Berita
BESARAN DAN KRITERIA TUNJANGAN KEMATIAN DAN KECELAKAAN BAGI PNS / ASN YANG SEDANG MELAKSANAKAN PEKERJAAN
Besaran
dan kriteria tujangan kematian dan kecelakaan bagi PNS / ASN yang sedang
melaksanakan pekerjaan salah satunya diatur dalam Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan
Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja Serta Kriteria Penetapan Tewas Bagi
Pegawai Aparatur Sipil Negara.
A.
Meninggal Dunia Dalam Melaksanakan Pekerjaan
Setiap
PNS yang memenuhi kriteria meninggal dunia (tewas) dalam melaksanakan pekerjaan
berhak memperoleh Santuan Kematian, Uang Duka Tewas, dan biaya pemakaman, Bantuan Beasiswa
1. Santunan Kematian Kerja;
a. Santunan Kematian Kerja diberikan kepada ahli waris
dari Peserta yang Tewas sebesar 600/o (enam puluh persen) dikali 80 (delapan
puluh) Gaji Terakhir yang dibayarkan 1 (satu) kali.
b. Pemberian santunan kematian kerja diberikan kepada
ahli waris dengan ketentuan:
1) Peserta yang Tewas dan meninggalkan istri yang sah
atau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah istri yang sah atau suami
yang sah dari Peserta;
2) Peserta yang Tewas dan tidak meninggalkan istri yang
sah atau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah Anak; atau
3) Peserta yang Tewas dan tidak meninggalkan istri yang
sah, suami yang sah atau Anak, ahli waris yang menerima adalah Orang Tua.
2. Uang Duka Tewas;
a. Uang duka Tewas diberikan kepada Ahli Waris Peserta
yang Tewas sebesar 6 (enam) kali Gaji Terakhir yang dibayarkan I (satu) kali.
b. Pemberian uang duka Tewas diberikan kepada ahli waris
dengan ketentuan:
1) Peserta yang Tewas dan meninggalkan istri yang sah
atau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah istri yang sah atau suami
yang sah dari Peserta;
2) Peserta yang Tewas dan tidak meninggalkan istri yang
sah atau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah Anak; atau
3) Peserta yang Tewas dan tidak meninggalkan istri yang
sah, suami yang sah atau Anak, ahli waris yang menerima adalah Orang Tua.
3.
Biaya Pemakaman
a. Biaya pemakaman diberikan kepada Ahli Waris Peserta
yang Tewas.
b. Biaya pemakaman sebagaimana dimaksud pada huruf a
diberikan sebagai penggantian atas biaya yang meliputi:
1) peti jenazah dan perlengkapannya; dan
2) tanah pemakaman dan biaya di tempat pemakaman;
c. Besaran biaya pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diberikan oleh Pengelola Program sebesar Rp1O.0OO.0O0,OO (sepuluh juta
rupiah) dan dibayarkan 1 (satu) kali.
d. Pemberian biaya pemakaman diberikan kepada ahli waris
dengan ketentuan:
1) Peserta yang Tewas dan meninggalkan istri yang sah
atau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah istri yang sah atau suami
yang sah dari Peserta;
2) Peserta yang Tewas dan tidak meninggalkan istri yang
sah atau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah Anak;
3) Peserta yang Tewas dan tidak meninggalkan istri yang
sah, suami yang sah atau Anak, ahli waris yang menerima adalah Orang Tua; atau
4) Peserta yang Tewas tidak meninggalkan istri yang sah,
suami yang sah, Anak, atau Orang Tua, ahli waris yang menerima adalah ahli
waris lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.
Bantuan beasiswa.
a. Bantuan beasiswa diberikan kepada Anak dari Peserta
yang Tewas dengan ketentuan:
1) bagi Anak dari Peserta yang masih duduk di sekolah
tingkat dasar diberikan bantuan beasiswa sebesar Rp45.000.0O0,00 (empat puluh
lima juta rupiah);
2) bagi Anak dari Peserta yang masih duduk di sekolah
lanjutan tingkat pertama diberikan bantuan beasiswa sebesar Rp35.000.000,00
(tiga puluh lima juta rupiah);
3) bagi Anak dari Peserta yang masih duduk di sekolah
lanjutan tingkat atas diberikan bantuan beasiswa sebesar Rp25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah); atau
4) bagi Anak dari Peserta yang masih duduk di pendidikan
tingkat diploma, sarjana, atau setingkat diberikan bantuan beasiswa sebesar Rp
15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
b. Bantuan beasiswa sebagaimana dimaksud pada huruf a
diberikan kepada 1 (satu) orang Anak dari Peserta dengan ketentuan:
1) masih sekolah/kuliah;
2) berusia paling tinggi 25 (dua puluh lima) tahun;
3) belum pernah menikah; dan
4) belum bekerja.
PERSYARATAN
PENETAPAN TEWAS ATAU MENINGGAL DUNIA DALAM MELAKSANAKAN TUGAS SEBAGAI PNS
1. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan
penetapan Tewas oleh PPK, yaitu:
a. Keputusan pengangkatan pertama sebagai CPNS/PNS;
b. Surat perjanjian kerja sebagai PPPK;
c. Surat Keterangan Kematian atau visum dari Dokter;
d. Laporan Kronologis Kejadian yang dibuat oleh pimpinan
unit kerja Pegawai ASN yang meninggal dunia yang dibuat menurut contoh
sebagaimana tercantum dalam Anak Lampiran II-a yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini;
e. Daftar susunan keluarga, surat/akta nikah, akta
kelahiran Anak, surat kejandaanf kedudaan; dan
f. Persyaratan lain yang diperlukan.
2. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 ,
PPK harus melampirkan:
a. Surat Perintah Tugas (penugasan tertulis) bagi yang
meninggal dunia karena menjalankan tugas jabatan danlatau tugas kedinasan
lainnya baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja.
b. Visum yang dikeluarkan oleh dokter dan berita acara
yang dikeluarkan oleh Kepolisian bagi yang meninggal dunia karena penganiayaan,
penculikan, dan kecelakaan.
PROSEDUR
PENETAPAN TEWAS ATAU MENINGGAL DUNIA DALAM MELAKSANAKAN TUGAS SEBAGAI PNS
1. Prosedur penetapan Tewas dilakukan sebagai berikut:
a. Pimpinan unit kerja di tempat Pegawai ASN yang
meninggal dunia mengusulkan penetapan Tewas kepada PPK melalui Kepala Biro
Kepegawaian lKepala Badan Kepegawaian Daerah.
b. Berdasarkan usulan penetapan Tewas sebagaimana
dimaksud pada huruf a, PPK memeriksa syarat-syarat yang telah ditentukan
sebagaimana dimaksud pada romawi III.
c. Sebelum menetapkan Tewas, PPK terlebih dahulu
berkoordinasi dengan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
d. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada huruf c,
dilakukan secara tertulis dengan melampirkan syarat-syarat yang telah
ditentukan sebagaimana dimaksud pada romawi III.
e. Kepala Badan Kepegawaian Negara melakukan verifikasi
dan validasi terhadap syarat-syarat yang dilampirkan sebagaimana dimaksud pada
romawi III.
f. Verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada
huruf e' dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak syarat-syarat
sebagaimana dimaksud pada romawi III secara lengkap diterima.
g. Dalam melakukan verifikasi dan validasi sebagaimana
dimaksud pada huruf e dan huruf f, Kepala Badan Kepegawaian Negara dapat
membentuk tim. h. Hasil verifikasi dan validasi dari Kepala Badan Kepegawaian
Negara disampaikan secara tertulis kepada PPK sebagai bahan penetapan.
i. PPK menetapkan atau tidak menetapkan Tewas sesuai
dengan hasil verifikasi dan validasi dari Kepala Badan Kepegawaian Negara.
j. Penetapan Tewas bagi CPNS/PNS/PPPK oleh PPK
sebagaimana dimaksud pada huruf i, dibuat menurut contoh sebagaimana tercantum
dalam Anak Lampiran II-b yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
2. Tembusan penetapan Tewas oleh PPK disampaikan kepada
Kepala Badan Kepegawaian Negara/ Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian
Negara.
B.
Kecelakaan Dalam Melaksanakan Pekerjaan
Setiap
PNS yang memenuhi kriteria mengalami kecelakan dalam melaksanakan pekerjaan
(kecelakan kerja) berhak memperoleh Perawatan, Santunan Kecelakaan Kerja
1. Perawatan
a. Pegawai ASN yang mengalami Kecelakaan Kerja atau sakit
yang ditimbulkan akibat kerja berhak memperoleh perawatan. Perawatan
sebagaimana tersebut diatas diberikan sesuai kebutuhan medis yang meliputi:
1) pemeriksaan dasar dan penunjang;
2) perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
3) rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah dan rumah
sakit swasta yang setara;
4) perawatan intensif;
5) penunjang diagnostik;
6) pengobatan;
7) pelayanan khusus;
8) alat kesehatan dan implant;
9) jasa dokter/medis;
10) operasi;
11) transfusi darah; dan/atau
12) rehabilitasi medik.
b. Perawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan
secara berjenjang, yaitu mulai dari faskes pertama sampai dengan faskes
lanjutan.
c. Apabila di faskes pertama tidak memiliki peralatan
yang memadai untuk perawatan yang diperlukan maka Pegawai ASN tersebut dirujuk
ke faskes lanjutan yaitu rumah sakit Pemerintah, rumah sakit swasta, atau
fasilitas perawatan terdekat.
d. Apabila di rumah sakit Pemerintah, rumah sakit swasta,
atau fasilitas perawatan terdekat sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak dapat
dipenuhi, Peserta dapat diberikan perawatan pada rumah sakit lain dalam wilayah
Negara Republik Indonesia.
e. Apabila di rumah sakit Pemerintah, rumah sakit swasta,
atau fasilitas perawatan lain sebagaimana dimaksud pada huruf d tidak dapat
dipenuhi, Peserta dapat diberikan perawatan pada rumah sakit lain, Peserta
dapat diberikan perawatan pada rumah sakit luar negeri.
f) Perawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan berdasarkan
kebutuhan medis yang ditetapkan oleh dokter
g) Perawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b huruf
c, huruf d, dan huruf e diberikan sampai dengan Peserta sembuh
2. Santunan Kecelakaan Kerja
a. Santunan yang diberikan meliputi:
1) penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami
Kecelakaan Kerja ke rumah sakit dan/atau ke rumah Peserta, termasuk biaya
pertolongan pertama pada kecelakaan;
2) santunan sementara akibat Kecelakaan Kerja;
3) santunan Cacat sebagian anatomis, Cacat sebagian
fungsi, dan Cacat total tetap;
4l penggantian biaya rehabilitasi berupa alat bantu
(orthesel dan/atau alat ganti orthesel bagi Peserta yang anggota badannya
hilang atau tidak berfungsi akibat Kecelakaan Kerja; dan
5) penggantian biaya gigi tiruan.
b. Besaran manfaat Santunan sebagaimana dimaksud pada huruf
a diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami
Kecelakaan Kerja ke rumah sakit danlatau ke rumah peserta, termasuk biaya
pertolongan pertama pada kecelakaan, dengan ketentuan apabila menggunakan angkutan:
a) darat atau sungai atau danau diberikan paling besar
Rpl.300.000,00 (satu juta tiga ratus ribu rupiah);
b) laut diberikan paling besar Rp1.950.000,00 (satu juta
sembilan ratus lima puluh ribu rupiah);
c) udara diberikan paling besar Rp3.250.000,00 (tiga juta
dua ratus lima puluh ribu rupiah); atau
d) apabila menggunakan lebih dari satu angkutan, maka
diberikan biaya yang paling besar dari masing-masing angkutan yang digunakan.
2. Santunan sementara akibat Kecelakaan Kerja sebesar 100%
x Gaji terakhir, diberikan setiap bulan sampai dengan dinyatakan mampu bekerja
kembali. Santunan sementara sebagaimana dimaksud pada angka 2) diberikan dengan
ketentuan:
a) sejak dinyatakan tidak mampu bekerja kembali oleh Tim
Penguji Kesehatan; dan
b) sepanjang masih menjadi Pegawai ASN
Pernyataan mampu
bekerja kembali dinyatakan oleh Tim Penguji Kesehatan yang dibentuk oleh
Menteri Kesehatan.
3. Santunan Cacat:
a) santunan Cacat sebagian anatomis dibayarkan secara
sekaligus (Iumpsuml sebesar o/o sesuai Tabel x 80 x Gaji terakhir.
b) santunan Cacat sebagian fungsi dibayarkan secara
sekaligus (lumpsum) sebesar penurunan fungsi x o/o sesuai Tabel x 80 x Gaji
terakhir.
c) santunan Cacat total tetap dibayarkan secara sekaligus
(Iumpsuml dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah:
(1) santunan sekaligus sebesar = 7oo/o x 80 x Gaji
terakhir;
(2) santunan berkala sebesar : Rp250.000,00 (dua ratus
lima puluh ribu rupiah) per bulan selama 24 (dua puluh empat) bulan.
d) Dalam hal penerima santunan Cacat meninggal dunia sebelum
berakhirnya pemberian santunan Cacat, maka santunan sebagaimana dimaksud huruf
(c) angka (2) tersebut dihentikan dengan ketentuan:
(1) apabila meninggal dunia sebagai akibat dari Cacat
yang diderita karena Kecelakaan Kerja maka dinvatakan tewas dan diberikan hak
sesuai peraturan perundang undangan.
(2) Apabila meninggal dunia bukan sebagai akibat dari
Cacat yang diderita karena Kecelakaan Kerja maka dinyatakan wafat dan diberikan
hak sesuai dengan peraturan perundang undangan.
e) Tabel Persentase Santunan Cacat Tetap Sebagian dan
Cacat-Cacat Lainnya sebagaimana dimaksud pada angka (3) huruf a) dan huruf b)
adalah sebagaimana tercantum dalam Anak Lampiran I-a yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
4. Penggantian biaya rehabilitasi sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf a angka 4) berupa penggantian meliputi:
(a) pembelian alat bantu (orthosel dan latau alat
pengganti (trtrothese) satu kali untuk setiap kasus dengan standar harga yang
ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Umum Pemerintah dan ditambah
4Oo/o (empat puluh persen) dari harga tersebut; dan
(b) biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar
Rp2.600.000,00 (dua juta enam ratus ribu rupiah). Penggantian biaya gigi tiruan
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a angka 5) paling banyak sebesar
Rp3.900.000,00 (tiga juta sembilan ratus ribu rupiah) untuk setiap kasus.
3. Penyakit Akibat Kerja
a. Peserta yang didiagnosis menderita Penyakit Akibat
Kerja berdasarkan surat keterangan dokter berhak atas manfaat JKK meskipun
telah diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun atau diputus
hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK.
b. Penyakit Akibat Kerja direkomendasikan oleh dokter
okupasi berdasarkan hasil diagnosis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. Hak atas manfaat JKK sebagaimana dimaksud pada huruf a diberikan apabila
Penyakit Akibat Kerja timbul dalam jangka waktu paling lama 5 (lima tahun)
terhitung sejak tanggal diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak
pensiun atau diputus hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK. d.
Santunan terhadap Penyakit Akibat Kerja diberikan sebesar santunan Kecelakaan
Kerja sebagaimana dimaksud pada angka 2.
4. Tunjangan Cacat.
a. Tunjangan Cacat diberikan kepada Peserta dengan
ketentuan: 1) mengalami Cacat; dan 2l diberhentikan dengan hormat sebagai PNS
atau diputus hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK karena Cacat.
b. Besaran tunjangan Cacat sebagaimana dimaksud pada
huruf a diberikan berdasarkan persentase tertentu dari Gaji atas berkurangnya
atau hilangnya fungsi organ tubuh.
c. Tunjangan Cacat sebagaimana dimaksud pada huruf a
diberikan sejak keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS atau
pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK karena Cacat sampai dengan
Peserta meninggal dunia.
d. Tunjangan Cacat diberikan setiap bulan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) 70% (tujuh puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila
kehilangan fungsi:
a) penglihatan pada kedua belah mata;
b) pendengaran pada kedua belah telinga; atau
c) kedua belah kaki dari pangkal paha atau dari lutut ke
bawah.
2) 50% (lima puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila
kehilangan fungsi:
a) lengan dari sendi bahu ke bawah; atau
b) kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah
3) 40% (empat puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila
kehilangan fungsi:
a) lengan dari atau dari atas siku ke bawah; atau
b) sebelah kaki dari pangkal paha.
4) 30% (tiga puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila
kehilangan fungsi:
a) penglihatan dari sebelah mata;
b) pendengaran dari sebelah telinga;
c) tangan dari atau dari atas pergelangan ke bawah; atau
d) sebelah kaki dari mata kaki ke bawah.
