Berita
MATERI KEBIJAKAN DIKLAT IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 TAHUN 2017
Berdasarkan beberapa diklat Implementasi
Kurikulum 2013 tahun 2017 yang Admin ikuti, materi kebijakan diklat implementasi
Kurikulum 2013 tahun 2017 kurang lebih membahas berbagai Permendikbud yang Menjadi Kebijakan Dikdasmen agar
Diterapkan Di Sekolah Pada Tahun Pelajaran 2017/2018 serta arah Implementasi
Kurikulum 2013 Tahun 2017. Berikut Penjelasannya.
A. Permendikbud
Yang Menjadi Kebijakan Dikdasmen Agar Diterapkan Di Sekolah Pada Tahun
Pelajaran 2017/2018
Kemendikbud menggelar Sosialisasi Peraturan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah kepada para kepala dinas pendidikan provinsi, kota, dan kabupaten se-Indonesia. Sosialisasi tersebut dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama belangsung pada 7 s.d. 9 Juni 2017, dan gelombang kedua pada 13 s.d. 15 Juni 2017.
Berikut ini lima Permendikbud Yang Menjadi Kebijakan
Dikdasmen Agar Diterapkan Di Sekolah Pada Tahun Pelajaran 2017/2018 yang
disosialisasikan kepada para kepala dinas pendidikan provinsi, kota, dan
kabupaten se-Indonesia
1. Permendikbud Nomor 17
Tahun 2017
Salah
satunya adalah Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta
Didik Baru. Dalam Permendikbud Nomor 17
Tahun 2017, pemerintah melalui Kemendikbud menetapkan sistem zonasi dalam
penerimaan peserta didik baru (PPDB). Dalam sistem zonasi sekolah wajib
menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari
sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta
didik yang diterima. Radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah
sesuai dengan kondisi di daerahnya masing-masing. Permendikbud itu juga
melarang sekolah melakukan pungutan yang terkait pelaksanaan PPDB maupun
perpindahan peserta didik. Baca lengkap Permendikbud
Nomor 17 Tahun 2017 (Disini)
2. Permendikbud Nomor 75
Tahun 2016
Dilarangnya
sekolah melakukan pungutan tidak berarti tertutup kemungkinan bagi orang tua
murid, masyarakat, maupun lembaga untuk memberikan sumbangan pendidikan.
Kemajuan pendidikan juga membutuhkan kontribusi dan partisipasi semua pihak.
Karena itulah dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah,
diatur mengenai ketentuan penggalangan dana oleh sekolah melalui komite
sekolah. Dalam permendikbud itu sekolah diperbolehkan menggalang dana untuk
menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan atau pengembangan sarana prasarana.
Penggalangan dana tersebut harus berbentuk bantuan dan/atau sumbangan
pendidikan, bukan pungutan. Baca lengkap Permendikbud
Nomor 75 Tahun 2016 (Disini)
3. Permendikbud Nomor 18
Tahun 2016
Selain
dua peraturan itu, Kemendikbud juga telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 18
Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) bagi Siswa Baru. Salah
satu tujuan diterbitkannya permendikbud itu adalah untuk menghapus dengan tegas
masa orientasi siswa (MOS) yang kerap diwarnai tindakan perpeloncoan. Dalam
Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 diatur bahwa pengenalan lingkungan sekolah
bagi siswa baru dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama tiga hari pada
minggu pertama awal tahun pelajaran, dan dilaksanakan hanya pada hari sekolah
dan jam pelajaran. Baca lengkap Permendikbud
Nomor 18 Tahun 2016 (Disini)
4. Permendikbud Nomor 82
Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan
Satuan Pendidikan
Permendikbud
tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru itu juga didukung oleh
Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak
Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Permendikbud tersebut bertujuan
untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan
pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan.
