Teori Belajar dan Pembelajaran. Teori merupakan serangkaian bagian atau
variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah
pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah.
Menurut Slavin dalam
Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang
berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar
merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling
terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Sedangkan menurut
Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian belajar adalah proses
yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills,
and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap
(attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa
bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Dengan
demikian belajar dapat
sdisimpulkan rangkaian kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya
berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan
pengalamannya.Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada
perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru
serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa
belajarnya belum sempurna.
Adapun yang dimaksud pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan wagner
dalam Udin S. Winataputra (2008) dalah serangkaian kegiatan yang dirancang
untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Sedangkan menurut UU
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkingan belajar.
Jadi
pembelajaran merupakan
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar,
sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
I. TEORI
DESKRIPTIF DAN TEORI PRESKRIPTIF
Menurut Bruner (dalam
Degeng,1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan
deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah
menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan
utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh
perhatian pada hubungan di antara variable-variabel yang menentukan hasil
belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang
mempengaruhi orang lain agar terjadi suatu proses belajar.
Teori pembelajaran
yang deskriptif menempatkan kondisi dan metode pembelajaran sebagai given, dan
memberikan hasil pembelajaran sebagai variable yang diamati. Atau, kondisi dan
metode pembelajaran sebagai variable bebas dan hasil pembelajaran sebagai
variable tergantung. Sedangkan teori pembelajran yang preskriptif, kondisi dan
hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given, dan metode yang optimal
ditempatkan sebagai variable yang diamati, atau metode pembelajaran sebagi
variable tergantung.
Teori preskriptif
adalah goal oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah
goal free (untuk memberikan hasil).Variabel yang diamati dalam pengembangan
teori-teori pembeajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk
mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran
deskriptif variable yang diamati adalah hasil sebagai efek dari interaksi
antara metode dan kondisi.
Hasil pembelajaran
yang diamati dalam pengembangan teori preskriptif adalah hasil pembelajaran
yang diinginkan (desired outcomes) yang telah ditetapkan lebih dulu, sedangkan
dalam pengembangan teori deskriptif, yang diamati adalah hasil pembelajaran
yang nyata (actual outcomes), hasil pembelajaran yang mungkin muncul, dan bisa
jadi bukan merupakan hasil pembelajaran yang diinginkan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa teori pembelajaran preskriptif berisi seperangkat preskripsi
guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan di bawah kondisi tettentu,
sedangkan teori pembelajarn deskriptif berisi deskripsi mengenai hasil
pembelajaran yang muncul sebagai akibat dari digunakannya metode tertentu di
bawah kondisi tertentu.
II. TEORI
BEHAVIORISTIK
Menurut teori
behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya
interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata
lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia
dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal
yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output
(keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara
stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan
respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang
dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang
penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain
yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon
akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan
dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting
diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan
terjadinya respon.
Tokoh-tokoh aliran
behavioristik diantaranya:
1. Thorndike
Menurut
thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan
perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud
konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat
diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut
Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia
menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia
tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu
penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar
atau belum karena tidak dapat diamati.
3. Clark Hull
Clark
Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah
laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab
itu, teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan
biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian
manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat
bermacam-macam bentuknya.
4. Edwin Guthrie
Demikian
juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia
mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, agar respon
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai
macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
5. Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep
lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar
secara lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang
individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek
mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat,
minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan
behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond)
menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan
Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons
menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin
kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu
pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan
pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan
yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara
Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan
akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning
menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan
Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah
satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning
menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F.
Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya :
3. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku
diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
4. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku
operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku
yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant
conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah
stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu,
namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical
conditioning.
4. Social Learning menurut
Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut
juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang
relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda
dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak
semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat
reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa
yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui
peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir
dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh
lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang
menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya
yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the
treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode
rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan
Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Dari beberapa tokoh
teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi
belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena
aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga
sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan
jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti
Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan
sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan)
disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. Teori ini
memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi
dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan
disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Berdasarkan
uraian di atas, Inti dari teori belajar behavioristik, adalah
a) Belajar adalah perubahan tingkah laku.
b) Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah
mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
c) Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa
respon .
d) sesuatu yang terjadi
diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting sebab tidak bisa diukur dan diamati.
e) Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan
respon.
f) Penguatan adalah faktor penting dalam belajar.
g) Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat
, demikian juga jika respon dikurangi maka respon juga menguat.
Aplikasi teori ini
dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas
“mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari
bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan
evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa
siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
III. TEORI
KOGNITIF
Berbeda dengan teori
behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian
dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.
Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan
lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks.
Prinsip
umum teori Belajar Kognitif, antara lain:
a. Lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil
b. DIsebut
model perseptual
c. Tingkah
laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya
d. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang nampak
e. Memisah-misahkan
atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran
menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan memperlajarinya secara
terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
f. Belajar
merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
g. Belajar
merupakan aktivitas yang melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks.
h. Dalam
praktek pembelajaran teori ini tampak pada
tahap-tahap perkembangan(J. Piaget), Advance organizer (Ausubel), Pemahaman
konsep (Bruner), Hierarki belajar (Gagne), Webteaching (Norman)
i. Dalam
kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
j. Materi
pelajaran disusun dengan pola dari
sederhana ke kompleks
k. Perbedaan
individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberhasilan
siswa belajar.
Beberapa pandangan
tentang teori kognitif, diantaranya:
1. Teori perkembangan Piaget
Piaget
merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas
mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur
seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat
pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu
yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker
atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara
kualitatif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti
tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara
asimilasi dan akomodasi).
Piaget
membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
a. Tahap
sensorimotorik (umur 0-2 tahun)
Ciri pokok perkembangan
berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi selangkah.
b. Tahap
preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada
tahap ini adalah penggunanaan symbol atau tanda bahasa, dan mulai berkembangnya
konsep-konsep intuitif.
c. Tahap
operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada
tahap ini adalah sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis,
dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
d. Tahap
operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada
tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan
pola berpikir “kemungkinan”.
Adapun beberapa
prinsip teori perkembangan Piaget,
adalah sebagai berikut:
1) Perkembangan
kognitif merupakan suatu proses gentik. Yaitu suatu perkembangan yang didasarkan
atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf
2) Semakin
bertambah umur maka semakin bertambah kompleks susunan syarafnya dan akan
meningkat pula kemampuannya. Daya pikir anak
yangb berbeda usia akan berbeda secara kualitatif
3) Proses
adaptasi mmepunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan yaitu akomidasi dan
asimilasi
4) Asimilasi
adalah proses perubahan apa yang di pahami seseuai denganstruktur kognitif.
(apabila individu menerima infomasi atau pengalaman baru maka informasi
tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang dipunyai)
5) Akomodasi
adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami (apabila
struktur kognitif yang sudah dimiliki harus disesuaikan dengan informasi yang
diterima).
6) Proses
belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan
ekuilibrasi (penyeimbangan)
7) Asimilasi
(proses penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki
individu), Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang
baru), Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi)
8) Seorang
anak sudah mempunyai prinsip pengurangan, ketika mempelajri pembagianmaka
terjadi prses intrgtasi antara pengurangan
(telah dikuasai)dan pembagian (info baru) inilah asimilasi.
9) Jika
anak diberi soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya anak
sudah dapat mengaplikasikan atau memakai
prinsip pembagian dalam situasi baru
10)Proses
penyesuaian antara ling luar dan struktur kognitif yang ada dlm dirinya disebut
ekuilibrasi
11)Proses
belajar akan mengikuti tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya
12)Tahap
sensorimotor (0-2 thn), preoperasional (2-8 thn), operasional konkret(8-11
thn), operasional formal (12-18 thn)
13)Hanya
dengan mengaktifkan pengetahuan dan pengalaman secara optimal asimilasi dan
akomodasi pengatahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget
dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak
berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar
dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak
hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar
sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya
diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
2. Teori belajar menurut Bruner
Dalam
memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut
Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun
materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang
tersebut.
Model
pemahaman dari konsep Bruner (dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa pembentukan
konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda
yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Menurutnya, pembelajaran yang
selama ini diberikan di sekolah banyak menekankan pada perkembangan kemampuan
analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir
intuitif sangat penting untuk mempelajari bidang sains, sebab setiap disiplin
mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum
seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep,
arti, dan hubungan, melalui proses intuitif dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan
(discovery learning).
Beberapa prinsip teori Bruner adalah:
1) Perkembangan
kognitif ditandai dengan adanya kemajuan menaggapi rangsang
2) Peningkatan
pengatahun bergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara
realistis
3) Perkembangan
intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau
pada orang lain
4) Interaksi
secara sistematis diperlukan antara pembimbing, guru dan anak untuk
perkembangan kognitifnya
5) Bahasa
adalah kunci perkembangan kognitif
6) Perkembangan
kognitif ditandai denfgan kecakapan untuk mengemukakan bebrapa alternatisf
secara simultan, memilih tindakan yang tepat.
7) Perkembangan
kognitif di bagi dalam tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic.
8) Enaktif
yaitu tahap jika seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk
emmahami lingkungan sekitaanya. (gigitan, sentuhan, pegangan)
9) Ikonik,
yaitu tahap seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar
dan visualisasi verbal (anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan
perbandingan
10)Simbolik
yaitu tahap seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang
sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.( anak belajar
melalui simbol bahasa, logika, matematika)
11)Model
pemahaman dan penemuan konsep
12)Cara
yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan memlalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai pada kesimpulan (discovery learning)
13)Siswa
diberi kekebasan untuk belajar
sendiri melalui aktivitas
menemukan (discovery)
3. Teori belajar bermakna Ausubel
Menurut
Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang
telah dimiliki siswa dalam bentuk strukur kognitif. Teori ini banyak memusatkan
perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru
merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Hakikat
belajar menurut teori kognitif merupakan suatu aktivitas belajar yang berkaitan
dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Atau
dengan kata lain, belajar merupakan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati atau diukur. Dengan asumsi bahwa
setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam
bentuk struktur kognitif yang dimilkinya. Proses belajar akan berjalan dengan
baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur
kognitif tang telah dimiliki seseorang.
Beberapa Prinsip Teori Ausubel adalah
1) Proses
belajar akan terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang tlah dimilikinya dengan
pengetahuan baru
2) Proses
belajar akan terjadi melalui tahap-tahap
memperhatikan stimulus, memamahi makna stimulus, menyimpan dan
menggunakan informasi yang sudah dipahami
3) Siswa
lebih ditekankan unuk berpikir secara deduktif
(konsep advance organizer)
Adapun
aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran :
a. Keterlibatan
siswa secara aktif amat dipentingkan
b. Untuk
meningkatkan minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan
pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
c. Materi
pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana
ke kompleks.
d. Perbedaan
individu pada siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi
keberhasilan belajar.
IV. TEORI
KONSTRUKTIVISTIK
Konstruktivistik
merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan
dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau
dengan kata lain teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar
menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun,
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa
sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih
kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
Pembentukan pengetahuan
menurut konstruktivistik memandang subyek untuk aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan
struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur
kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa
harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi.
Adapun tujuan dari teori ini dalah
sebagai berikut:
1. Adanya
motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih
menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Hakikat pembelajaran
konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa
pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna
serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan
perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Teori ini lebih
menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan
sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif
membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan berkembang
pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan
sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus.
Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan
pengetahuannya.
Unsur-unsur penting
dalam teori konstruktivistik:
1. Memperhatikan
dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
2. Pengalaman
belajar yang autentik dan bermakna
3. Adanya
lingkungan social yang kondusif
4. Adanya
dorongan agar siswa mandiri
5. Adanya
usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Secara garis besar,
prinsip-prinsip teori konstruktivistik adalah sebagai berikut:
1) Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri.
2) Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid
sendiri untuk menalar.
3) Murid
aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
4) Guru
sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.
5) Menghadapi
masalah yang relevan dengan siswa.
6) Struktur
pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
7) Mencari
dan menilai pendapat siswa.
8) Menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Proses belajar
konstrutivistik dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
1. Proses belajar konstruktivistik
Esensi
dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi
itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan
belajar mengajar.
2. Peranan siswa
Dalam
pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai
fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan pengetahuan
dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi serta
interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
3. Peranan guru
Guru
atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar
berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada
siswa tetapi guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang
setiap siswa dalam belajar.
4. Sarana belajar
Sarana
belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh
agar mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
5. Evaluasi hasil belajar
Evaluasi
merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan proses baik
individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui seberapa
besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa.
Aplikasi Teori
Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
a. Membebaskan
siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah
ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan
ide-idenya secara lebih bebas.
b. Menempatkan
siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian
memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
c. Guru
bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks,
dimana terjadi bermacam-macam pandangan
tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
d. Guru
mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya
merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan
tidak mudah dikelola.
Aplikasi Teori Konstruktivistik Dalam
Pembelajaran :
e. Membebaskan
siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah
ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan
ide-idenya secara lebih bebas.
f. Menempatkan
siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian
memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
g. Guru
bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks,
dimana terjadi bermacam-macam pandangan
tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
h. Guru
mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya
merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan
tidak mudah dikelola.
V. TEORI
HUMANISTIK
Menurut teori
humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik
sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori
humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu
sendiri serta lebih banyak berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam
bentuk yang paling ideal.
Faktor motivasi dan
pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori
humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal
tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman
diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.
Teori humanistik
bersifat sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori
belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia dan mencapai tujuan yang
diinginkan karena tidak dapat disangkal bahwa setiap teori mempunyai kelebihan
dan kekurangan.
Banyak tokoh penganut
aliran humanistik, diantaranya:
1. Kolb
Pandangan
Kolb tentang belajar dikenal dengan “Belajar Empat Tahap” yaitu:
a.
Tahap pandangan konkret
Pada
tahap ini seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu
kejadian sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran tentang hakikat dari
peristiwa tersebut,
b.
Tahap pemgamatan aktif dan reflektif
Tahap
ini seseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif
terhadap peristiwa yang dialaminya dan lebih berkembang.
c.
Tahap konseptualisasi
Pada
tahap ini seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu
teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek
perhatiannya dan cara berpikirnya menggunakan induktif.
d.
Tahap eksperimentasi aktif
Pada
tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau
aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya menggunakan deduktif.
2. Honey dan Mumford
Honey
dan Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau
golongan, yaitu:
a.
Kelompok aktivis
Yaitu
mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.
b.
Kelompok reflector
Yaitu
mereka yang mempunyai kecenderungan berlawanan dengan kelompok aktivis. Dalam
melakukan suatu tindakan kelompok ini sangat berhati-hati dan penuh
pertimbangan.
c.
Kelompok teoris
Yaitu
mereka yang memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis,
selalu berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.
d.
Kelompok pragmatis
Yaitu
mereka yang memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan
teori-teori, konsep-komsep, dalil-dalil, dan sebagainya.
3. Habermas
Menurut
Habernas, belajar baru akan tejadi jika ada interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu:
a.
Belajar teknis (technical learning)
Yaitu
belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara
benar.
b.
Belajar praktis (practical learning)
Yaitu
belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu
dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
c.
Belajar emansipatoris (emancipatory learning)
Yaitu
belajar yang menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan
kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan
lingkungan sosialnya.
4. Bloom dan Krathwohl
Bloom
dan Krathmohl lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh
individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar.
Tujuan belajarnya dikemukakan dengan sebutan Taksonomi Bloom, yaitu:
a.
Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu:
1)
Pengetahuan
2)
Pemahaman
3)
Aplikasi
4)
Analisis
5)
Sintesis
6)
Evaluasi
b.
Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1)
Peniruan
2)
Penggunaan
3)
Ketepatan
4)
Perangkaian
5)
Naturalisasi
c.
Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1)
Pengenalan
2)
Merespon
3)
Penghargaan
4)
Pengorganisasian
5)
Pengalaman
Teori humanistik akan
sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih
luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu
diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik
sering dikritik karena sulit diterapkan dalam konteks yang lebih praktis dan
dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi
dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit diterjemahkan ke dalam
langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun sumbangan teori ini amat
besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah
dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakikat
kejiwaan manusia.
