Pengertian dan Jenis Keterampilan Sosial Emosional |
Pengertian Keterampilan Sosial Emosional dan 5 Jenis Keterampilan Sosial Emosional yang harus dimiliki guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Apa yang dimaksud atau pengertian keterampilan sosial emosional ? Keterampilan sosial emosional mungkin masih terdengar abstrak bagi banyak orang. Rasanya kita sering mendengar kata “keterampilan”, ‘sosial’ dan ‘emosional’ namun ketiga kata itu jika dipadukan bukan menjadi frasa yang bisa diterjemahkan secara mudah selayaknya menggambarkan orang-orang yang terampil memasak, atau terampil menari, atau terampil menyelesaikan persoalan matematika. Terlebih lagi kata ‘emosional; kata ini seolah tabu dibicarakan dan nuansanya sering terdengar negatif seperti “dia emosional banget sih!” atau “saya tuh emosi ya!”. Padahal emosi adalah bagian yang penting untuk kita kenali dan kelola sebagai manusia. Selain itu, manusia adalah makhluk sosial, segala aspek dalam kehidupan kita saling terpaut dengan manusia lain. Keterampilan sosial emosional telak menjadi garda terdepan dalam kesuKeterampilan Sosial Emosionalsan kita berelasi dengan orang lain, dan juga memahami serta mengelola diri kita sendiri.
Pengertian Keterampilan
Sosial Emosional dapat diartikan sebagai keterampilan yang berhubungan dengan
pengetahuan, kecakapan dan sikap mengenai aspek sosial dan emosional. Terdapat
5 keterampilan sosial dan emosional, yaitu: kesadaran diri, manajemen
diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab. Kelima keterampilan sosial emosional ini telah diteliti
dalam banyak program untuk anak-anak, remaja, dan dewasa yang terbukti
bermanfaat untuk kesejahteraan psikologis seseorang dan mendukung terwujudnya
relasi yang positif dengan orang lain. Dengan terus melatih dan mengembangkan
keterampilan emosional, seseorang akan dapat menjalani hidup yang lebih ringan,
tidak banyak stres, penuh penerimaan, dan juga memiliki hubungan yang positif
dengan orang-orang di sekitarnya.
Dalam kaitan dengan
pentingnya keterampilan sosial emosional,
maka baik guru, kepala sekolah maupun pengawas sekolah harus memiliki keterampilan
sosial emosional. Bahkan para siswa
pun harus diajarkan keterampilan sosial emosional sejak dini.
1. Keterampilan sosial
emosional: Kesadaran diri
Dalam kehidupan sehari-hari
apakah selama ini saya mengenal emosi-emosi saya? Teknik keterampilan sosial
emosional kesadaran diri adalah kemampuan untuk memahami emosi, pikiran, dan
prinsip atau nilai-nilai diri sendiri dan bagaimana semua hal tersebut
mempengaruhi perilaku kita. Selain itu, kesadaran diri juga tentang kemampuan seseorang
untuk memahami kekuatan dan keterbatasannya.
Orang yang memiliki
kesadaran diri akan mampu menjawab pertanyaan dan mengidentifikasi hal-hal di
bawah ini dengan mudah:
·
Bagaimana perasaan saya hari ini dan mengapa
saya merasakan perasaan tersebut?
·
Di situasi seperti apakah saya menjadi versi
terbaik diri saya atau dalam keadaan terbaik?
·
Kapan saya marah?
·
Orang seperti apakah saya?
·
Apa yang membuat saya stress?
·
Apa peran saya di komunitas/keluarga/kantor?
·
Saya percaya diri dalam hal… dan saya tidak
percaya diir dalam hal…
Kesadaran diri merupakan
keterampilan yang cakupannya luas meliputi emosi, pikiran, nilai-nilai pribadi,
pemahaman akan kekuatan dan kekurangan diri), namun di modul Keterampilan
Sosial Emosional ini, kita mengutamakan kesadaran diri yang terkait dengan memahami,
menghayati dan mengelola emosi.
Emosi bukanlah topik sehari-hari
yang kita bicarakan. Kita terbiasa membicarakan situasi politik, cuaca, makanan
atau pekerjaan dengan rekan sejawat atau tetangga kita. Jarang sekali kita
membicarakan emosi dengan nuansa yang penuh keterbukaan.
Emosi sering kali dianggap
sebagai sesuatu yang tabu untuk diperbincangkan. Padahal keberhasilan karir
seseorang secara profesional, kesejahteraan psikologis diri sendiri, dan juga
kualitas hubungan dengan orang lain (keluarga, teman, dll) amat ditentukan oleh
kecerdasan emosi seseorang.
Hal yang perlu dilakukan untuk
mengenal emosi dan meningkatkan kesadaran diri secara keseluruhan adalah menengok
kembali tabel pertanyaan refleksi di atas dan menjawab dengan jujur: sejauh apa
saya mengenali diri sendiri? Sejauh apa saya mampu merasakan emosi saya dan
memahami bahwa perilaku yang saya tunjukkan kepada orang lain adalah perwujudan
dari emosi yang ada di dalam diri saya sendiri.
Jika Anda masih belum terbiasa
mengidentifikasi emosi yang Anda rasakan. Anda dapat melihat gambar di bawah
ini untuk mengenali mengakrabkan diri Anda dengan beberapa nama emosi dan
mengevaluasi emosi yang sering muncul di dalam diri Anda.
Lihatlah kata-kata yang terdapat
di roda emosi tersebut dan tanyakan ke diri Anda secara jujur: emosi apa yang
sering saya rasakan beberapa hari ini? Setelah berhasil mengidentifikasi emosi
yang sering muncul, Anda dapat juga menuliskan faktor-faktor yang menimbulkan
emosi tersebut jika Anda siap.
2. Keterampilan Sosial
Emosional: Manajemen diri
Apakah selama ini saya
mengelola emosi atau dikuasai emosi? Setelah semakin mengenali diri Anda
(terutamanya terkait aspek emosi), keterampilan berikutnya yang penting untuk
dipelajari adalah manajemen diri. Manajemen diri adalah kemampuan untuk mengelola
emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan
untuk mencapai tujuan dan aspirasi.
Emosi, pikiran dan perilaku
manusia ketiganya terhubung amat erat, semuanya saling mempengaruhi satu sama yang
lainnya. Ketika emosi kita sedang kalut atau gusar, pikiran pun biasanya tidak jernih,
kita menjadi lebih mudah terusik dan berpikiran negatif kepada orang lain. Tak berhenti
di sana, perilaku kita pun tak lagi di bawah kendali kita, intonasi bicara jadi
lebih tinggi, bicara kita jadi lebih cepat, dan mungkin saja kita melampiaskan
emosi kita dengan memarahi orang lain yang tak salah apa-apa. Ketika kita tidak
dapat mengendalikan perilaku kita, akhirnya perasaan menyesal dan bersalah pun
datang, sehingga menambah beban pikiran baru di kepala kita. Emosi yang kita
rasakan menjadi semakin kompleks.
Hal yang sama juga bisa
terjadi saat pikiran kita sedang penuh akibat ada kerjaan yang menumpuk atau masalah
yang belum selesai. Dari pikiran yang penuh, rasa cemas pun bisa hadir mengiringi.
Saat cemas, kita berjalan mondar-mandir atau menatap dinding dengan tatapan
kosong. Perilaku kita terlihat linglung. Bahkan badan kita juga bisa terdampak
seperti menjadi selalu lapar (lapar karena stres) atau merasakan sakit kepala
atau tegang di sekitar pundak dan leher.
Salah satu kunci dari manajemen
diri adalah mengambil jeda dari segala emosi dan pikiran yang melatarbelakangi
kegundahan kita, juga berhenti dari perilaku yang kita lakukan saat sedang
stres. Mengambil jeda dapat dilakukan dengan teknik STOP dengan
langkah-langkah:
1)
Stop Berhenti sejenak. Ambillah jeda
sejenak, berhenti dari segala aktivitas yang Anda lakukan;
2)
Take a breath. Ambil nafas yang
dalam, ikhlaskan apapun yang anda rasakan dan pikirkan;
3)
Observe. Amati sensasi pada tubuh,
perasaan, pikiran, dan lingkungan. Setelah lebih tenang, rileks dan pikiran
lebih jernih,
4)
Proceed. Selesai dan lanjutkan, Anda
dapat melanjutkan kembali aktivitas Anda, mengambil keputusan, atau
menyelesaikan pekerjaan Anda.
3. Keterampilan Sosial
Emosional: Kesadaran Sosial
Ketika berelasi dengan orang
lain, apakah saya sadar dengan kondisi, situasi, perspektif, cara berpikir dan
perasaan orang-orang di sekitar saya? Keterampilan sosial emosional bermulai dari
diri sendiri, tapi tentunya tidak hanya berhenti di situ. Setelah semakin mampu
memiliki kesadaran diri dan mampu mengelola diri, keterampilan berikutnya yang
perlu kita latih adalah kesadaran sosial.
Kesadaran sosial adalah kemampuan
untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka
yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda.
Hidup ini tidak terlepas
dari berelasi dengan orang di sekitar kita, entah itu keluarga, kerabat, rekan
kerja, atasan atau bawahan. Setiap orang melihat dan merasakan dunia dengan cara
yang berbeda. Setiap orang memiliki perspektif yang berbeda dalam melihat suatu
fenomena. Sebagai contoh, jika sedang menghadapi situasi sulit, ada seseorang yang
fokus pada mencari solusi, ada orang yang perlu mengatasi kecemasan atau
ketegangan yang dialami, ada juga orang yang malah sibuk sendiri dan fokus
mengerjakan hal lain. Kita perlu peka dengan keadaan, cara berpikir, cara
berperilaku orang-orang di sekitar kita, menghargai perbedaan tersebut dan bahkan
mengakomodasi perbedaan tersebut untuk memperkaya sudut pandang dalam memahami
suatu hal atau menyelesaikan suatu masalah.
Anda dapat melatih kesadaran
sosial dengan merenungkan pertanyaan dibawah ini dengan mengingat percakapan
Anda dengan seseorang pada situasi yang menantang. Ketika Anda tanpa sengaja mengucapkan
sesuatu yang tak semestinya diucapkan. Anda bisa mengingat kembali situasi
menantang saat Anda bekerja atau saat Anda di rumah dan menuliskan nama satu orang
yang memiliki perspektif berbeda dengan Anda.
·
Apa yang ...........…….. rasakan saat mendengar
kata-kata saya?
·
Apa yang …………………. rasakan saat melihat cara
saya berbicara?
·
Bagaimana jika saya berada di posisinya?
Anda juga dapat merenungkan pertanyaan
ini untuk semakin mengasah kesadaran sosial Anda.
·
Kalau ………….……. sedang sedih, hal apa yang ia
inginkan? Apa yang bisa saya bantu untuk meringankannya?
·
Hal apa yang membuat ………………. Marah? Apakah
secara tidak sengaja saya sering melakukan hal yang membuat dia marah?
·
Dia berasal dari budaya yang berbeda dengan
saya. Mungkin saat itu dia berpikir …………..… sedangkan saya berpikir……………
Membiasakan diri kita untuk melihat
orang lain dari sudut pandang mereka akan semakin mengasah empati di diri kita.
Jika semua orang melakukan hal yang sama, betapa dunia ini akan menjadi dunia
yang penuh pengertian.
4. Keterampilan Sosial
Emosional: Keterampilan Berelasi
Apakah saya mampu membangun dan
menjalin hubungan yang sehat dan suportif dengan orang lain? Keterampilan sosial
emosional berikutnya yang perlu diasah adalah keterampilan berelasi. Keterampilan
berelasi adalah keterampilan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan
yang sehat dan suportif. Apa yang dimaksud dengan hubungan yang sehat dan
suportif adalah hubungan yang saling menghargai, jujur, percaya, berkompromi,
mendukung, tidak mengekang, tidak memaksa.
Kesadaran sosial sebagai
dijelaskan dalam Keterampilan Sosial Emosional yang 3 menjadi fondasi keterampilan
berelasi kita karena dalam berelasi kita membutuhkan kepekaan terhadap lawan bicara
kita. Sehingga perilaku yang kita tunjukan, kosa kata yang dipilih, cara kita
berbicara dan pendekatan yang kita lakukan tidak akan menyinggung lawan bicara
kita.
Untuk menciptakan relasi yang
sehat dan suportif, kita perlu berkomunikasi secara efektif dan empatik,
artinya kita dapat mengkomunikasikan apa yang kita rasakan, dan memahami
perspektif orang lain serta mendiskusikan hal tersebut secara terbuka untuk
mencapai kesepakatan bersama. Teknik berkomunikasi yang baik perlu dikuasai
agar kita bisa membangun dan menjalin hubungan yang sehat dan suportif. Komunikasi
yang baik akan memudahkan kita untuk menjaga hubungan, bekerjasama dengan tim,
berkolaborasi, memecahkan masalah, memimpin dan dipimpin.
Salah satu hal menantang dalam
berelasi adalah ketika kita ingin menjelaskan apa yang kita maksud kepada lawan
bicara dengan jelas atau tanpa menimbulkan kesalahpahaman dan potensi konflik. Anda
dapat menerapkan teknik 3C dalam berkomunikasi yaitu menyampaikan informasi dengan
bahasa yang jelas (Clear), menyampaikannya dengan kepercayaan diri atau tanpa
keragu-raguan (Confident) dan juga menyampaikannya dengan tenang (Calm).
Selain teknik 3C, Anda juga
dapat menggunakan teknik komunikasi “I statement” atau “I message” untuk
berbicara dengan seseorang dan menyampaikan maksud Anda tanpa terkesan menggurui
atau menyerang. Dalam komunikasi, kadang pilihan kata dan cara berbicara bisa menjadi
akar konflik tanpa kita sadari. “I statement” adalah teknik berkomunikasi
dengan menggunakan kata “saya” sebagai subjek utama dengan fokus pada perasaan atau
pikiran seseorang mengenai suatu situasi sehingga tidak terkesan menyalahkan
atau menggurui. Anda dapat mempelajari contoh di bawah ini untuk semakin
memahami “I statement”.
Badingkan 2 pernyataan di
bawah ini. Manakalah yang lebih baik menurut Anda ?
a)
(1) Kamu ga bisa ya beresin rumah?, Kamu kok betah sih lihat rumah kayak kapal
pecah? (2) Aku cukup sedih dan pusing tiap pulang ke rumah dalam keadaan
berantakan;
b)
(1) Kamu harus bilang kalau gak sanggup. Jangan tiba-tiba nangis. (2) Aku
senang loh kalau kamu mau cerita pas ada masalah.
c)
(1) Kamu jadi anak pulang malam mulu! (2) Sebagai orang tua aku khawatir setiap
kali kamu pulangnya larut
d)
(1) Bapak itu harusnya menjelaskan dulu ke guru-guru, baru jalankan sistemnya.
(2) Ke depannya, mungkin saya usul akan lebih baik jika Bapak, selaku pimpinan
di sekolah ini, menjelaskan dulu kepada guru-guru apa itu kurikulum merdeka
sebelum langsung menerapkannya
Setelah Anda melihat kedua contoh
di atas, mana yang terasa lebih nyaman untuk diungkapkan dan didengar? Kalimat
seperti apa yang lebih sering kita dengar dan kita ungkapkan? Pilihan-pilihan
kata yang kita gunakan sehari-hari dapat membuat relasi dengan orang-orang di
sekitar menjadi lebih sehat dan suportif.
5.
Keterampilan Sosial Emosional: Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
Teknik keterampilan
emosional terakhir yang perlu kita pahami adalah pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab. Di keseharian kita berinteraksi dengan orang lain, kita
tidak terlepas dari tanggung jawab, baik dari hal sederhana seperti akan makan
apa hari ini hingga yang lebih kompleks seperti keputusan-keputusan yang perlu
kita ambil di ruang lingkup profesional.
Pengambilan keputusan adalah
kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian,
pertimbangan standar-standar etis dan rasa aman, serta untuk mengevaluasi
manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk
kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok.
Pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab membutuhkan berbagai keterampilan seperti keterampilan
mengidentifikasi masalah, menganalisis situasi, menyelesaikan masalah, dan
mengevaluasi keputusan-keputusan sebelumnya. Pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab akan melibatkan pertanyaan-pertanyaan esensial seperti:
● Bagaimana keputusan ini
berdampak pada orang lain?
● Apakah keputusan ini
layak?
● Mengapa saya ingin membuat
pilihan ini? Apakah keputusan ini condong untuk kebaikan nama sendiri atau
bermanfaat untuk orang banyak?
● Apakah alasan dari
keputusan saya sudah cukup kuat?
● Apakah ini akan membantu
saya?
Kesadaran Penuh
(mindfulness)
Kesadaran Penuh
(mindfulness) sebagai basis keterampilan sosial emosional Apakah saya sudah
cukup mindful/sadar penuh/eling dalam menjalani hidup sehari-hari? Dalam
keseharian hidup kita, kadang terlalu banyak pikiran di kepala sehingga ketika
melakukan sesuatu kita tidak benar-benar merasakan hal yang sedang kita
lakukan.
Pernahkah Anda mengalami
hal-hal di bawah ini?
·
Ketika cuci piring tiba-tiba saja sudah
selesai
·
ketika naik kendaraan tiba-tiba saja sudah
sampai (untung dengan selamat!)
·
Ketika berjalan kaki tiba-tiba sudah sampai
·
Duduk di kursi depan kelas saat narasumber berbicara
tetapi pikiran Anda melamunkan hal lain
·
Tidak memahami poin-poin yang disampaikan lawan
bicara Anda (rekan kerja, istri/suami, anak, saudara) karena sibuk dengan gawai
Anda
Contoh-contoh di atas adalah
ketika kita melakukan sesuatu tanpa kesadaran penuh (mindfulness). Perhatian
kita tidak tertuju pada apa yang kita lakukan namun teralihkan dengan berbagai distraksi
baik yang berasal dari luar (gawai Anda) ataupun pikiran Anda sendiri. Ketika hidup
penuh distraksi, kita jadi tidak bisa menikmati hidup kita karena rasanya semua
aktivitas melelahkan. Mencuci piring hanya untuk menyelesaikan tanggung jawab,
berbicara dengan orang lain hanya sekadar basa-basi, perjalanan hanya sekadar demi
sampai tujuan. Kita tidak menikmati momen-momen sederhana seperti wanginya aroma
pewangi pakaian, indahnya piring yang bersih, indahnya saling sapa dan juga indahnya
perjalanan. Hari-hari jadi terasa cepat berlalu tanpa berarti.
Tidak hanya yang terkait dengan
aktivitas sehari-hari. Kesadaran penuh juga kita butuhkan dalam berelasi dengan
orang lain. Kesadaran penuh juga terkait dengan kesadaran diri (khususnya
emosi) dalam kaitannya berelasi dengan orang lain.
Mari kita renungkan hal-hal di
bawah ini untuk memahami kaitan kesadaran penuh dengan emosi.
·
Pernahkah saya memarahi anak / pasangan di rumah
karena stres di pekerjaan yang belum selesai?
·
Pernahkah saya memarahi bawahan saya di
kantor karena masalah rumah tangga yang belum diselesaikan?
·
Pernahkah kita memarahi murid-murid atau
rekan kerja karena kita sedang banyak pikiran?
·
Apakah kita menjadi lebih lapar saat stres?
·
dst…
Contoh-contoh di atas adalah
perilaku yang tidak sadar penuh (mindful) Jika Anda menjawab ya pada
pertanyaan-pertanyaan di atas, maka Anda perlu lebih sering mengambil jeda (misalnya
dengan mempraktikan teknik STOP) sebelum Anda berbicara, rapat, pulang ke rumah,
mengambil keputusan, atau berinteraksi dengan orang lain. Kita perlu menyadari
emosi yang sedang bergejolak di dalam diri sebelum berinteraksi dengan orang
lain. Jangan sampai menjadikan orang lain yang statusnya lebih di bawah kita (anak,
murid, bawahan, dll) menjadi sasaran pelampiasan emosi kita.
Pengertian Kesadaran penuh (mindfulness)
adalah kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara
sengaja pada kondisi saat ini dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan
kebaikan. Memberikan perhatian artinya kita secara sengaja fokus pada apa yang
sedang kita kerjakan. Rasa ingin tahu artinya kita penuh dengan keingintahuan,
kekaguman dan tanpa penghakiman atas sesuatu yang sedang kita beri perhatian.
Kebaikan artinya kita menggunakan prinsip cinta kasih untuk menghargai,
bersyukur atas apapun yang sedang kita hadapi atau kita lakukan.
Mari kita bedah apa yang
dimaksud dengan kesadaran penuh dengan melihat tabel di bawah ini.
Dari tabel di atas, kita
dapat memahami bahwa kesadaran penuh (mindfulness) dapat diterapkan kapan saja dan
di mana saja. Untuk melatih kesadaran penuh kita dapat memulainya secara
sederhana dengan mempraktikan teknik STOP.
Kesadaran penuh
(mindfulness) jika terus dikembangkan dapat menjadi pondasi dasar untuk semua Keterampilan
Sosial Emosional. Dengan kesadaran penuh, otomatis kita akan semakin dapat
menyadari emosi dan pikiran yang kita rasakan (kesadaran diri). Dengan kesadaran
penuh, kita akan lebih bisa mengendalikan diri kita (pengendalian diri). Kesadaran
penuh dapat membuat kita lebih empatik terhadap orang lain (kesadaran sosial). Dengan
demikian Kesadaran penuh dapat membantu kita untuk berelasi dengan lebih baik lagi
dan membuat keputusan yang lebih bijak untuk berbagai pihak (keterampilan
berelasi dan pengambilan keputusan).
Demikian penjelasan tentang Pengertian dan Jenis Keterampilan Sosial Emosional. Semoga ada manfaatnya.