5) 30% (tiga puluh persen) sampai 7Oo/o (tujuh puluh
persen) dari Gaji terakhir menurut tingkat kecelakaan yang atas pertimbangan
tim penguji kesehatan dapat dipersamakan dengan sebagaimana dimaksud pada angka
1 sampai dengan angka 4, untuk kehilangan fungsi atas sebagian atau seluruh
badan atau ingatan yang tidak termasuk pada angka 1 sampai dengan angka 4
e. Dalam hal terjadi beberapa Cacat, maka besarnya
tunjangan Cacat ditetapkan dengan menjumlahkan persentase dari tiap Cacat,
dengan ketentuan paling tinggi I00% (seratus persen) dari Gaji terakhir
Besaran
santuan dan bantuan biaya perawatan akibat Kecelakaan Kerja bagi PNS yang
mengalami kecelakaan saat bertugas
1. Santunan Kecelakaan Kerja Penggantian biaya
pengangkutan Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja ke rumah sakit danlatau ke
rumah peserta, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaart, dengan
ketentuan apabila menggunakan angkutan:
a. darat atau sungai atau danau diberikan paling besar
Rp1.300.000,00 (satu juta tiga ratus ribu rupiah);
b. laut diberikan paling besar Rpl.950.OOO,00 (satu juta
sembilan ratus lima puluh ribu rupiah);
c. udara diberikan paling besar Rp3.250.000,00 (tiga juta
dua ratus lima puluh ribu rupiah); atau
d. apabila menggunakan lebih dari satu angkutan, maka
diberikan biaya yang paling besar dari masing-masing angkutan yang digunakan.
2. Santunan sementara akibat Kecelakaan Kerja sebesar
100% x Gaji terakhir, diberikan setiap bulan sampai dengan dinyatakan mampu
bekerja kembali.
3. Santunan Cacat:
a. santunan Cacat sebagian anatomis dibayarkan secara
sekaligus (Iumpsum) sebesar % sesuai Tabel x 80 x Gaji terakhir.
b. santunan Cacat sebagian fungsi dibayarkan secara sekaligus
(lumpsum) sebesar penurunan fungsi x % sesuai Tabel x 80 x Gaji terakhir.
c. santunan Cacat total tetap dibayarkan secara sekaligus
(lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah:
1) santunan sekaligus sebesar 70% x 80 x Gaji terakhir;
2) santunan berkala sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) per bulan selama 24 (dua puluh empat) bulan.
d. Biaya rehabilitasi berupa penggantian meliputi:
1) pembelian alat bantu (orthose) danlatau alat pengganti
(prothese) satu kali untuk setiap kasus dengan standar harga yang diletapkan
oleh Pusat Rehabililasi rumah Sakit Umum Pemerintah dan ditambah 40% (empat
puluh persen) dari harga tersebut; dan
2) biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar
Rp2.600.000,00 (dua juta enam ratus ribu rupiah).
e. Besarnya biaya penggantian gigi tiruan paling banyak
sebesar Rp3.900.000,00 (tiga juta sembilan ratus rupiah) untuk setiap kasus.
PERSYARATAN
PENETAPAN KECELAI{AAN KERJA, CACAT, DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
1. Dalam menetapkan Kecelakaan Keda persyaratan yang
wajib dilampirkan yaitu sebagai berikut:
a. Keputusan pengangkatan pertama sebagai CPNS/PNS;
b. Surat perjanjian kerja sebagai PPPK;
c. Surat perintah tugas bagi pegawai ASN yang mengalami
kecelakaan kerja di luar wilayah kerjallingkungan kantor;
d. Surat Keterangan Dokter / Tim Penguji Kesehatan bagi
pegawai ASN yang mengalami Kecelakaan Kerja;
e. Berita acara yang dikeluarkan oleh Kepolisian bagi
pegawai ASN yang mengalami Kecelakaan Kerja lalu lintas; dan
f. Laporan kronologis tentang kejadian Kecelakaan Kerja
dibuat oleh pimpinan unit kerja atau pejabat lain paling rendah pejabat
Administrator yang dibuat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam Anak
Lampiran I-b yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara ini.
2. Dalam menetapkan Cacat persyaratan yang wajib
dilampirkan yaitu sebagai berikut:
a. Keputusan pengangkatan pertama sebagai CPNS/PNS;
b. Surat perjanjian kerja sebagai PPPK;
c. Surat perintah tugas bagi pegawai ASN yang mengalami
Cacat;
d. Surat Keterangan Tim Penguji Kesehatan bagi pegawai
ASN yang mengalami Cacat;
e. Laporan kronologis tentang kejadian Kecelakaan Kerja
yang menyebabkan Cacat dibuat oleh pimpinan unit keda atau pejabat lain paling
rendah pejabat Administrator yang dibuat menurut contoh sebagaimana tercantum
dalam Anak Lampiran I-c yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
3. Dalam menetapkan Penyakit Akibat Kerja persyaratan
yang wajib dilampirkan yaitu sebagai berikut:
a. Keputusan pengangkatan pertama sebagai CPNS/PNS atau
Surat perjanjian kerja sebagai PPPK;
b. Surat Keterangan Dokter lTim Penguji Kesehatan bagi
pegawai ASN yang mengalami Penyakit Akibat Kerja; dan
c. Laporan kronologis tentang kejadian Kecelakaan yang
menyebabkan Penyakit Akibat Kerja dibuat oleh pimpinan unit kerja atau pejabat
lain paling rendah pejabat Administrator yang dibuat menurut contoh sebagaimana
tercantum dalam Anak Lampiran I-d yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
PROSEDUR
PENETAPAN KECELAKAAN KBRJA, CACAT, DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA.
1. Prosedur penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan
Penyakit Akibat Kerja dilakukan sebagai berikut:
a. Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat
Kerja bagi Pegawai ASN diusulkan oleh Pimpinan unit kerja kepada PPK melalui
Kepala Biro Kepegawaian/Kepala Badan Kepegawaian Daerah, kecuali penetapan
Kecelakaan Kerja untuk perawatan diusulkan oleh pimpinan unit kerja kepada
pejabat yang diberi delegasi kewenangan oleh PPK sebagaimana dimaksud dalam
angka IV angka 3 huruf c.
b. PPK memeriksa persyaratan penetapan Kecelakaan Kerja,
Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud
pada angka IV angka 1.
c. PPK terlebih dahulu berkoordinasi dengan Kepala Badan
Kepegawaian Negara lKepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara atau
pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan melampirkan persyaratan yang telah
ditentukan sebagaimana dimaksud pada angka IV sebelum menetapkan bahwa yang
bersangkutan dinyatakan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja.
d. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan
secara tertulis dengan melampirkan syarat-syarat yang telah ditentukan
sebagaimana dimaksud pada angka IV.
e. Kepala Badan Kepegawaian Negara/Kepala Kantor Regional
Badan Kepegawaian Negara atau pejabat yang ditunjuk melakukan verifikasi dan
validasi terhadap persyaratan penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit
Akibat Kerja yang dilampirkan sebagaimana dimaksud pada angka IV.
f. Verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada
huruf e dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak persyaratan penetapan
Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud pada
angka romawi IV secara lengkap diterima.
g. Dalam melakukan verifikasi dan validasi sebagaimana
dimaksud pada huruf f dan huruf g, Kepala Badan Kepegawaian Negara lKepala
Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara dapat membentuk tim.
h. Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud
pada huruf e yang dilakukan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara lKepala Kantor
Regional Badan Kepegawaian Negara atau pejabat yang ditunjuk disampaikan secara
tertulis kepada PPK sebagai bahan penetapan.
i. PPK menetapkan atau tidak menetapkan Kecelakaan Kerja,
Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja, sesuai dengan hasil verifikasi dan validasi
dari Kepala Badan Kepegawaian Negara lKepala Kantor Regional Badan Kepegawaian
Negara atau pejabat yang ditunjuk.
j. Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat
Kerja oleh PPK sebagaimana dimaksud pada huruf h dibuat menurut contoh
sebagaimana tercantum dalam Anak Lampiran I-e yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
k. Dalam hal terjadi kecelakaan yang dialami Pegawai ASN
dan membutuhkan penanganan secara cepat serta belum dapat dipastikan apakah
Kecelakaan Kerja atau bukan Kecelakaan Kerja, Pegawai yang bersangkutan
diberikan perawatan kesehatan dengan manfaat sebagai peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
l. Dalam hal Pegawai sebagaimana dimaksud pada huruf k
ditetapkan oleh PPK atau pejabat yang mendapat delegasi wewenang sebagai
Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja, maka yang bersangkutan
diberikan manfaat sebagai peserta JKK dan JKM sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
2. Tembusan penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan
Penyakit Akibat Kerja oleh PPK disampaikan kepada Kepala Badan Kepegawaian
Negara / Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara.
Link download (DISINI)
Terima kasih mudah-mudahan info ini bermanfaat. Bagi yang mau Unduh Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja Serta Kriteria Penetapan Tewas Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Terima kasih mudah-mudahan info ini bermanfaat. Bagi yang mau Unduh Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja Serta Kriteria Penetapan Tewas Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
====================================
No comments
Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem