Berita
SURAT EDARAN MENPANRB NO. 02/2016 TENTANG PENGGANTIAN PEJABAT PASCA PILKADA
Berdasarkan
UU No. 8/2015 tentang Perubahan Atas undang-Undang No. 1/2015 tentang Penetapan
Perpu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-Undang,
khususnya pasal 162 ayat (03). “Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang
melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi atau
Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak tanggal
pelantikan,” demikian bunyi pasal tersebut.
Selain itu, berdasarkan UU No. 05/2014 tentang ASN, Pejabat Pembina Kepegawaian
dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak
pelantikannya, dan dikecualikan bagi melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun
dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi
hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun. Jabatan Pimpinan Tinggi dapat
diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan
berdasarkan kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembina
Kepegawaian dan berkoordinasi dengan KASN.
Kelompok
Jabatan Pimpinan Tinggi Utama yaitu kepala Lembaga pemerintah nonkementerian,
seperti:
Kepala
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
Kepala
Badan Ekonomi Kreatif (BEK)
Kepala
Badan Informasi Geospasial (BIG)
Kepala
Badan Intelijen Negara (BIN)
Kepala
Badan Keamanan Laut Republik
Indonesia (Bakamla)[3]
Kepala
Badan Kepegawaian Negara (BKN)
Kepala
Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Kepala
Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
Kepala
Badan Narkotika Nasional (BNN)
Kepala
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB)
Kepala
Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT)
Kepala
Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
Kepala
Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP)
Kepala
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten)
Kepala
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Kepala
Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT)
Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas)
Kepala
Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Kepala
Badan Pusat Statistik (BPS)
Kepala
Badan SAR Nasional (Basarnas)
Kepala
Badan Standardisasi Nasional (BSN)
Kepala
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan)
Kepala
Lembaga Administrasi Negara (LAN)
Kepala
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Kepala
Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
Kepala
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas)
Kepala
Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (Lapan)
Kepala
Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg)
KepalaPerpustakaan Nasional RepublikIndonesia (Perpusnas)
Kelompok
Jabatan Pimpinan Tinggi Madya yang meliputi :
sekretaris
jenderal kementerian,
sekretaris
kementerian,
sekretaris
utama,
sekretaris
jenderal kesekretariatan lembaga negara,
sekretaris
jenderal lembaga nonstruktural,
direktur
jenderal,
deputi,
inspektur
jenderal,
inspektur
utama,
kepala
badan,
staf
ahli menteri,
Kepala
Sekretariat Presiden,
Kepala
Sekretariat Wakil Presiden,
Sekretaris
Militer Presiden,
Kepala
Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden,
sekretaris
daerah provinsi,dan
jabatan
lain yang setara.
Kelompok
Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang meliputi :
direktur,
kepala
biro,
asisten
deputi,
sekretaris
direktorat jenderal,
sekretaris
inspektorat jenderal,
sekretaris
kepala badan,
kepala
pusat,
inspektur,
kepala
balai besar,
asisten
sekretariat daerah provinsi,
sekretaris
daerah kabupaten/kota,
kepala
dinas/kepala badan provinsi,
sekretaris
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
jabatan
lain yang setara.
Pejabat
Pimpinan Tinggi harus memenuhi target kinerja tertentu sesuai perjanjian
kinerja yang sudah disepakati dengan pejabat atasannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pejabat Pimpinan Tinggi yang tidak memenuhi
kinerja yang diperjanjikan dalam waktu 1 (satu) tahun pada suatu jabatan,
diberikan kesempatan selama 6 (enam) bulan untuk memperbaiki kinerjanya. Dalam
hal Pejabat Pimpinan Tinggi tidak menunjukan perbaikan kinerja maka pejabat
yang bersangkutan harus mengikuti seleksi ulang uji kompetensi kembali.
Berdasarkan hasil uji kompetensi tersebut, Pejabat Pimpinan Tinggi dimaksud
dapat dipindahkan pada jabatan lain sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atau
ditempatkan pada jabatan yang lebih rendah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengisian
jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi dilakukan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Panitia
seleksi tersebut menyeleksi dan memilih 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan
tinggi madya untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga calon nama pejabat
pimpinan tinggi madya yang terpilih tersebut disampaikan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian, untuk selanjutnya mengusulkan 3 (tiga) nama calon
pejabat pimpinan tinggi madya tersebut kepada Presiden melalui menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan Presiden memilih 1
(satu) nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai
pejabat pimpinan tinggi madya.
Pengisian
jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi tersebut
melakukan seleksi memilih 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi
pratama untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat
pimpinan tinggi pratama yang terpilih disampaikan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang, dipilih 1 (satu) dari 3
(tiga) nama calon untuk ditetapkan dan dilantik sebagai pejabat pimpinan
tinggi pratama. Tetapi Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang
memimpin sekretariat daerah kabupaten/kota sebelum ditetapkan oleh
bupati/walikota dikoordinasikan dengan gubernur.
Terkait denga ketentuan di atas, MenpanRB melalui Surat Edaran No. 02/2016 tentang Penggantian Pejabat Pasca Pilkada. menegaskan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota terpilih yang baru saja dilantik, tidak diperbolehkan diperbolehkan melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemda yang dipimpinnya dalam jangka waktu enam bulan sejak tanggal pelantikan. Para kepala daerah yang baru saja dilantik juga tidak boleh mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun sejak pelantikan pejabat tersebut.
Terkait denga ketentuan di atas, MenpanRB melalui Surat Edaran No. 02/2016 tentang Penggantian Pejabat Pasca Pilkada. menegaskan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota terpilih yang baru saja dilantik, tidak diperbolehkan diperbolehkan melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemda yang dipimpinnya dalam jangka waktu enam bulan sejak tanggal pelantikan. Para kepala daerah yang baru saja dilantik juga tidak boleh mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun sejak pelantikan pejabat tersebut.
Menurut
Yuddy, surat edaran itu diterbitkan untuk mengingatkan kepada para kepala
daerah hasil pilkada serentak yang baru-baru ini dilantik. Hal itu perlu
dilakukan demi kesinambungan serta penjaminan pengembangan karier Aparatur
Sipil Negara (ASN) di masing-masing daerah.
Surat
edaran itu mengacu dua undang-undang. Pertama, UU No. 8/2015 tentang Perubhan
Atas undang-Undang No. 1/2015 tentang Penetapan Perpu No. 1/2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-Undang, khususnya
pasal 162 ayat (03). “Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan
penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota,
dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan,” demikian bunyi
pasal tersebut.
Undang-undang
yang kedua, adalah UU No. 05/2014 tentang ASN, khususnya pasal 116. Ayat (1)
Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi
selama dua tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali
pejabat tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak
lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. Untuk penggantian pejabat
pimpinan tinggi utama dan madya, menurut ayat (2), dapat dilakuikan setelah
mendapat persetujuan Presiden.
“Kami
mengimbau kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota agar tidak melakukan
penggantian pejabat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan
tersebut,” ungkap Yuddy dalam surat edaran yang ditujukan kepada Gubernur,
Bupati dan Walikota seluruh Indonesia.
No comments
Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem