Cara Mengatasi Kesulitan dalam Menemukan Judul Penelitian dan Masalah Penelitian. Salah satu “ucapan” yang acap kali terdengar yang berkaitan dengan upaya melakukan suatu penelitian baik di kalangan mahasiswa saat akan menyusun skripsi atau tesis, atau di kalangan guru saat akan menyusun Penelitian Tindakan Kelas adalah: “sulit mencari judul!” atau “sulit mencari mecari masalah penelitian!”. Kesulitan mencari judul ini, pada hakikatnya menggambarkan bahwa yang bersangkutan sebenarnya tidak mempunyai kepekaan terhadap permasalahan (“sense of problem”) atau di dalam istilah Robert J Walke (1997) di atas disebut “antenna ingin tahu”. Judul Penelitian, sebenarnya baru akan “muncul” apabila kita telah memiliki “masalah” yang ingin diteliti.
Secara
umum, “masalah” diartikan sebagai suatu “kesenjangan antara kenyataan dengan
yang seharusnya”. Adapun pengertian “seharusnya” sendiri, adalah sesuatu
yang bersifat normatif atau suatu teori yang sudah diakui keabsahannya. Dengan
demikian, mustahil kita akan memiliki “sense of problem”, tanpa memiliki
pengetahuan yang cukup tentang hal-hal yang bersifat normatif dan teoritis
tadi.
Adapun
wujud dari permasalahan itu sendiri yang dapat menjadi bahan penelitian antara
lain:
1.
Belum mengetahui unsur, ciri-ciri dan
sifat dari wujud/proses/fungsi suatu fenomena tertentu. Di dalam kasus
sabun, Robert J Walke (1997) mengemukakan: “Setiap kali ada sesuatu pada tubuh
kita, pakaian kita atau mobil kita yang tidak kita sukai, kita mengatakan bahwa
semua tadi kotor dan kita harus mencuci semuanya. Yang kita sebut kotoran bisa
segala macam benda asing. Tapi sabun tampaknya selalu patuh untuk membuangnya
dan hanya itu yang diperbuatnya. Bagaimana sabun tahu mana yang disebut kotoran?.
Pertanyaan terakhir ini menunjukkan keingintahuan atau hanya bisa dijawab
apabila kita mengetahui unsur-unsur, ciri-ciri dan sifat dari sabun dan
interaksinya dengan kotoran. Contoh lain untuk hal ini misalnya mengapa pupuk
bisa meningkatkan produksi untuk meningkatkan produksi pertanian dsb. Untuk
dapat menjawabnya diperlukan upaya untuk mengetahui unsur-unsur yang ada di
dalam pupuk dan di dalam tanaman daan kemungkinan interaksi diantara keduanya
(sebagai proses). Contoh untuk bidang sosial misalnya: mengapa respons
masyarakat (berbagai kelompok masyarakat) terhadap introduksi teknologi
berbeda-beda?. Walaupun pertanyaannya respons, namun jawabannya akan terkait
dengan ciri-ciri masyarakat tersebut terutama yang menyangkut sosial budaya dan
juga ekonomi. Masyarakat/individu yang memiliki aset ekonomi yang lebih besar
biasanya mengadopsi lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak memiliki aset
atau asetnya kecil. Untuk budaya, biasanya berpedaan kecepatan adopsi akan
terkait dengan ciri-ciri ketradisionalan dsb.
2.
Belum mengetahui beberapa unsur, ciri-ciri dari wujud/proses/fungsi suatu
fenomena pada sejumlah variasi situasi dan kondisi secara umum. Terjadinya
suatu fenomena terkadang sangat lokal atau hanya merupakan kasus yang tidak
berlaku general pada setiap situasi. Salah satu kesalahan di dalam penyuluhan
pertanian di Indonesia adalah menysaratakan anjuran pemakaian pupuk (biasanya
disebut paket teknologi) untuk seluruh daerah. Padahal kita mengetahui bahwa
setiap daerah memiliki jenis tanah dan iklim yang berbeda-beda, sehingga
respons tanah terhadap pemupukan pun akan berbeda-beda pula. Contoh lain adalah
pendekatan pembangunan pada masa Orde baru yang sangat sentralistik yang pada
dasarnya mengabaikan unsur-unsur, ciri, wujud dan proses kebhinekaan di
Indonesia.
3.
Belum dapat menjelaskan mengapa suatu fenomena terjadi. Beberapa tahun
terakhir ini, Indonesia diguncang dengan berbagai pandemi covid-19 yang
berdampak persoalan sosial. Dari contoh fenomena tersebut, beberapa pertanyaan
yang muncul antara lain: “mengapa terjadi pandemi covid-19? faktor-faktor
apakah yang menyebabkan jumlah penderita covid-19 semakin meningkat? Bagaimana upaya
meminimalisir penyebaran Covid-19, dst.
4.
Belum menemukan cara/metode untuk mencapai sesuatu/tujuan. Salah satu
masalah kota X adalah PKL dan kemacetan lalu lintas. Pertanyaannya adalah:
“bagaimanakah caranya atau metode apa yang bisa dilakukan untuk memecahkan masalah
PKL daan kemacetan lalu lintas tersebut?. Untuk bidang lain, banyak kasus yang
menunjukkan kekurangefesienan atau kekurangefektifan suatu metode. Karena itu
perlu dicari metode-metode baru yang lebih efesien dan efektif untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.
5.
Belum mengetahui tentang perubahan-perubahan yang terjadi bila faktor-faktor
lain berubah. Salah satu paradigma sosiologi adalah struktural-fungsional.
Dengan paradigma ini ada pandangan apabila salah satu unsur di dalam sistem
berubah, maka yang lainnya akan berubah pula-termasuk perubahan di dalam sistem
secara keseluruhan. Hal yang sama bisa juga terjadi untuk ilmu-ilmu yang
lainnya. Pada ilmu eksakta, penelitian yang terkait dengan perlakuan
menggambarkan hal ini. Artinya bisa diteliti apa dampak yang akan terjadi
apabila dilakukan berbagai perbedaan perlakuan.
6.
Meragukan teori yang telah ada dalam hal kehakikiannya terutama dalam
kaitannya dengan variabelitas wilayah (misalnya, apakah teori-teori yang
umumnya berlaku di Barat itu, berlaku pula di Indonesia?) Walaupun sudah
banyak teori yang teruji kebenarannya, namun tidak menutup kemungkinan untuk
dilihat kembali kehakikiannya. Untuk ilmu sosial, faktor variabelitas wilayah
seringkali menjadi landasan pertanyaan. Apakah berbagai teori yang muncul di
Barat, bisa sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia?, dsb.
Lalu bagaimana Cara Mengatasi Kesulitan dalam Menemukan Masalah Penelitian ? tentunya hanya dapat dilakukan dengan mengasah antenna keingintahuan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengasah antenna keingintahuan, antara lain:
Pertama,
banyak membaca Literatur/memahami teori. Kalaulah masalah
diartikan sebagai perbedaan antara normatif atau teori dengan kenyataan, maka mustahil
kita dapat mengetahui bahwa sesuatu itu masalah tanpa mengetahui normatif atau
teori yang terkait dengan hal itu. Literatur ini meliputi bacaan-bacaan tentang
teori, penelitian dan bermacam jenis dokumen (misalnya: biografi, Koran,
majalah dsb.) Menurut Anselm Strauss dan Juliet Corbin dalam Kurnia (2003:1): “
Literatur semacam ini bisa merangsang kita untuk melakukan penelitian melalui berbagai
jalan. Terkadang pustaka ini mngarahan kita ke suatu kajian yang relatif belum
begitu diperdalam dan bisa pula ke satu topik yang masih memerlukan suatu pengembangan.
Pada suatu ketika, dapat terlihat kontradiksi dalam kajian-kajian dan
tulisan-tulisaan yang terkumpul terssebut. Dengan adanya kontradiksi inii
terdapat kebutuuhan akan peelitian-penelitian yang lebih dapat mengatasi ketidakpastian.
Selain daripada itu dari bacaan kita tentang suatu persoalan dapat diketahui
perlu tidaknya pendapat baru untuk memecahkan masalah lama meski pernah
diteliti dengan baik. Selalu ada permasalahan tertentu beserta fenomenanya yang
sulit dipahami. Pada keadaan serupa ini, mungkin diperlukan beberapa penelitian
yang bisa digunakan untuk mereka ulang pemahaman kita. Demikian juga dengan
membaca literatur tanpa dinyana-nyana kita akan mendapatkan temuan-temuan yang
berseberangan dengan pengalaman kita. Ketidaksesuaian ini dapat mendorong kita
agar dapat melaksanakan satu penelitian. Bagaimanapun membaca, bisa memancing
rasa ingin tahu tentang suatu persoalan dengan seketika. Begitu kita
bertanya-tanya tanpa menjumpai jawaban, saat itulah permasalahan dapat kita
temukan”. Selain literatur teori ada pula literatur teknis biasanya dalam
bentuk petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petujuk teknis (juknis). Dari
literatur teknis ini kita bisa membandinggkan antara kenyataan di lapangan
dengan petunjuk yang bisa ditetapkan. Namun demikian, untuk petunjuk pun kita
dapat pula berlaku kritis dalam pengertian, apakah petunjuk tersebut sudah
sesuai dengan landasan teori yang ada atau belum.
Kedua,
pengalaman profesi. Menjadi
peneliti yang tangguh, idealnya tidak seperti kutu loncat. Melakukan penelitian
apa saja karena proyek pesanan boleh-boleh saja; tetapi setiap orang idealnya
harus mempunyai spesialisasi sendiri sehingga dengan spesialisasi tersebut
teridentifikasi secara jelas keahliannya. Dengan menggeluti secara
terus-menerus bidang spesialisasi tertentu, maka akan terlihat kedalaman hasil
penelitiannya yang pada akhirnya sang peneliti menjadi “expert” dan
“professional” di bidang spesialisasinya dalam konteks memahami masalah, dengan
melakukan penelitian secara terus menerus di dalam suatu bidang, maka akan
semakin dapat membuka wawasan terhadap berbagai masalah di bidang tersebut,
atau bisa juga akan lebih memperdalam masalah-masalah yang selama ini ada.
Dalam konteks ini, Anselm Strauss dan Julie Corbin dalam Kurnia (2003:4)
mengemukakan pula: “Pengalaman ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber kepekaan
teoritik juga. Dengan berperaktek beberapa tahun di lapangan, kita bisa
memperoleh pemahaman tentang bagaimana segala sesuatunya berlangsung dan
mengapa serta apa yang terjadi di dalamnya pada kondisi tertentu. Pengetahuan
ini sekalipun tersirat dapat digunakan dalam situasi penelitian. Sumber ini
memperlancar kita dalam memahami peristiwa dan tindakan yang terlihat dan
terdengar serta menelitinya secara lebih cepat dibanding jika tidak
memakainya”. ………. Semakin banyak pengalaman profesi, semakin banyak pula
landasan pengetahuan dan wawasan yang tersedia untuk melakukan penelitian. Di
sisi lain jenis pengalaman ini juga dapat menghambat kita dalam melihat sesuatu
yang telah menjadi rutinitas atau yang telah jelas”.
Ketiga,
Aktualitas (dengan membaca hasil penelitian orang lain) dan relevansi (mengetahui
apakah masalah itu mendesak untuk segera dilakukan). Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melihat apakah
sesuatu itu “masalah” atau bukan adalah aktualitas dan relevansinya dengan
masyarakat yang ada. Aktualitas, berkaitan pula dengan fungsi waktu dan
pengulangan. Bagi seseorang, masalah itu bisa saja dianggap aktual, padahal
bagi orang lain hal tersebut dianggap usang karena sudah banyak diteliti
sebelumnya. Untuk menghindarkan dari ketidakaktualan ini, maka prasyarat lain
yang diperlukan dalam memahami masalah adalah mengetahui hasil-hasil penelitian
orang lain. Di sini persoalannya bukan hanya sekedar sering atau tidaknya
membaca buku teks, tetapi sering atau tidaknya membaca jurnal hasil-hasil
penelitian. Sedangkan relevansi berkaitan dengan kegunaan penelitian, termasuk
di dalamnya argumentasi bahwa penelitian tersebut sangat mendesak untuk
dilakukan, sehingga apabila tidak segera, dikhawatirkan dapat membahayakan
kepentingan umum.
Demikian
sumbang saran singkat tentang Cara
Mengatasi Kesulitan dalam Menemukan Judul Penelitian dan Masalah Penelitian. Mudah-mudahan
ada manfaatnya.
Terimakasih informasinya. Salam kenal, saya dari situs pendidikan https://orangtuaidaman.com