Tindak kekerasan yang dimaksud adalah perilaku yang dilakukan secara fisik,
psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang
mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan yang terjadi di lingkungan satuan
pendidikan dan mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka/cedera,
cacat, dan atau kematian. Baca lengkap Permendikbud
Nomor 82 Tahun 2015 (Disini)
5. Permendikbud Nomor
23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
Terkait
pendidikan karakter, Kemendikbud juga telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 23
Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Melalui permendikbud itu diharapkan
sekolah bisa menjadi taman belajar yang menyenangkan bagi siswa, guru, dan
tenaga kependidikan, serta menjadi tempat yang dapat menumbuhkembangkan
kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter. Permendikbud Nomor 23
Tahun 2015 mengatur kegiatan wajib dan kegiatan pilihan dalam
menumbuhkembangkan nilai-nilai dan karakter positif. Kegiatan wajib tersebut
antara lain membaca buku nonpelajaran sekitar 15 menit sebelum jam pelajaran
pertama dimulai. Selain itu siswa dan guru juga diwajibkan menyanyikan lagu
Indonesia Raya dan/atau satu lagu wajib nasional sebelum memulai pembelajaran. Baca
lengkap Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015
(Disini)
Selain kelima Permendikbud
di atas telah terbit pula PP 19 Tahun
2017 tentang Guru dan Permendikbud
No 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan PP No 74 Tahun 2008 tentang Guru dinyatakan bahwa beban kerja guru paling
sedikit 24 jam tatap muka dan paling banyak 40 Jam tata muka. Selanjutnya dalam
PP Nomor 19 Tahun 2017 juga dinyatakan bahwa yang termasuk beban kerja guru
adalah a) Merencana pembelajaran dan pembimbingan; b) melaksanakan pembelajaran
dan pembimbingan; c) menilai hasil pembelajaran dan pembimbingan; d) membimbing
dan melatih peserta didik; dan e) Melaksanakan tugas tambahan yang melekat
dengan beban kerja guru. Baca lengkap PP
19 Tahun 2017 tentang Guru (Disini)
Dalam Permendikbud No 23 tahun 2017 antara lain dinyatakan Hari Sekolah dilaksanakan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu. Guru pada Sekolah yang belum dapat melaksanakan ketentuan Hari Sekolah tetap melaksanakan ketentuan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu untuk memenuhi beban kerja guru Baca lengkap pula Permendikbud No 23 tahun 2017 (Disini)
B. Arah
Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2017
Direktur Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad, pada saat menyampaikan sambutan
pada kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Tim Pengembang Kurikulum 2013 Sekolah
Dasar Tingkat Provinsi tanggal 14 Maret 2017 di Hotel Allium Tangerang,
mengatakan bahwa ada 3 hal penting yang menjadi arah serta agenda atau fokus
dalam implementasi K-13 tahun 2017 yaitu (1)
penguatan pendidikan karakter, (2) penguatan literasi, dan (3) pembelajaran
abad 21.
1)
Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) tidak lepas dari program Nawa Cita yang menjadi visi
Presiden Joko Widodo. Ada 5 nilai yang menjadi fokus PPK, yaitu nasionalis,
integritas, mandiri, gotong rotong, dan religius. Penjabaran dari nasionalis
seperti; cinta tanah air, semangat kebangsaan, dan menghargai kebhinekaan.
Penjabaran dari nilai integritas seperti; kejujuran, keteladanan, kesantunan,
dan cinta pada kebenaran.
Penjabaran
dari nilai mandiri seperti; kerja keras, disiplin, kreatif, berani, dan
pembelajar. penjabaran dari nilai gotong royong seperti; kerjasama,
solidaritas, saling menolong dan kekeluargaan. Adapun penjabaran dari nilai
religius seperti; beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, bersih, toleransi, dan
cinta lingkungan. Orang tua, guru, masyarakat, dan para pemegang kebijakan
tentunya dapat mengembangkan penjabaran nilai-nilai lainnya sepanjang relevan
dengan lima nilai yang menjadi fokus PPK.
Karena
bangsa-bangsa hebat dan maju di dunia ini pada umumnya berkarakter kuat,
seperti pekerja keras, disiplin, jujur, berintegritas, memiliki rasa cinta tanah
air yang tinggi. Oleh karena itu, bangsa Indonesia, sebagai salah satu bangsa
terbesar di dunia perlu juga diperkuat karakternya agar dapat menjadi bangsa
yang maju, beradab, dan kompetitif di tengah ketatnya persaingan globalisasi
dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), serta dalam rangka mempersiapkan generasi
emas tahun 2045.
Pendidikan
karakter disamping mengacu kepada Nawa Cita yang digulirkan presiden Joko
Widodo, juga merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 3 disebutkan bahwa “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Hamid
Muhammad menyampaikan bahwa PPK meliputi pada tiga hal. Pertama, penguatan
kejujuran dan integritas. Indonesia tidak kekurangan orang pintar, tetapi
kekurangan orang jujur dan berintegritas. Faktanya pada pelaku korupsi justru
banyak berasal dari kalangan berpendidikan tinggi. Pendidikan yang tinggi tidak
selalu identik dengan kejujuran. Keserakahan menjadi faktor utama terjadinya di
kalangan orang pendidikan memiliki jabatan di lembaga-lembaga pemerintahan.
Justru banyak orang yang berpendidikan rendah dan miskin jujur. Walau mereka
kondisinya miskin, tapi hatinya kaya, masih memiliki nurani, memiliki rasa
takut dan malu yang tinggi.
Kedua,
penguatan sikap yang berkaitan dengan kinerja. Bangsa Indonesia dikenal kurang
menghargai waktu dan kurang disiplin. Hal ini dapat kita lihat perilaku warga
masyarakat di jalan raya. Pelaksanaan rapat yang sering terlambat karena
peserta banyak yang terlambat hadir alias jam karet, terlalu banyak membuang
waktu memperdebatkan yang kurang penting sehingga kurang produktif.
Ada
pribahasa Inggris yang mengatakan bahwa waktu adalah uang. Begitu pun dalam
ajaran agama Islam diingatkan tentang kerugian bagi orang yang menyia-nyiakan
waktu. Dalil Al Qur’annya banyak dibaca, tetapi belum benar-benar dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari. Urusan disiplin justru bangsa Indonesia harus
banyak mencontoh kepada negara Jepang dan Korea selatan yang sangat menghargai
waktu dan produktivitasnya tinggi.
Ketiga,
penguatan nasionalisme dan rasa kebangsaan. Nilai-nilai Pancasila sebagai
ideologi bangsa harus dikuatkan kembali. Hal ini bertujuan agar semangat untuk
mencintai negeri sendiri semakin tumbuh dan kuat di tengah derasnya pengaruh
budaya asing (barat) yang masuk ke Indonesia. Implementasi nilai-nilai religi,
kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, musyawarah mufakat, dan keadilan perlu ditanamkan,
dikembangkan, dan dikokohkan kepada seluruh bangsa Indonesia.
Hamid
Muhammad juga menegaskan bahwa karakter merupakan fondasi dalam implementasi
K-13 sehingga perlu benar-benar diinternalisasikan dalam pembelajaran. Dan
tentunya guru adalah sosok kunci yang diharapkan menjadi ujung tombak dalam
implementasinya. Selain itu, perlu diciptakan suasana yang kondusif dalam PPK
di sekolah. Hal yang paling utama adalah adanya keteladanan dari Kepala
Sekolah, guru dan tenaga kependidikan.
2) Penguatan Budaya Literasi
Selain
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), pada kurikulum 2013 juga ditekankan
tentang penguatan budaya literasi. Sebagaimana diketahui bahwa minat baca
Indonesia masih rendah. Sebuah survei yang dilakukan Central Connecticut State
University di New Britain yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial
menempatkan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca. Survei
dilakukan sejak 2003 hingga 2014. Indonesia hanya unggul dari Bostwana yang
puas di posisi 61. Sedangkan Thailand berada satu tingkat di atas Indonesia, di
posisi 59. (Media Indonesia, 30/8/2016).
Data
statistik UNESCO pada 2012 juga menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru
mencapai 0,001. Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang tertarik
untuk membaca. Menurut indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia
berada di nomor 69 dari 127 negara. Keprihatinan kita makin bertambah jika
melihat data UNDP yang menyebutkan angka melek huruf orang dewasa di Indonesia
hanya 65,5 persen. Sebagai pembanding, di Malaysia angka melek hurufnya 86,4
persen (Republika, 15/12/2014).
Berdasarkan
hal tersebut di atas, sejak tahun 2015 melalui penerbitan Permendikbud Nomor 23
tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, Gerakan Literasi menjadi salah satu
bentuk penumbuhan budi pekerti di sekolah. Salah satu bentuknya adalah
pembiasaan membaca buku non pelajaran selama 15 menit sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca di
kalangan siswa.
Budaya
literasi juga ditumbuhkan melalui integrasi dalam pembelajaran, utamanya dalam
penerapan pendekatan saintifik yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengomunikasikan yang dikenal dengan 5M. Skenario
pembelajaran juga diharapkan mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis
(critical thinking) dan penilaian hasil belajar pada level kemampuan berpikir
tingkat tinggi (High Order Thinking Skill/HOTS) siswa di mana arahnya pada
menemukan dan menyelesaikan masalah. Hal tersebut tentunya harus tergambar pada
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru.
Literasi
pada jenjang SD harus diperkuat, karena SD adalah fondasi dalam pendidikan
siswa. Literasi merupakan pintu gerbang untuk menguasai materi pelajaran. Di
kelas rendah (I-III) diajarkan membaca, menulis, dan berhitung (Calistung) yang
notabene merupakan literasi yang paling mendasar.
Literasi
secara sederhana diartikan sebagai keberaksaraan. Dalam perkembangannya,
literasi bukan hanya diidentikkan dengan kemampuan calistung, tetapi juga pada
aspek yang lain seperti kemampuan memilih dan memilah informasi, berkomunikasi,
dan bersosialisasi dalam masyarakat. UNESCO tahun 2003 menyatakan bahwa
“Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis. Literasi juga mencakup
bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna
praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan
budaya.”
Walau
pengertian literasi sudah berkembang, aktivitas membaca dan menulis merupakan
hal yang paling mendasar dalam literasi. Mengapa demikian? Karena memilih dan
memilah informasi tentunya dilakukan dengan membaca. Dan aktivitas membaca
hanya dilakukan jika ada bacaan yang notabene karya para penulis.
3) Pembelajaran Abad 21
Pada
kurikulum 2013 diharapkan dapat diimplementasikan pembelajaran abad 21. Hal ini
untuk menyikapi tuntutan zaman yang semakin kompetitif. Adapun pembelajaran
abad 21 mencerminkan empat hal. Pertama, kemampuan berpikir kritis
(critical thinking skill). Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal
tersebut melalui penerapan pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis
masalah, penyelesaian masalah, dan pembelajaran berbasis projek.
Guru
jangan risih atau merasa terganggu ketika ada siswa yang kritis, banyak
bertanya, dan sering mengeluarkan pendapat. Hal tersebut sebagai wujud rasa
ingin tahunya yang tinggi. Hal yang perlu dilakukan guru adalah memberikan
kesempatan secara bebas dan bertanggung bertanggung jawab kepada setiap siswa
untuk bertanya dan mengemukakan pendapat. Guru mengajak siswa untuk
menyimpulkan dan membuat refleksi bersama-sama. Pertanyaan-pertanyaan pada
level HOTS dan jawaban terbuka pun sebagai bentuk mengakomodasi kemampuan
berpikir kritis siswa.
Kedua,
kreativitas (creativity). Guru perlu membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan
kreativitasnya. Kembangkan budaya apresiasi terhadap sekecil apapun peran atau
prestasi siswa. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk terus
meningkatkan prestasinya. Tentu kita ingat dengan Pak Tino Sidin, yang mengisi
acara menggambar atau melukis di TVRI sekian tahun silam. Beliau selalu berkata
“bagus” terhadap apapun kondisi hasil karya anak-anak didiknya. Hal tersebut
perlu dicontoh oleh guru-guru masa kini agar siswa merasa dihargai.