Dalam praktiknya
teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan
pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar.
VI. TEORI
SIBERNETIK
Teori belajar
sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan
teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar adalah
pengolahan informasi. Proses belajar memang penting dalam teori ini, namun yang
lebih penting adalah system informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.
Asumsi lain adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk
segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat
ditentukan oleh sistem informasi.
Implementasi teori
sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh
dengan beberapa teori, diantaranya:
1. Teori pemrosesan informasi
Pada
teori ini, komponen pemrosesan informasi dibagi menjadi tiga berdasarkan
perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya. Ketiga
komponen itu adalah:
a.
Sensory Receptor (SR)
SR
merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
b.
Working Memory (WM)
WM
diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu.
Karakteristik WM adalah :
1) Memiliki kapasitas yang terbatas, kurang
dari 7 slot. Informasi yang didapat hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik
apabila tanpa adanya upaya pengulangan (rehearsal).
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang
berbeda dari stimulus aslinya baik dalam bentuk verbal, visua, ataupun
semantic, yang dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan
sadar mengendalikannya.
c.
Long Term Memory (LTM)
LTM
diasumsikan :
1) Berisi semua pengetahuan yang telah
dimilki oleh individu
2) Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3) Sekali informasi disimpan di dalam LTM ia
tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” hanya disebabkan oleh
kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
Asumsi yang mendasari teori pemrosesan
informasi
ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses
pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3)
pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)
perlakuan dan (8) umpan balik.
2. Teori belajar menurut Landa
Dalam
teori ini Landa membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu:
a.
Proses berpikir algoritmik
Yaitu
proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus,
menuju ke satu target tujuan tertentu.
b.
Proses berpikir heuristik
Yaitu
cara berpikir devergen yang menuju ke beberapa target tujuan sekaligus.
Menurut
Landa proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang
hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui cirri-cirinya.
Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur,
sedangkan materi pelajaran lainnya akanlebih tepat bila disajikan dalam bentuk
“terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir.
3. Teori belajar menurut Pask dan Scott
Menurut
Pask dan Scott ada dua macam cara berpikir, yaitu:
a.
Cara berpikir serialis
Cara
berpikir ini hampir sama dengan cara berpikir algoritmik. Yaitu berpikir
menggunakan cara setahap demi setahap atau linier.
b.
Cara berpikir menyeluruh atau wholist
Cara
berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah
sistem informasi atau mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju ke hal
yang lebih khusus.
Teori
belajar pengolahan informasi termasuk teori kognitif yang mengemukakan bahwa
belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan
merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori
kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk
mengurangi muatan memori kerja tersebut dapat diatur sesuai dengan:
a.
Kapabilitas belajar
b.
Peristiwa pembelajaran
c.
Pengorganisasian atau urutan pembelajaran
Tahap
sebernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan
pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses
belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi
yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi,
pemikir, dan pencipta. Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa manusia
merupakan makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan
informasi.
VII. TEORI
REVOLUSI SOSIOKULTURAL
Pembahasan pada teori
ini diarahkan pada hal-hal seperti teori belajar Piagetin dan teori belajar
Vygotsky. Berikut ini pembahasan tentang kedua teori tersebut.
1. Teori Belajar Piagetin
Menurut
Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan syaraf. Kegiatan
belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur
seseorang. Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses
mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi
dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman dan
persoalan. Untuk memperoleh keseimbangan atau equilibrasi, seseorang harus
melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Proses adaptasi terdiri dari asimilasi
dan akomodasi. Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari
luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya.sedangkan melalui
akomodasi siswa memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan
pengetahuan yang baru.
Teori
konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang
psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori
Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan
pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini.
Dilihat dari asal usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori
psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Dalam
proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan
social. Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya
terhadap lingkungan sosial.
Di
samping itu, dalam kegiatan belajar Piaget lebih mementingkan interaksi antara
siswa dengan kelompoknya. Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi
antara siswa dengan kelompok sebayanya dari pada dengan orang-orang yang lebih
dewasa. Pembenaran terhadap teori ini jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan
dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif revolusi-sosiokultural
yang sedang diupayakan saat ini.
2. Teori Belajar Vygotsky
Pandangan
yang mampu mengakomodasi teori revolusi-sosiokultural dalam teori belajar dan
pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran
seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya,
untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di
balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan
sadarnya, dari interaksi social yang dilatari oleh sejarah hidupnya.
Mekanisme
teori yang digunakan untuk menspesifikasi hubungan antara pendekatan
sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan pada tema mediasi semiotik,
yang artinya adalah tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang
terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam
pendekatan sosio-kultural dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses
mental.
Menurut
Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut
dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan
dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat
sekunder. Artinya, pengetahuan dan perkembangn kognitif individu berasal dari
sumber-sumber sosial di luar dirinya. Konsep-konsep penting teori sociogenesis
Vygotsky tentang perkembangan kognitif yang sesuai dengan
revolusi-sosiokultural dalam teori belajar dan pembelajaran adalah:
a.
Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut
Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumuh dan berkembang melewati dua
tataran, yaitu tataran sosial tempat orang-orang memebentuk lingkungan
sosialnya, dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan.
Pandang teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor
primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan
kognitif seseorang.
b.
Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Menurut
Vygotsky, perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua
tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan
tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut
kemampuan intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari
kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah
ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman
sebaya yang lebih kompeten, ini disebut kemampuan itermental. Jarak antara
keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan potensial ini disebut zona
perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai
fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada
proses pematangan. Gagasan Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini
mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci
yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen
atau saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat context
dependent atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai
fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
c.
Mediasi
Ada
dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif. Mediasi
metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk
melakukan regulasi diri, meliputi self planning, self-monitoring,
self-checking, dan self-evaluating. Sedangkan mediasi kognitif adalah
penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pengetahuan tertentu atau subject-domain problem serta berkaitan pula dengan
konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin
kebenarannya).
Pendekatan kognitif
dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian
berkembang ke dalam aliran konstruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya.
Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan
implikasi kontraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih
mencerminkan ideologi
VIII. TEORI
BELAJAR GESTALT
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan
arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa
obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang
terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure
and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan
dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan
suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure
dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan
terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa
unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang
pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa
sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek
yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction);
bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung
akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity);
bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana,
penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan
susunan simetris dan keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa
orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang
tidak lengkap.
Terdapat
empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari
dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku
dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar”
adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan,
mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku
“Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari
perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan
behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada,
sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya,
gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan
hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap
rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi
terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan
bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah
contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau
binatang tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu
rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan
sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang
dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi
teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman tilikan (insight);
bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses
pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu
kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan
tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan
makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan
pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan
alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya
memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive
behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi
akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan
tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika
peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu
peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space);
bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia
berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan
dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu
pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi
lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan
melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk
kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang
tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas
dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum
(generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
IX. TEORI
KECERDASAN GANDA
Kecerdasan adalah
suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang
dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu. Seseorang dikatakan cerdas bila ia
dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan mampu menghasilkan
sesuatu yang berharga atau berguna bagi dirinya maupun umat manusia. Howard
Gardner memperkenalkan hasil penelitiannya yang berkaitan dengan teori
kecerdasan ganda, yaitu teorinya tentang menghilangkan anggapan yang ada selama
ini tentang kecerdasan manusia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada
satupun kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan,
melainkan seluruh kecerdasan yang ada. Semua kecerdasan tersebut bekerja sama
sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya tentu
saja berbeda-beda pada masing-masing orang. Namun kecerdasan tersebut dapat
diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol
kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah. Berikut ini beberapa
kecerdasan manusia, yaitu:
1) Kecerdasan
verbal/Bahasa (verbal linguistic intelligence)
2) Kecerdasan
logika/matematik (logical mathematical intelligence)
3) Kecerdasan
visual/ruang (visual/spatial intelligence)
4) Kecerdasan
tubuh/gerak tubuh (body/kinesthic intelligence)
5) Kecerdasan
musical/ritmik (musical/rhythmic intelligence)
6) Kecerdasan
interpersonal (interpersonal intelligence)
7) Kecerdasan
intrapersonal (intrapersonal intelligence)
8) Kecerdasan
naturalis (naturalistic intelligence)
9) Kecerdasan
spiritual (spiritualist intelligence)
10) Kecerdasan
eksistensial (exsistensialist intelligence)
Pada dasarnya semua
orang memilki semua macam kecerdasan di atas, namun tentu saja tidak semuanya
berkembang atau dikembangkan pada tingkatan yang sama, sehingga tidak dapat
digunakan secara efektif. Pada umumnya satu kecerdasan lebih menonjol/kuat dari
pada yang lain. Tetapi tidak berarti bahwa hal itu bersifat permanen/tetap. Di
dalam diri manusia tersedia kemampuan untuk mengaktifkan semua kecerdasan
tersebut.
Para pakar kecerdasan
sebelum Gardner cenderung memberikan tekanan tehadap kecerdasan hanya terbatas
pada aspek kognitif, sehingga manusia telah tereduksi menjadi sekedar komponen
kognitif. Gardner melakukan hal yang berbeda, ia memandang manusia tidak hanya
sekedar komponen kognitif namun suatu keseluruhan. Melalui kecerdasan ganda (multiple
intelligence) ia berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari
sudut pandang kecerdasan. Tidak ada manusia yang sangat cerdas dan tidak cerdas
untuk seluruh aspek yang da pada dirinya. Yang ada adalah ada manusia yang
memilki kecerdasan tinggi pada salah satu kecerdasan yang dimilikinya.
Strategi pembelajaran
kecerdasan ganda betujuan agar semua potensi anak dapat berkembang. Strategi
dasar pembelajarannya dapat dimulai dengan:
1. Membangunkan/memicu kecerdasan
(awakening intelligence)
Yaitu
upaya untuk mengaktifkan indra dan menghidupkan kerja otak
2. Memperkuat kecerdasan (amplifying
intelligence)
Yaitu
dengan cara memberi latihan dan memperkuat kemampuan membangunkan kecerdasan
3. Mengajarkan dengan/untuk kecerdasan
(teaching for with intelligence)
Yaitu
upaya-upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan
kecerdasan manusia
4. Mentransfer kecerdasan (transferring
intelligence)
Yaitu
usaha untuk memanfaatkan berbagai cara yang telah dilatihkan di kelas untuk memahami
realitas di luar kelas atau pada lingkunga nyata
Sedangkan
kegiatan-kegiatannya dapat dilakukan dengan cara menyediakan studi tour,
biografi, pembelajaran teprogram, eksperimen, majalah dinding, serta membaca
buku-buku guna untuk mengembangkan kecerdasan ganda. Upaya untuk mengembangakan
siswa sendiri dapat berupa self monitoring dan konseling atau tutor sebaya akan
sangat efektif untuk mengembangkan kecerdasan ganda.
Beberapa Referensi
Anni, Catharina, Tri.
(2004). Psikologi Belajar. Semarang: Unnes Press
Abin
Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.
H, Djali. 2007. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
M, Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Muhibin, Syah. 2002. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sumanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Udin
S. Winataputra, dkk.
(2007). Teori Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka.
I think this blog is one of the best blogs . Through this blog gained a lot of new information about the educational issues that developed in Indonesia . This information really interesting and trustworthy . We are always waiting for the latest info other . We thank the admin who has posted the latest news
Artikelnya sangat menarik dan bermanfaat. Terima Kasih
Terimka kasih, gan, Posting agan sangat bermanfaat khusus untuk para guru dan siswa serta bagi institusi sekolah. Selamat dan sukses selalu.
Terimka kasih, gan, Posting agan sangat bermanfaat khusus untuk para guru dan siswa serta bagi institusi sekolah. Selamat dan sukses selalu.
Salam kenal gan, Posting agan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi guru.
minta list judul2 backsongnya dong...keren-keren eheheheh..serius
minta list backsongnya dong, keren-keren...serius
share judul2 backsongnya dong...keren, serius