiapan Penelitian Menggu Ke-1 April 2009
B. Pelaksanaan Penelitian Minggu Ke-2 Bln April s/d Minggu Ke-1 Bulan Juni 2009
1. Penentuan Rencana Tindakan 
2. Pelaksanaan Rencana Tindakan 
3. Observasi 
4. Refleksi 
C. Pengolahan Data Minggu Ke-2 Bln April s/d Minggu Ke-1 Bulan Juni 2009
D Penyusunan Laporan 
1. Penyusunan Draf Penelitian Minggu Ke-3-4 Bln Juli 2009
2. Penyempurnaan Draf Minggu Ke 1-2 Bln Agustus 2009
3. Finishing Minggu Ke-3 Bln Agustus 2009


C. Subjek Penelitian
Populasi penelitian dalam PTK ini adalah di SMPN1 Cadasari kelas VII C pada tahun pelajaran 2008/2009 semester 2 yakni dengan jumlah populasi sekaligus sampel sebanyak 38 orang..

D. Variabel Penelitian
Penelitian ini berjudul “Kontribusi Penerapan Model Pembelajaran “Card Sort” Berbasis Pendekatan CTL Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Pkn Pada Siswa Kelas VII SMPN 1 Cadasari (Penelitian Tindakan Kelas dalam Bahan Ajar “Hak Asasi Manusia” di kelas VII C SMP N 1 Cadasari, Pandeglang)”.
Sesuai dengan judul di atas, maka yang menjadi variabel penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas (X) atau variabel yang mempengaruhi dalam peneliian ini adalah adalah “ Pembelajaran “Card Sort” Berbasis Pendekatan CTL”
2. Variabel terikat (Y) atau variabel yang dipengaruhi dalam penelitian ini adalah “Peningkatan Keterampilan Guru Dalam Penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, Dan Menyenangkan (PAKEM”.
Hubungan antara kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gb 1. Hubungan antar variabel X dan Y

E. Teknik Pengumpulan Data 
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui obeservasi dan catatan data lapangan, wawancara, hasil tes dan catatan hasil refleksi/diskusi yang dilakukan oleh peneliti dan mitra peneliti. Penentuan teknik tersebut didasarkan ketersediaan sarana dan prasana dan kemampuan yang dimiliki peneliti dan mitra peneliti.
Uraian lebih lanjut mengenai teknik-teknik pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:
a) Observasi dan catatan data lapangan
Observasi dalam kegiatan PTK merupakan kegiatan pengamatan terhadap aktivitas yang dilakukan guru (peneliti) selama melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Kegiatan ini dilakukan oleh pengamat yang dalam hal ini adalah mitra peneliti (Aat Jumiat, S.Ag).
Bentuk kegiatan observasi yang dilakukan dalam PTK ini menggunakan model observasi terbuka. Adapaun yang dimaksud observasi terbuka adalah apabila pengamat atau observer melakukan pengamatannya dengan mencatatkan segala sesuatu yang terjadi di kelas.
Hasil pengamatan dari mitra peneliti selanjutnya dijadikan catatan data lapangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Prof Dr. Rochiati Wiriaatmaja (2005:125) yang menyatakan: “Sumber informasi yang sangat penting dalam penelitian ini (PTK) adalah catatan lapangan (field notes) yang dibuat oleh peneliti/mitra peneliti yang melakukan pengamatan atau observasi”.

b) Wawancara
Wawancara menurut Denzin dalam Rochiati Wiriaatmaja (2005:117) adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu. 
Dalam PTK ini kegiatan wawancara dilakukan oleh peneliti dan dibantu mitra peneliti kepada beberapa orang siswa (sebagai sampel) yang terlibat dalam kegiatan PTK ini.
c) Hasil tes
Hasil tes yang dimaksud adalah hasil berupa nilai yang diperoleh melalui ujian post tes. Hasil ini dapat dijadikan bahan perbandingan antara hasil post tes terdahulu dengan hasil post tes sebelumnya. 
d) Catatan hasil refleksi
Adapaun yang dimaksud catatan hasil refleksi adalah catatan yang yang diperoleh dari hasil refleksi yang dilakukan dengan melalui kegiatan diskusi antara peneliti dan mitra peneliti. Hasil refleksi ini selain dijadikan bahan dalam penyusunan rencana tindakan selanjutnuya juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengetahui telah tercapai tidaknya tujuan kegiatan penelitian ini.

F. Teknik Pembahasan
Analisis atau pembahasan data dalam PTK ini dilakukan sejak awal, artinya analisis data dilakukan tahap demi tahap atau siklus demi siklus. Hal ini sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman dalam Rochiati Wiriaatmaja (2005:139) bahwa “…. the ideal model for data collection and analysis is one that interweaves them form the beginning”. Ini berarti model ideal dari pengumpulan data dan analisis adalah yang secara bergantian berlangsung sejak awal.
Kegiatan analisis data akan dilakukan mengacu pada pendapat Rochiati Wiriaatmaja, (2005:135-151) dengan melakukan catatan refleksi, yakni pemikiran yang timbul pada saat mengamati dan merupakan hasil proses membandingkan, mengkaitkan atau menghubungkan data yang ditampilkan dengan data sebelumnya atau dengan teori-teori yang relevan. 

G. Rancangan Tindakan
Dalam PTK ini, rancangan tindakan yang akan dilakukan adalah menerapkan model pembelajaran Card Sort dalam materi Hak Asasi Manusia di kelas VII. Secara rinci tindakan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut
1) Menyusun RPP dengan mengedepankan model pembelajaran Card Sort; 
2) Menerapkan atau mengiplementasi RPP yang telah dibuat 
3) Menganalisis hasil presentasi dengan cara mengadakan refleksi (diskusi antara peneliti/kepsek dengan guru yang diamati) tentang kelebihan dan kekurangan kegiatan pembelajaran dengan menggunkan model Card Sort yang telah dilaksanakan dan mencoba membuat formula untuk pelaksanaan siklus berikutnya. 

<




= Baca Juga =



No comments

Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem

Theme images by Maliketh. Powered by Blogger.
Back to Top


































Free site counter


































Free site counter