Peran
guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing setiap siswa dalam belajar,
karena pada dasarnya setiap siswa adalah unik. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Howard Gardner bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk. Ada
delapan jenis kecerdasan majemuk, yaitu; (1) kecerdasan matematika-logika, (2)
kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan musikal, (4) kecerdasan kinestetis, (5)
kecerdasan visual-spasial, (6) kecerdasan intrapersonal, (7) kecerdasan
interpersonal, dan (8) kecerdasan naturalis.
Ketiga,
komunikasi (communication). Abad 21 adalah abad digital. Komunikasi dilakukan
melewati batas wilayah negara dengan menggunakan perangkat teknologi yang
semakin canggih. Internet sangat membantu manusia dalam berkomunikasi. Saat ini
begitu banyak media sosial yang digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi.
Melalui smartphone yang dimilikinya, dalam hitungan detik, manusia dapat dengan
mudah terhubung ke seluruh dunia.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian komunikasi adalah pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita dari dua orang atau lebih agar pesan yang dimaksud
dapat dipahami. Sedangkan Wikipedia dinyatakan bahwa komunikasi adalah “suatu
proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan
masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan
lingkungan dan orang lain”.
Komunikasi
tidak lepas dari adanya interaksi antara dua pihak. Komunikasi memerlukan seni,
harus tahu dengan siapa berkomunikasi, kapan waktu yang tepat untuk
berkomunikasi, dan bagaimana cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi bisa
dilakukan baik secara lisan, tulisan, atau melalui simbol yang dipahami oleh
pihak-pihak yang berkomunikasi. Komunikasi dilakukan pada lingkungan yang
beragam, mulai di rumah, sekolah, dan masyarakat. Komunikasi bisa menjadi
sarana untuk semakin merekatkan hubungan antar manusia, tetapi sebaliknya bisa
menjadi sumber masalah ketika terjadi miskomunikasi atau komunikasi kurang
berjalan dengan baik. Penguasaan bahasa menjadi sangat penting dalam
berkomunikasi. Komunikasi yang berjalan dengan baik tidak lepas dari adanya
penguasaan bahasa yang baik antara komunikator dan komunikan.
Kegiatan
pembelajaran merupakan sarana yang sangat strategis untuk melatih dan
meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, baik komunikasi antara siswa dengan
guru, maupun komunikasi antarsesama siswa. Ketika siswa merespon penjelasan
guru, bertanya, menjawab pertanyaan, atau menyampaikan pendapat, hal tersebut
adalah merupakan sebuah komunikasi.
Keempat,
kolaborasi (collaboration). Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih
siswa untuk berkolaborasi dan bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan
kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan ego serta emosi. Dengan demikian,
melalui kolaborasi akan tercipta kebersamaan, rasa memiliki, tanggung jawab,
dan kepedulian antaranggota.
Sukses
bukan hanya dimaknai sebagai sukses individu, tetapi juga sukses bersama,
karena pada dasarnya manusia disamping sebagai seorang individu, juga makhluk
sosial. Saat ini banyak orang yang cerdas secara intelektual, tetapi kurang
mampu bekerja dalam tim, kurang mampu mengendalikan emosi, dan memiliki ego
yang tinggi. Hal ini tentunya akan menghambat jalan menuju kesuksesannya,
karena menurut hasil penelitian Harvard University, kesuksesan seseorang
ditentukan oleh 20% hard skill dan 80% soft skiil. Kolaborasi merupakan
gambaran seseorang yang memiliki soft skill yang matang.
Semoga
implementasi kurikulum 2013 mencapai tujuan yang diharapkan dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan nasional, dan melahirkan generasi bangsa yang
memiliki kompetensi dari sisi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, serta mampu
menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks dan dinamis.
========================================
No comments
Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem