PENGERTIAN DAN CIRI GURU YANG PROFESIONAL

Pengertian dan Ciri Guru yang Profesional
Pengertian dan Ciri Guru yang Profesional

Pengertian dan Ciri Guru yang Profesional. Untuk memperbaiki kualitas pendidikan, pemerintah telah memberikan perhatian khusus dengan merumuskan sebuah Undang-Undang yang mengatur profesi guru dan dosen. Dalam pembahasan rancangan Undang-Undang ini (hingga disahkan pada 6 Desember 2005) tersirat keinginan Pemerintah untuk memperbaiki wajah suram nasib guru dari sisi kesejahteraan dan profesionalisme. Jumlah guru di Indonesia saat ini 2,2 juta orang, dan hanya sebagian kecil guru dari sekolah negeri dan sekolah elit yang hidup berkecukupan. Mengandalkan penghasilan dan profesi guru, jauh dari cukup sehingga tidak sedikit guru yang mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sertifikasi kompetensi guru sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang ini menyisakan persoalan sebagaimana disampaikan Mendiknas pada media masa pada saat pengesahan Undang-Undang ini, antara lain kesepahaman akan ukuran uji kompetensi guru. Sejak awal gagasan pembuatan RUU Guru dan Dosen dilatarbelakangi oleh komitmen bersama untuk mengangkat martabat guru dalam memajukan pendidikan nasional, dan menjadikan profesi ini menjadi pilihan utama bagi generasi guru berikutnya (Situmorang dan Budyanto 2005:1).

Guru, peserta didik, dan kurikulum merupakan tiga komponen utama pendidikan. Ketiga komponen ini saling terkait dan saling mempengaruhi, serta tidak dapat dipisahkan antara satu komponen dengan komponen yang lainnya. Dari ketiga komponen tersebut, faktor gurulah yang dinilai sebagai satu faktor yang paling penting dan strategis, karena di tangan para gurulah proses belajar dan mengajar dilaksanakan, baik di dalam dan di luar sekolah dengan menggunakan bahan ajar, baik yang terdapat di dalam kurikulum nasional maupun kurikulum lokal.

Untuk melaksanakan proses belajar dan mengajar secara efektif, guru harus memiliki kemampuan profesionalisme yang dapat dihandalkan. Kemampuan profesionalisme yang handal tersebut tidak dibawa sejak lahir oleh calon guru, tetapi harus dibangun, dibentuk, dipupuk dan dikembangkan melalui satu proses, strategi, kebijakan dan program yang tepat. Proses, strategi, kebijakan, dan program pembinaan guru di masa lalu perlu dirumuskan kembali (Suparlan 2006:1).

Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) para anggotanya. Artinya pekerjaan itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Profesional menunjuk pada dua hal, yaitu (1) orang yang menyandang profesi, (2) penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya (seperti misalnya dokter).

Terkait Pengertian Guru yang Profesional, Makmum (1996: 82) menyatakan bahwa  teacher performance  diartikan kinerja guru atau hasil kerja atau penampilan kerja. Secara konseptual dan umum penampilan kerja guru itu mencakup aspek-aspek; (1) kemampuan profesional, (2) kemampuan sosial, dan (3) kemampuan personal.

James M. Cooper, dalam tulisannya bertajuk “ The teachers as a Decision Maker”, mengawali dengan satu pertanyaan menggelitik “ what is teacher?”. Cooper menjawab pertanyaan itu dengan menjelaskan tetang guru dari aspek pelaksanaan tugasnya sebagai tenaga profesional. Demikian pula, Dedi Supriadi dalam bukunya yang bertajuk “Mengangkat Citra dan Martabat Guru” telah menjelaskan (secara amat jelas) tentang makna profesi, profesional, profesionalisme, dan profesionalitas sebagai berikut ini  Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan itu. Misalnya, guru sebagai profesi yang amat mulia.  Profesional menunjuk dua hal, yakni orangnya dan kinerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Sebagai contoh, seorang profesional muda, atau dia bekerja secara profesional.  Profesionalisme  menunjuk kepada derajat atau tingkat kinerja seseorang sebagai seorang profesional dalam melaksanakan profesi yang mulia itu.

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa “ Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan tulisan dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.

Sebagai tenaga profesional, guru memang dikenal sebagai salah satu jenis dari sekian banyak pekerjaan ( occupation ) yang memerlukan bidang keahlian khusus, seperti dokter, insinyur, dan bidang pekerjaan lain yang memerlukan bidang keahlian yang lebih spesifik. Dalam dunia yang sedemikian maju, semua bidang pekerjaan memerlukan adanya spesialisasi, yang ditandai dengan adanya standar kompetensi tertentu, termasuk guru.

Guru merupakan tenaga profesional dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Westby-Gybson (1965), Soerjadi (2001:1-2) menyebutkan beberapa persyaratan suatu pekerjaan disebut sebagai profesi.  Pertama , adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah mengenai bidang layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan karena keahlian tertentu dengan kualifikasi tertentu yang berbeda dengan profesi lain.  Kedua, bidang ilmu yang menjadi landasan teknik dan prosedur kerja yang unik. Ketiga, memerlukan persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang mengerjakan pekerjaan profesional tersebut.  Keempat, memiliki mekanisme yang diperlukan untuk melakukan seleksi secara efektif, sehingga yang dianggap kompetitiflah yang diperbolehkan dalam melaksanakan bidang pekerjaan tersebut.  Kelima, memiliki organisasi profesi yang, di samping melindungi kepentingan anggotanya, juga berfungsi untuk meyakinkan agar para anggotannya menyelenggarakan layanan keahlian yang terbaik yang dapat diberikan (Suparlan,  2004:2).

Profesionalisme guru didukung oleh tiga hal, yakni (1) keahlian, (2) komitmen, dan (3) keterampilan (Supriadi 1998:96). Untuk dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, pemerintah sejak lama telah berupaya untuk merumuskan perangkat standar komptensi guru. Dapat dianalogikan dengan pentingnya hakim dan Undang-Undang, yang menyatakan bahwa, ‘berilah aku hakim dan jaksa yang baik, yang dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun akan dapat dihasilkan keputusan yang baik’, maka kaidah itu dapat  dianalogikan dengan pentingnya guru, yakni dengan ungkapan bijak ‘berilah aku guru yang baik, dan dengan kurikulum yang kurang baik sekali pun aku akan dapat menghasilkan peserta didik yang baik’. Artinya, bahwa aspek kualitas hakim dan jaksa masih jauh lebih penting dibandingkan dengan aspek undang-undangnya. Hal yang sama, aspek guru masih lebih penting dibandingkan aspek kurikulum. Sama dengan manusia dengan senjatanya, yang terpenting adalah manusianya, ‘man behind the gun ’. 

Untuk menggambarkan Ciri Guru yang Profesional, Supriadi mengutip laporan dari Jurnal  Educational Leadership edisi Maret 1993, bahwa guru profesional dituntut memiliki lima hal.  Pertama , guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa. Kedua , guru menguasai secara mendalam bahan/materi pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.  Ketiga , guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar.  Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya.  Kelima, guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya di PGRI dan organisasi profesi lainnya. Apabila kelima hal tersebut dapat dimiliki oleh guru, maka guru tersebut dapat disebut sebagai tenaga dan pendidik yang benar-benar profesional dalam menjalankan tugasnya (Supriadi 2003:14).

Sedangkan Johnson (dalam Sanusi, 1991:36) menyatakan bahwa Ciri Guru yang Profesional adalah memiliki (1) kemampuan profesional mencakup: (a) penguasaan materi pelajaran, (b) penguasaan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, dan (c) penguasaan proses-proses pendidikan. (2) kemampuan sosial mencakup: kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. (3) kemampuan personal (pribadi) yang beraspek afektif mencakup: (a) penampilan sikap positif terhadap keseluruhan tugas sebagai guru, (b)  pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, dan (c) penampilan untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan keteladanan bagi peserta didik.





= Baca Juga =



Post a Comment

Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem

Previous Post Next Post


































Free site counter


































Free site counter