TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Pengertian Teori Belajar
Humanistik
Teori Belajar Humanistik ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik
adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
=======================================
=======================================
Menurut teori belajar humanistik, proses
belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusi akan manusia itu
sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan
lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi,
dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan
isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri serta lebih banyak berbiacara
tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan,
serta tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal.
TEORI BELAJAR HUMANISTIK |
Dalam teori belajar
humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam
kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses
belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih
tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar
seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian..
Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Faktor motivasi dan
pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori
belajar humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat
dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar,
secara optimal.
Dalam teori belajar
humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori
belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,
bukan dari sudut pandang pengamatnya.(Uno, 2006: 13)
Selanjutnya Gagne dan Briggs
mengatakan bahwa pendekatan humanistik adalah pengembangan nilai-nilai dan
sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan pemerolehan pengetahuan yang
luas tentang sejarah, sastra, dan pengolahan strategi berpikir produktif
Pendekatan sistem bisa dapat di lakukan sehingga para peserta didik dapat
memilih suatu rencana pelajaran agar mereka dapat mencurahkan waktu mereka bagi
bermacam-macam tujuan belajar atau sejumlah pelajaran yang akan dipelajari atau
jenis-jenis pemecahan masalah dan aktifitas-aktifitas kreatif yang mungkin
dilakukan.pembatasan praktis dalam pemilihan hal-hal itu mungkin di tentukan
oleh keterbatasan bahan-bahan pelajaran dan keadaan tetapi dalam pendekatan
sistem itu sendiri tidak ada yang membatasi keanekaragaman pendidikan ini. (Uno,
2006: 13).
Tujuan utama para pendidik
adalah membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Jadi, teori belajar
humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana
memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
Teori belajar humanistik bersifat
sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar
dengan tujuan untuk memanusiakan manusia dan mencapai tujuan yang diinginkan
karena tidak dapat disangkal bahwa setiap teori mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
Tokoh-tokoh Teori Belajar Humanistik
Banyak tokoh penganut aliran
humanistik, diantaranya:
1. Carl Rogers
Carl R. Rogers dalam
Hadis (2006: 71) kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar.
Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa
belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan
intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori
belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta
didik.
Roger membedakan dua ciri
belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna.
Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek
pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna
terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi
tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat
terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui
dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses
belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses
belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru
dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan teori humanisme adalah
sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim
kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2)
membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk
memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar,
(4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima
pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana
adanya. (Hadis, 2006: 72)
2) Kolb
Pandangan Kolb
tentang belajar dikenal dengan “Belajar Empat Tahap” yaitu:
a. Tahap pandangan konkret
Pada
tahap ini seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu
kejadian sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran tentang hakikat dari
peristiwa tersebut,
b. Tahap pemgamatan aktif
dan reflektif
Tahap
ini seseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif
terhadap peristiwa yang dialaminya dan lebih berkembang.
c. Tahap konseptualisasi
Pada
tahap ini seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu
teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek
perhatiannya dan cara berpikirnya menggunakan induktif.
d. Tahap eksperimentasi
aktif
Pada
tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau
aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya menggunakan deduktif.
3) Honey dan Mumford
Honey dan Mumford
menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu:
a. Kelompok aktivis
Yaitu
mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.
b. Kelompok reflector
Yaitu
mereka yang mempunyai kecenderungan berlawanan dengan kelompok aktivis. Dalam
melakukan suatu tindakan kelompok ini sangat berhati-hati dan penuh
pertimbangan.
c. Kelompok teoris
Yaitu
mereka yang memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis,
selalu berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.
d. Kelompok pragmatis
Yaitu
mereka yang memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan
teori-teori, konsep-komsep, dalil-dalil, dan sebagainya.
4) Habermas
Menurut Habernas, belajar
baru akan tejadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Ia
membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu:
a. Belajar teknis (technical
learning)
Yaitu
belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara
benar.
b. Belajar praktis
(practical learning)
Yaitu
belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,
yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
c. Belajar emansipatoris
(emancipatory learning)
Yaitu
belajar yang menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan
kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan
lingkungan sosialnya.
4) Arthur Combs
Belajar terjadi bila
mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak
disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika
atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan
merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku
buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru
harus memahami perilaku peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsi
peserta didik tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus
berusaha merubah keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada.
Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya
disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada
materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si peserta
didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan
persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil)
yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin
jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya
terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan
diri, makin mudah hal itu terlupakan.
6). Bloom dan Krathwohl
Bloom
dan Krathmohl lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh
individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar.
Tujuan belajarnya dikemukakan dengan sebutan Taksonomi Bloom, yaitu:
a.
Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu:
1)
Pengetahuan
2)
Pemahaman
3)
Aplikasi
4)
Analisis
5)
Sintesis
6)
Evaluasi
b.
Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1)
Peniruan
2)
Penggunaan
3)
Ketepatan
4)
Perangkaian
5)
Naturalisasi
c.
Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1)
Pengenalan
2)
Merespon
3)
Penghargaan
4)
Pengorganisasian
5)
Pengalaman
Prinsip-prinsip Teori
Belajar Humanistik
Pendekatan humanistik
menganggap peserta didik sebagai a whole person atau orang sebagai
suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi
atau bahan ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik
mengembangkan diri mereka sebagai manusia.
Keyakinan tersebut telah
mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan metodologi pembelajaran yang
menekankan aspek humanistik pembelajaran. (Alwasilah, 1996: 23) Dalam
metodologi semacam itu, pengalaman peserta didik adalah yang terpenting dan
perkembangan kepribadian mereka serta penumbuhan perasaan positif dianggap
penting dalam pembelajaran mereka. Pendekatan humanistik mengutamakan peranan
peserta didik dan berorientasi pada kebutuhan. Menurut pendekatan ini, materi
atau bahan ajar harus dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan orang
secara utuh, bukan sekedar sebagai sesuatu yang intelektual semata-mata.
Seperti halnya guru, peserta didik adalah manusia yang mempunyai kebutuhan emosional,
spritual, maupun intelektual. Peserta didik hendaknya dapat membantu dirinya
dalam proses belajar mengajar. Peserta didik bukan sekedar penerima ilmu yang
pasif. (Purwo, 1989: 212)
Beberapa prinsip Teori
belajar Humanistik:
1. Manusia
mempunyai belajar alami
2. Belajar
signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi
dengan maksud tertentu
3. Belajar
yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
5. Bila
bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
6. Belajar
yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya
7. Belajar
lancer jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
8. Belajar
yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
9. Kepercayaan
pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
10. Belajar
sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari
teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting
yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa
ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk
mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih
bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik, (3)
belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar
secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang
belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar
atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun
perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan
kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang
lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)
Aplikasi Teori Belajar
Humanistik
Aplikasi teori humanistik
lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta
didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.(Sumanto, 1998: 235)
Peserta didik berperan
sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih
kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya
dilalui adalah :
1. Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan
partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas ,
jujur dan positif.
3. Mendorong peserta
didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas
inisiatif sendiri
4. Mendorong
peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri
5. Peserta didik
di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan.
6. Guru menerima
peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak
menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab
atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik. (Mulyati,
2005: 182)
Pembelajaran berdasarkan
teori humanistik ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah
peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik
diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau
etika yang berlaku.
Implikasi Teori Belajar
Humanistik
Penerapan teori humanistik
lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta
didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan
sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
Psikologi humanistik memberi
perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk
memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
2. Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai
adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba
mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah
dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan
dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan
oleh kelompok.
6. Di dalam
menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi
dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca
penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan
sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil
prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil
secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik
9. Dia harus tetap
waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam
dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan
sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan
menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
Ciri-ciri guru yang
fasilitatif adalah :
1. Merespon
perasaan peserta didik
2. Menggunakan
ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog
dan berdiskusi dengan peserta didik
4. Menghargai
peserta didik
5. Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi
kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera
dari peserta didik)
7. Tersenyum pada
peserta didik. (Syaodih, 2007: 152)
Guru-guru cenderung
berpendapat bahwa pendidikan adalah pewaris kebudayaan, pertanggungan jawaban
sosial dan bahan pembelajaran yang khusus, mereka percaya bahwa masalah ini
tidak dapat di serahkan begitu saja kepada peserta didik.
Teori belajar humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami
arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun
dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai
tujuannya. Meskipun teori humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan
dalam konteks yang lebih praktis dan dianggap lebih dekat dengan bidang
filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan,
sehingga sulit diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan
praktis. Namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep,
taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para
pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Dakir, Dasar-dasar
Psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
Darsono, Max. Belajar
dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2001.
F., Azies dan A. Chaedar
Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif; Teori dan Praktek. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 1996.
Hadis, Abdul. Psikologi
Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.
Mulyati, Psikologi
Belajar. Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2005.
Purwo, Bambang Kaswanti.
(ed.).PELLBA 2: Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya. Jakarta: Lembaga
Bahasa Unika Atma Jaya. 1989.
Soemanto, Wasty. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998.
Sudrajat, Ahkmad. Media
Pembelajaran. Artikel. Diakses di http://ahkmadsudrajat.
wordpress. com /bahan-ajar/media-pembelajaran.
Sukmadinata, dan Nana
Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet. IV, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Suprobo, Novina. Teori
Belajar Humanistik. Diakses di http://novinasuprobo.
wordpress. com /2008/06/15/teori-belajar-humanistik
Uno, Hamzah B. Orientasi
Baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi aksara, 2006
Terimakasih telah menjadi inspirasi dan referensi bagi kami
https://www.dasarguru.com/teori-belajar-humanistik-dan-penerapannya/
Salam Hormat,