Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS
Salah satu model pembelajaran yang didasarkan pada pandangan kontruktivisme adalah pembelajaran kooperatif. Menurut Kagan (2000:1), belajar kooperatif adalah suatu istilah yang digunakan dalam prosedur pembelajaran interaktif, dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan berbagai masalah. Setiap siswa tidak hanya menyelesaikan tugas individunya, tetapi juga berkewajiban membantu tugas teman kelompoknya, sampai semua anggota kelompok memahami suatu konsep.

Sementara itu, Johnson & Johnson dalam Kagan (2000:1) mengemukakan pendapat bahwa belajar kooperatif adalah strategi belajar yang menggunakan kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok dengan siswa dari tingkat kemampuan berbeda, menggunakan aktivitas belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadqap suatu konsep. konsep. 

Tujuan akhir yang ingin dikembangkan dari pembelajaran kooperatif adalah mengoptimalkan kompetensi individu menjadi kompetensi kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran bersama, hal ini memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, sebagai fondasi yang baik untuk meningkatkan prestasi siswa

Adapun kelelihan model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1)   memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep sendiri dan cara memecahkan masalah,
2)   memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya,
3)   membiasakan siswa untuk bersikap terbuka namun tegas,
4)   meningkatkan motivasi belajar siswa,
5)   membantu guru dalam pencapaian tujuan pembelajar. Kare4na langkah-langkah pembelajaran kooperatif mudah diterapkan di sekolah,
6)   mendorong motivasi guru untuk menciptakan media pengajaran, karena media begitu penting dalam pembelajaran kooperatif.

Sedangan kelemahan model pembelajaran kooperatif adalah  diperlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan diskusi, seperti belajar kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya   diskusi, sehingga siswa yang kurang pandai kurang kesempatan untuk   mengeluarkan pendapatnya, yang tidak terbiasa dengan belajar. Selian itu dalam penerapan model pembelajaran kooperatif, kelompok yang merasa asing dan sulit untuk bekerja sama.

Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips
Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris yang berarti berbicara, sedangkan chips yang berarti kartu. Jadi arti talking chips adalah kartu untuk berbicara. Sedangkan talking chips dalam pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang, masing-masing anggota kelompok membawa sejumlah kartu yang berfungsi untuk menandai apabila mereka telah berpendapat dengan memasukkan kartu tersebut ke atas meja. Model pembelajaran talking chips atau kancing gemerincing merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan pada prosedur pelaksanaan pembelajarannya, Lie (2002: 14) membedakan pembelajaran kooperatif dalam beberapa tipe, yaitu make a match (mencari pasangan), Think–Fair–Share (berpikir - berpasangan - berbagi), bertukar pasangan, berkirim salam dan soal, numbered heads together (kepala bernomor), two stay two stray (dua tamu dua tinggal), talking chips (kartu berbicara), roundtable (meja bundar), inside–outside–circle (lingkaran besar lingkaran kecil), paired storytelling (berbicara berpasangan), three steps interview (tiga tahap wawancara), dan jigsaw.
Pembelajar kooperatif tipe talking chips pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Dalam kegiatan talking chips, masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontruksi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Sebagaimana dinyatakan Masitoh dan Laksmi Dewi dalam bukunya Strategi Pembelajar (2009:244) model pembelajaran talking chips merupakan model pemelajaran kancing gemerincing yang dikembangkan oleh Spender Kagan (1992).
Dalam pelaksanaan talking chips setiap anggota kelompok diberi sejumlah kartu atau “chips” (biasanya dua sampai tiga kartu). Setiap kali salah seorang anggota kelompok menyampaikan pendapat dalam diskusi, ia harus meletakan satu kartunya ditengah kelompok. Setiap anggota diperkenankan menambah pendapatnya sampai semua kartu yang dimilikinya habis. Jika kartu yang dimilikinya habis, ia tidak boleh berbicara lagi sampai semua anggota kelomoknya juga menghabiskan semua kartu mereka. Jika semua kartu telah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesempatan untuk membagi-bagi kartu lagi dan diskusi dapat diteruskan kembali (Kagan, 2000 : 47).
Dengan demikian dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe Talking Chips: (1) siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-6 orang perkelompok. (2) kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah atau materi pelajaran. ( 3 ) Setiap kelompok diberi 4-5 kartu yang digunakan untuk siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Disamping itu, penerapan model pembelajaran kooperatif teknik talking chips merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented), dimana model pembelajaran ini sesuai menempati posisi sentral sebagai subyek belajar melalui aktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri.
Secara sederhana, penggunaan kartu dapat diganti oleh benda-benda kecil lainnya yang dapat menarik perhatian siswa, misalnya kancing, kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok es krim, dan lain-lain. Karena benda-benda tersebut berbunyi gemerincing, maka istilah untuk talking chips dapat disebut juga dengan “kancing gemerincing” (Lie, 2002 : 63).   
Model pembelajaran talking chips dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik. Kegiatan kancing gemerincing membutuhkan pengelompokan siswa menjadi beberapa kelompok. Teknik ini dapat memberikan kontribusi siswa secara merata. Teknik ini dapat digunakan untuk berdiskusi, mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain ataupun untuk saling mengevaluasi hapalan. Teknik kancing gemerincing dirancang untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya juga ada anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan.
Dengan menerapkan teknik talking chip ini dalam proses pembelajaran, diharapkan semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk aktif dalam mengemukakan pendapat sehingga terjadi pemerataan kesempatan dalam pembagian tugas kelompok. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lie bahwa “dalam kegiatan kancing gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi mereka serta mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain.
Menurut Sonia dalam  “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain, Talking chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu; proses sosial dan proses dalam penguasaan materi. Proses sosial berperan penting dalam talking chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun pengetahuan mereka di dalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya. Para siswa belajar untuk berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang mereka pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.
Talking Chips mempunyai tujuan tidak hanya sekedar penguasaan bahan pelajaran, tetapi adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Hal ini menjadi ciri khas dalam pembelajaran kooperatif. Disamping itu, talking chips merupakan metode pembelajaran secara kelompok, maka kelompok merupakan tempat untuk mencapai tujuan sehingga kelompok harus mampu membuat siswa untuk belajar. Dengan demikian semua anggota kelompok harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Selain dengan kelompoknya, siswa juga dapat berinteraksi dengan anggota kelompok lain sehingga tercipta kondisi saling ketergantungan positif di dalam kelas mereka pada waktu yang sama. Proses penguasaan materi berjalan karena para siswa dituntut untuk dapat menguasai materi

Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tife Talking Chips
Menurut Masitoh dan Laksmi Dewi. (2009:244), terdapat lima langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tife Talking Chips, yaitu: 1) Guru menyiapkan kotak kecil yang berisikan kancing-kancing. 2) Setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing 3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat ide harus menyerahkan salah satu kancingnya;  4) Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka. 5) Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali

Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tife Talking Chips
Dalam pembelajaran kooperatif model talking chips masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain dalam kelompoknya. Keunggulan lain dari model ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok kooperatif yang lain sering ada anggota yang selalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, ada juga anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan selalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Model pembelajaran talking chips memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berperan serta.

Sedangkan kelemahan dalam model pembelajaran talking chips diantaranya: 1) tidak semua konsep dapat mengungkapkan model talking hips, disinilah tingkat profesionalitas seorang guru dapat dinilai. 2) pengelolaan waktu saat persiapan dan pelaksanaan perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama dalam proses pembentukan pengetahuan siswa. 3) pembelajaran model talking chips memerlukan persiapan yang cukup sulitm, 4) guru dituntut untuk dapat mengawasi setiap siswa yang ada di kelas, oleh karena itu cukup sulit dilakukan terutama jika jumlah siswa dalam kelas terlalu banyak..    
===============================











= Baca Juga =



7 Comments

Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem

Previous Post Next Post


































Free site counter


































Free site counter