KETERAMPILAN SOSIAL EMOSIONAL YANG HARUS DIMILIKI GURU, KEPALA SEKOLAH DAN PENGAWAS SEKOLAH

Jenis Keterampilan Sosial Emosional yang harus dimiliki guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah (ainamulyana.blogspot.com)


Pengertian Keterampilan Sosial Emosional dan 5 Jenis Keterampilan Sosial Emosional yang harus dimiliki guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Apa yang dimaksud atau pengertian keterampilan sosial emosional ? Keterampilan sosial emosional mungkin masih terdengar abstrak bagi banyak orang. Rasanya kita sering mendengar kata “keterampilan”, ‘sosial’ dan ‘emosional’ namun ketiga kata itu jika dipadukan bukan menjadi frasa yang bisa diterjemahkan secara mudah selayaknya menggambarkan orang-orang yang terampil memasak, atau terampil menari, atau terampil menyelesaikan persoalan matematika. Terlebih lagi kata ‘emosional; kata ini seolah tabu dibicarakan dan nuansanya sering terdengar negatif seperti “dia emosional banget sih!” atau “saya tuh emosi ya!”. Padahal emosi adalah bagian yang penting untuk kita kenali dan kelola sebagai manusia. Selain itu, manusia adalah makhluk sosial, segala aspek dalam kehidupan kita saling terpaut dengan manusia lain. Keterampilan sosial emosional telak menjadi garda terdepan dalam kesuKeterampilan Sosial Emosionalsan kita berelasi dengan orang lain, dan juga memahami serta mengelola diri kita sendiri.


Pengertian Keterampilan Sosial Emosional dapat diartikan sebagai keterampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, kecakapan dan sikap mengenai aspek sosial dan emosional. Terdapat 5 keterampilan sosial dan emosional, yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Kelima keterampilan sosial emosional ini telah diteliti dalam banyak program untuk anak-anak, remaja, dan dewasa yang terbukti bermanfaat untuk kesejahteraan psikologis seseorang dan mendukung terwujudnya relasi yang positif dengan orang lain. Dengan terus melatih dan mengembangkan keterampilan emosional, seseorang akan dapat menjalani hidup yang lebih ringan, tidak banyak stres, penuh penerimaan, dan juga memiliki hubungan yang positif dengan orang-orang di sekitarnya.

 

Dalam kaitan dengan pentingnya keterampilan sosial emosional, maka baik guru, kepala sekolah maupun pengawas sekolah harus memiliki keterampilan sosial emosional. Bahkan para siswa pun harus diajarkan keterampilan sosial emosional sejak dini.

 

1. Keterampilan sosial emosional: Kesadaran diri

Dalam kehidupan sehari-hari apakah selama ini saya mengenal emosi-emosi saya? Teknik keterampilan sosial emosional kesadaran diri adalah kemampuan untuk memahami emosi, pikiran, dan prinsip atau nilai-nilai diri sendiri dan bagaimana semua hal tersebut mempengaruhi perilaku kita. Selain itu, kesadaran diri juga tentang kemampuan seseorang untuk memahami kekuatan dan keterbatasannya.

 

Orang yang memiliki kesadaran diri akan mampu menjawab pertanyaan dan mengidentifikasi hal-hal di bawah ini dengan mudah:

·          Bagaimana perasaan saya hari ini dan mengapa saya merasakan perasaan tersebut?

·          Di situasi seperti apakah saya menjadi versi terbaik diri saya atau dalam keadaan terbaik?

·          Kapan saya marah?

·          Orang seperti apakah saya?

·          Apa yang membuat saya stress?

·          Apa peran saya di komunitas/keluarga/kantor?

·          Saya percaya diri dalam hal… dan saya tidak percaya diir dalam hal…

 

Kesadaran diri merupakan keterampilan yang cakupannya luas meliputi emosi, pikiran, nilai-nilai pribadi, pemahaman akan kekuatan dan kekurangan diri), namun di modul Keterampilan Sosial Emosional ini, kita mengutamakan kesadaran diri yang terkait dengan memahami, menghayati dan mengelola emosi.

 

Emosi bukanlah topik sehari-hari yang kita bicarakan. Kita terbiasa membicarakan situasi politik, cuaca, makanan atau pekerjaan dengan rekan sejawat atau tetangga kita. Jarang sekali kita membicarakan emosi dengan nuansa yang penuh keterbukaan.

