TEORI BELAJAR SIBERNETIK
Teori belajar sibernetik
merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar
adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan
teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses
belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi
adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa .
Asumsi lain dari teori
sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk
segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat
ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh
seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin
akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen
pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk
membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara
memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami
stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi. Proses pengolahan
informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan
berfungsinya memory. Model proses pengolahan informasi memandang memori manusia
seperti komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelola dan
mengubahnya dalam bentuk dan isi, kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali
informasi pada saat dibutuhkan.
Dalam upaya menjelaskan
bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan, dan
dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah
dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh Snowman (1986);
Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada
asumsi:
a. Bahwa
antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi
dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu tertentu.
b. Stimulus
yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk
ataupun isinya.
c. Salah
satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas (Budiningsih, 2005: 82)
Berdasarkan ketiga asumsi
tersebut, dikembangkan teori tentang komponen struktural dan pengatur alur
pemrosesan informasi (proses kontrol) antara lain:
a) Sensory
Receptor (SR)
Sensory
Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
Didalam SR informasi ditangkap dalam bentuk asli, informasi hanya dapat
bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu
atau berganti.
b) Working
Memory (WM)
Working
Memory(WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberikan perhatian
(attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran
persepsi. Karakter WM adalah bahwa:
1)
Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi didalamnya
hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa pengulangan.
2)
Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
c) Long
Term Memory (LTM)
Long
Term Memory (LTM) diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki
oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali
informasi disimpan dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Persoalan “lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan
memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika informasi
ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan pemunculan
kembali informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa
informasi disimpan didalam LTM dalam dalam bentuk prototipe, yaitu suatu
struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi sebagai
kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain,
Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses penyimpanan informasi merupakan
proses mengasimilasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang dimiliki, yang
selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan (Budiningsih, 2005: 84).
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang
relatif baru dibandingkan dengan teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya.
Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Proses belajar memang
penting dalam teori ini, namun yang lebih penting adalah system informasi yang
diproses yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain adalah bahwa tidak ada satu
proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua
siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran
telah dikembangkan oleh beberapa tokoh dengan beberapa teori, diantaranya:
1. Teori pemrosesan informasi
Pada teori ini, komponen pemrosesan
informasi dibagi menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk
informasi, serta proses terjadinya. Ketiga komponen itu adalah:
a. Sensory Receptor (SR)
SR merupakan sel tempat pertama kali
informasi diterima dari luar.
b. Working Memory (WM)
WM diasumsikan mampu menangkap informasi
yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah :
1) Memiliki kapasitas yang terbatas, kurang
dari 7 slot. Informasi yang didapat hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik
apabila tanpa adanya upaya pengulangan (rehearsal).
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk
yang berbeda dari stimulus aslinya baik dalam bentuk verbal, visua, ataupun
semantic, yang dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan
sadar mengendalikannya.
c. Long Term Memory (LTM)
LTM diasumsikan :
1) Berisi semua pengetahuan yang telah
dimilki oleh individu
2) Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3) Sekali informasi disimpan di dalam LTM
ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” hanya disebabkan
oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran
meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4)
penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan
balik.
2. Teori belajar menurut Landa
Dalam teori ini Landa membedakan ada dua
macam proses berpikir, yaitu:
a. Proses berpikir algoritmik
Yaitu proses berpikir yang sistematis,
tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus, menuju ke satu target tujuan
tertentu.
b. Proses berpikir heuristik
Yaitu cara berpikir devergen yang menuju ke
beberapa target tujuan sekaligus.
Menurut Landa proses belajar akan berjalan dengan baik
jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak
dipecahkan diketahui cirri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat
disajikan dalam urutan yang teratur, sedangkan materi pelajaran lainnya
akanlebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan
kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir.
3. Teori belajar menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott ada dua macam cara
berpikir, yaitu:
a. Cara berpikir serialis
Cara berpikir ini hampir sama dengan cara
berpikir algoritmik. Yaitu berpikir menggunakan cara setahap demi setahap atau
linier.
b. Cara berpikir menyeluruh atau wholist
Cara berpikir yang cenderung melompat ke
depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi atau mempelajari
sesuatu dari yang paling umum menuju ke hal yang lebih khusus.
Teori belajar pengolahan informasi termasuk
teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang
tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang
terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas
yang terbatas. Menurut Gagne, untuk mengurangi muatan memori kerja tersebut
dapat diatur sesuai dengan:
a. Kapabilitas belajar
b. Peristiwa pembelajaran
c. Pengorganisasian atau urutan pembelajaran
Tahap sebernetik sebagai teori belajar
sering kali dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan
dipelajari, sementara itu bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri
individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Teori ini
memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta.
Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu
mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Terimakasih infonya.. Sangat bermanfaat. Kunjungi juga blog belajar bahasa inggris online gratis kami ya...