 

Emosi sering kali dianggap sebagai sesuatu yang tabu untuk diperbincangkan. Padahal keberhasilan karir seseorang secara profesional, kesejahteraan psikologis diri sendiri, dan juga kualitas hubungan dengan orang lain (keluarga, teman, dll) amat ditentukan oleh kecerdasan emosi seseorang.

 

Hal yang perlu dilakukan untuk mengenal emosi dan meningkatkan kesadaran diri secara keseluruhan adalah menengok kembali tabel pertanyaan refleksi di atas dan menjawab dengan jujur: sejauh apa saya mengenali diri sendiri? Sejauh apa saya mampu merasakan emosi saya dan memahami bahwa perilaku yang saya tunjukkan kepada orang lain adalah perwujudan dari emosi yang ada di dalam diri saya sendiri.

 

Jika Anda masih belum terbiasa mengidentifikasi emosi yang Anda rasakan. Anda dapat melihat gambar di bawah ini untuk mengenali mengakrabkan diri Anda dengan beberapa nama emosi dan mengevaluasi emosi yang sering muncul di dalam diri Anda.


Roda Emosi dan Keterampilan Sosial Emosional


Lihatlah kata-kata yang terdapat di roda emosi tersebut dan tanyakan ke diri Anda secara jujur: emosi apa yang sering saya rasakan beberapa hari ini? Setelah berhasil mengidentifikasi emosi yang sering muncul, Anda dapat juga menuliskan faktor-faktor yang menimbulkan emosi tersebut jika Anda siap.

 

2. Keterampilan Sosial Emosional: Manajemen diri

Apakah selama ini saya mengelola emosi atau dikuasai emosi? Setelah semakin mengenali diri Anda (terutamanya terkait aspek emosi), keterampilan berikutnya yang penting untuk dipelajari adalah manajemen diri. Manajemen diri adalah kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi.

 

Emosi, pikiran dan perilaku manusia ketiganya terhubung amat erat, semuanya saling mempengaruhi satu sama yang lainnya. Ketika emosi kita sedang kalut atau gusar, pikiran pun biasanya tidak jernih, kita menjadi lebih mudah terusik dan berpikiran negatif kepada orang lain. Tak berhenti di sana, perilaku kita pun tak lagi di bawah kendali kita, intonasi bicara jadi lebih tinggi, bicara kita jadi lebih cepat, dan mungkin saja kita melampiaskan emosi kita dengan memarahi orang lain yang tak salah apa-apa. Ketika kita tidak dapat mengendalikan perilaku kita, akhirnya perasaan menyesal dan bersalah pun datang, sehingga menambah beban pikiran baru di kepala kita. Emosi yang kita rasakan menjadi semakin kompleks.

 

Hal yang sama juga bisa terjadi saat pikiran kita sedang penuh akibat ada kerjaan yang menumpuk atau masalah yang belum selesai. Dari pikiran yang penuh, rasa cemas pun bisa hadir mengiringi. Saat cemas, kita berjalan mondar-mandir atau menatap dinding dengan tatapan kosong. Perilaku kita terlihat linglung. Bahkan badan kita juga bisa terdampak seperti menjadi selalu lapar (lapar karena stres) atau merasakan sakit kepala atau tegang di sekitar pundak dan leher.

 

Salah satu kunci dari manajemen diri adalah mengambil jeda dari segala emosi dan pikiran yang melatarbelakangi kegundahan kita, juga berhenti dari perilaku yang kita lakukan saat sedang stres. Mengambil jeda dapat dilakukan dengan teknik STOP dengan langkah-langkah:

1) Stop Berhenti sejenak. Ambillah jeda sejenak, berhenti dari segala aktivitas yang Anda lakukan;

2) Take a breath. Ambil nafas yang dalam, ikhlaskan apapun yang anda rasakan dan pikirkan;

3) Observe. Amati sensasi pada tubuh, perasaan, pikiran, dan lingkungan. Setelah lebih tenang, rileks dan pikiran lebih jernih,

4) Proceed. Selesai dan lanjutkan, Anda dapat melanjutkan kembali aktivitas Anda, mengambil keputusan, atau menyelesaikan pekerjaan Anda.

 

3. Keterampilan Sosial Emosional: Kesadaran Sosial

Ketika berelasi dengan orang lain, apakah saya sadar dengan kondisi, situasi, perspektif, cara berpikir dan perasaan orang-orang di sekitar saya? Keterampilan sosial emosional bermulai dari diri sendiri, tapi tentunya tidak hanya berhenti di situ. Setelah semakin mampu memiliki kesadaran diri dan mampu mengelola diri, keterampilan berikutnya yang perlu kita latih adalah kesadaran sosial.

 

Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda.

 

Hidup ini tidak terlepas dari berelasi dengan orang di sekitar kita, entah itu keluarga, kerabat, rekan kerja, atasan atau bawahan. Setiap orang melihat dan merasakan dunia dengan cara yang berbeda. Setiap orang memiliki perspektif yang berbeda dalam melihat suatu fenomena. Sebagai contoh, jika sedang menghadapi situasi sulit, ada seseorang yang fokus pada mencari solusi, ada orang yang perlu mengatasi kecemasan atau ketegangan yang dialami, ada juga orang yang malah sibuk sendiri dan fokus mengerjakan hal lain. Kita perlu peka dengan keadaan, cara berpikir, cara berperilaku orang-orang di sekitar kita, menghargai perbedaan tersebut dan bahkan mengakomodasi perbedaan tersebut untuk memperkaya sudut pandang dalam memahami suatu hal atau menyelesaikan suatu masalah.

 

Anda dapat melatih kesadaran sosial dengan merenungkan pertanyaan dibawah ini dengan mengingat percakapan Anda dengan seseorang pada situasi yang menantang. Ketika Anda tanpa sengaja mengucapkan sesuatu yang tak semestinya diucapkan. Anda bisa mengingat kembali situasi menantang saat Anda bekerja atau saat Anda di rumah dan menuliskan nama satu orang yang memiliki perspektif berbeda dengan Anda.

·          Apa yang ...........…….. rasakan saat mendengar kata-kata saya?

·          Apa yang …………………. rasakan saat melihat cara saya berbicara?

·          Bagaimana jika saya berada di posisinya?

 

Anda juga dapat merenungkan pertanyaan ini untuk semakin mengasah kesadaran sosial Anda.

·          Kalau ………….……. sedang sedih, hal apa yang ia inginkan? Apa yang bisa saya bantu untuk meringankannya?

·          Hal apa yang membuat ………………. Marah? Apakah secara tidak sengaja saya sering melakukan hal yang membuat dia marah?

·          Dia berasal dari budaya yang berbeda dengan saya. Mungkin saat itu dia berpikir …………..… sedangkan saya berpikir……………

 

Membiasakan diri kita untuk melihat orang lain dari sudut pandang mereka akan semakin mengasah empati di diri kita. Jika semua orang melakukan hal yang sama, betapa dunia ini akan menjadi dunia yang penuh pengertian.

 

4. Keterampilan Sosial Emosional: Keterampilan Berelasi

Apakah saya mampu membangun dan menjalin hubungan yang sehat dan suportif dengan orang lain? Keterampilan sosial emosional berikutnya yang perlu diasah adalah keterampilan berelasi. Keterampilan berelasi adalah keterampilan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif. Apa yang dimaksud dengan hubungan yang sehat dan suportif adalah hubungan yang saling menghargai, jujur, percaya, berkompromi, mendukung, tidak mengekang, tidak memaksa.

 

Kesadaran sosial sebagai dijelaskan dalam Keterampilan Sosial Emosional yang 3 menjadi fondasi keterampilan berelasi kita karena dalam berelasi kita membutuhkan kepekaan terhadap lawan bicara kita. Sehingga perilaku yang kita tunjukan, kosa kata yang dipilih, cara kita berbicara dan pendekatan yang kita lakukan tidak akan menyinggung lawan bicara kita.


Untuk menciptakan relasi yang sehat dan suportif, kita perlu berkomunikasi secara efektif dan empatik, artinya kita dapat mengkomunikasikan apa yang kita rasakan, dan memahami perspektif orang lain serta mendiskusikan hal tersebut secara terbuka untuk mencapai kesepakatan bersama. Teknik berkomunikasi yang baik perlu dikuasai agar kita bisa membangun dan menjalin hubungan yang sehat dan suportif. Komunikasi yang baik akan memudahkan kita untuk menjaga hubungan, bekerjasama dengan tim, berkolaborasi, memecahkan masalah, memimpin dan dipimpin.

 

Salah satu hal menantang dalam berelasi adalah ketika kita ingin menjelaskan apa yang kita maksud kepada lawan bicara dengan jelas atau tanpa menimbulkan kesalahpahaman dan potensi konflik. Anda dapat menerapkan teknik 3C dalam berkomunikasi yaitu menyampaikan informasi dengan bahasa yang jelas (Clear), menyampaikannya dengan kepercayaan diri atau tanpa keragu-raguan (Confident) dan juga menyampaikannya dengan tenang (Calm).

 

Selain teknik 3C, Anda juga dapat menggunakan teknik komunikasi “I statement” atau “I message” untuk berbicara dengan seseorang dan menyampaikan maksud Anda tanpa terkesan menggurui atau menyerang. Dalam komunikasi, kadang pilihan kata dan cara berbicara bisa menjadi akar konflik tanpa kita sadari. “I statement” adalah teknik berkomunikasi dengan menggunakan kata “saya” sebagai subjek utama dengan fokus pada perasaan atau pikiran seseorang mengenai suatu situasi sehingga tidak terkesan menyalahkan atau menggurui. Anda dapat mempelajari contoh di bawah ini untuk semakin memahami “I statement”.

 

Badingkan 2 pernyataan di bawah ini. Manakalah yang lebih baik menurut Anda ?

a) (1) Kamu ga bisa ya beresin rumah?, Kamu kok betah sih lihat rumah kayak kapal pecah? (2) Aku cukup sedih dan pusing tiap pulang ke rumah dalam keadaan berantakan;

b) (1) Kamu harus bilang kalau gak sanggup. Jangan tiba-tiba nangis. (2) Aku senang loh kalau kamu mau cerita pas ada masalah.

c) (1) Kamu jadi anak pulang malam mulu! (2) Sebagai orang tua aku khawatir setiap kali kamu pulangnya larut

d) (1) Bapak itu harusnya menjelaskan dulu ke guru-guru, baru jalankan sistemnya. (2) Ke depannya, mungkin saya usul akan lebih baik jika Bapak, selaku pimpinan di sekolah ini, menjelaskan dulu kepada guru-guru apa itu kurikulum merdeka sebelum langsung menerapkannya

 

Setelah Anda melihat kedua contoh di atas, mana yang terasa lebih nyaman untuk diungkapkan dan didengar? Kalimat seperti apa yang lebih sering kita dengar dan kita ungkapkan? Pilihan-pilihan kata yang kita gunakan sehari-hari dapat membuat relasi dengan orang-orang di sekitar menjadi lebih sehat dan suportif.

 

5. Keterampilan Sosial Emosional: Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

Teknik keterampilan emosional terakhir yang perlu kita pahami adalah pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Di keseharian kita berinteraksi dengan orang lain, kita tidak terlepas dari tanggung jawab, baik dari hal sederhana seperti akan makan apa hari ini hingga yang lebih kompleks seperti keputusan-keputusan yang perlu kita ambil di ruang lingkup profesional.

 

Pengambilan keputusan adalah kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, pertimbangan standar-standar etis dan rasa aman, serta untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok.

 

Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab membutuhkan berbagai keterampilan seperti keterampilan mengidentifikasi masalah, menganalisis situasi, menyelesaikan masalah, dan mengevaluasi keputusan-keputusan sebelumnya. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab akan melibatkan pertanyaan-pertanyaan esensial seperti:

● Bagaimana keputusan ini berdampak pada orang lain?

● Apakah keputusan ini layak?

● Mengapa saya ingin membuat pilihan ini? Apakah keputusan ini condong untuk kebaikan nama sendiri atau bermanfaat untuk orang banyak?

● Apakah alasan dari keputusan saya sudah cukup kuat?

● Apakah ini akan membantu saya?

 

Kesadaran Penuh (mindfulness)

Kesadaran Penuh (mindfulness) sebagai basis keterampilan sosial emosional Apakah saya sudah cukup mindful/sadar penuh/eling dalam menjalani hidup sehari-hari? Dalam keseharian hidup kita, kadang terlalu banyak pikiran di kepala sehingga ketika melakukan sesuatu kita tidak benar-benar merasakan hal yang sedang kita lakukan.

 

Pernahkah Anda mengalami hal-hal di bawah ini?

·          Ketika cuci piring tiba-tiba saja sudah selesai

·          ketika naik kendaraan tiba-tiba saja sudah sampai (untung dengan selamat!)

·          Ketika berjalan kaki tiba-tiba sudah sampai

·          Duduk di kursi depan kelas saat narasumber berbicara tetapi pikiran Anda melamunkan hal lain

·          Tidak memahami poin-poin yang disampaikan lawan bicara Anda (rekan kerja, istri/suami, anak, saudara) karena sibuk dengan gawai Anda

 

Contoh-contoh di atas adalah ketika kita melakukan sesuatu tanpa kesadaran penuh (mindfulness). Perhatian kita tidak tertuju pada apa yang kita lakukan namun teralihkan dengan berbagai distraksi baik yang berasal dari luar (gawai Anda) ataupun pikiran Anda sendiri. Ketika hidup penuh distraksi, kita jadi tidak bisa menikmati hidup kita karena rasanya semua aktivitas melelahkan. Mencuci piring hanya untuk menyelesaikan tanggung jawab, berbicara dengan orang lain hanya sekadar basa-basi, perjalanan hanya sekadar demi sampai tujuan. Kita tidak menikmati momen-momen sederhana seperti wanginya aroma pewangi pakaian, indahnya piring yang bersih, indahnya saling sapa dan juga indahnya perjalanan. Hari-hari jadi terasa cepat berlalu tanpa berarti.

 

Tidak hanya yang terkait dengan aktivitas sehari-hari. Kesadaran penuh juga kita butuhkan dalam berelasi dengan orang lain. Kesadaran penuh juga terkait dengan kesadaran diri (khususnya emosi) dalam kaitannya berelasi dengan orang lain.

 

Mari kita renungkan hal-hal di bawah ini untuk memahami kaitan kesadaran penuh dengan emosi.

·          Pernahkah saya memarahi anak / pasangan di rumah karena stres di pekerjaan yang belum selesai?

·          Pernahkah saya memarahi bawahan saya di kantor karena masalah rumah tangga yang belum diselesaikan?

·          Pernahkah kita memarahi murid-murid atau rekan kerja karena kita sedang banyak pikiran?

·          Apakah kita menjadi lebih lapar saat stres?

·          dst…

 

Contoh-contoh di atas adalah perilaku yang tidak sadar penuh (mindful) Jika Anda menjawab ya pada pertanyaan-pertanyaan di atas, maka Anda perlu lebih sering mengambil jeda (misalnya dengan mempraktikan teknik STOP) sebelum Anda berbicara, rapat, pulang ke rumah, mengambil keputusan, atau berinteraksi dengan orang lain. Kita perlu menyadari emosi yang sedang bergejolak di dalam diri sebelum berinteraksi dengan orang lain. Jangan sampai menjadikan orang lain yang statusnya lebih di bawah kita (anak, murid, bawahan, dll) menjadi sasaran pelampiasan emosi kita.

 

Pengertian Kesadaran penuh (mindfulness) adalah kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat ini dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan. Memberikan perhatian artinya kita secara sengaja fokus pada apa yang sedang kita kerjakan. Rasa ingin tahu artinya kita penuh dengan keingintahuan, kekaguman dan tanpa penghakiman atas sesuatu yang sedang kita beri perhatian. Kebaikan artinya kita menggunakan prinsip cinta kasih untuk menghargai, bersyukur atas apapun yang sedang kita hadapi atau kita lakukan.

 

Mari kita bedah apa yang dimaksud dengan kesadaran penuh dengan melihat tabel di bawah ini.

Kesadaran penuh (mindfulness) sebagai dasar Keterampilan Sosial Emosional

 

Dari tabel di atas, kita dapat memahami bahwa kesadaran penuh (mindfulness) dapat diterapkan kapan saja dan di mana saja. Untuk melatih kesadaran penuh kita dapat memulainya secara sederhana dengan mempraktikan teknik STOP.

 

Kesadaran penuh (mindfulness) jika terus dikembangkan dapat menjadi pondasi dasar untuk semua Keterampilan Sosial Emosional. Dengan kesadaran penuh, otomatis kita akan semakin dapat menyadari emosi dan pikiran yang kita rasakan (kesadaran diri). Dengan kesadaran penuh, kita akan lebih bisa mengendalikan diri kita (pengendalian diri). Kesadaran penuh dapat membuat kita lebih empatik terhadap orang lain (kesadaran sosial). Dengan demikian Kesadaran penuh dapat membantu kita untuk berelasi dengan lebih baik lagi dan membuat keputusan yang lebih bijak untuk berbagai pihak (keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan).

 

Demikian penjelasan tentang Pengertian Keterampilan Sosial Emosional dan 5 Jenis Keterampilan Sosial Emosional yang harus dimiliki guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. (Materi ini bersumber dari diklat Calon Guru Penggerak, Lokakarya Sekolah Penggerak, dan Diklat Komite Pembelajaran Program Sekolah Penggerak).



= Baca Juga =



No comments

Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem