Deep Learning yang sering disebut sebagai model pembelajaran, akhir-akhir ini menjadi terkenal setelah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengungkapkan akan menerapkan Deep Learning dalam proses pembelajaran di pendidikan dasar dan menengah. Gagasan ini mengundang perhatian banyak pihak, karena disebut-disebut akan menggantikan kurikulum Merdeka.
Apa
Pengertian Deep Learning? Berikut ini pengertian Deep Learning menurut beberapa
ahli pendidikan
1.
Fullan, Langworthy, dan Barber (2014)
Dalam karya mereka
tentang transformasi pendidikan, Deep Learning didefinisikan sebagai: "Deep Learning in education is the
process of acquiring knowledge in a way that students can apply critical
thinking, creativity, and problem-solving skills to real-world
challenges." (Deep Learning dalam pendidikan adalah proses memperoleh
pengetahuan di mana siswa dapat menerapkan pemikiran kritis, kreativitas, dan
keterampilan pemecahan masalah pada tantangan dunia nyata.)
2.
Marton dan Säljö (1976)
Peneliti pendidikan
ini memperkenalkan konsep Deep Learning sebagai: "An approach where students seek to understand meaning and engage
in learning at a conceptual level rather than rote memorization." (Pendekatan
di mana siswa berupaya memahami makna dan belajar pada tingkat konseptual
daripada sekadar menghafal.)
3.
Barbara Oakley (2014)
Dalam bukunya A Mind
for Numbers, Oakley mendeskripsikan: "Deep
Learning involves the ability to form strong mental models of concepts through
deliberate practice, spaced repetition, and connections between ideas." (Deep
Learning melibatkan kemampuan membentuk model mental yang kuat melalui latihan
yang disengaja, pengulangan berkala, dan hubungan antar gagasan.)
4.
Hattie dan Donoghue (2016), mendefinisikan Deep Learning sebagai: "The process where learners develop a
deep understanding of content, which enables them to transfer knowledge to new
contexts and adapt it creatively." (Proses di mana peserta didik
mengembangkan pemahaman mendalam terhadap konten, yang memungkinkan mereka
mentransfer pengetahuan ke konteks baru dan mengadaptasinya secara kreatif.)
5.
Bransford, Brown, dan Cocking (2000) dalam karya How People Learn, mereka
menjelaskan: "Deep Learning is the
process of connecting new knowledge to prior understanding and applying this
knowledge in meaningful ways to solve problems." (Deep Learning adalah
proses menghubungkan pengetahuan baru dengan pemahaman sebelumnya dan
menerapkan pengetahuan ini secara bermakna untuk memecahkan masalah.)
Pengertian
di atas menekankan bagaimana Deep Learning dalam pendidikan tidak hanya
berfokus pada pemahaman materi secara mendalam, tetapi juga bagaimana siswa
dapat mengaitkan, menerapkan, dan mengembangkan pengetahuan mereka untuk
menghadapi tantangan dunia nyata.
Pendapat
di atas sejalan pengan pernyataan Mendikdasmen Abdul Mu’ti, bahwa Deep Learning
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memperhatikan tiga
elemen utama:
1.
Mindful Learning (Pembelajaran Sadar): Menyadari bahwa setiap siswa memiliki
latar belakang dan kebutuhan yang berbeda- beda.
2.
Meaningful Learning (Pembelajaran Bermakna): Membantu siswa berpikir kritis dan
terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
3.
Joyful Learning (Pembelajaran Menyenangkan): Menciptakan pengalaman belajar
yang menyenangkan sehingga siswa merasa lebih termotivasi dan puas.
Abdul
Mu’ti menjelaskan bahwa pendekatan ini bertujuan untuk membuat siswa lebih
terlibat dalam proses belajar, bukan hanya sekadar menghafal informasi. Dalam
Deep Learning, siswa diminta untuk menghubungkan pelajaran dengan kehidupan
nyata dan berpikir lebih kritis mengenai materi yang diajarkan.
Mari
kita pahami apa yang dimaksud Mindful
Learning, Meaningful Learning,
dan Joyful Learning?
A. Mindful Learning
Mindful Learning adalah pendekatan
pembelajaran yang melibatkan kesadaran penuh (mindfulness) terhadap proses
belajar itu sendiri. Konsep ini menekankan kehadiran mental, fleksibilitas
kognitif, dan perhatian penuh terhadap apa yang sedang dipelajari serta
bagaimana siswa belajar. Berbeda dengan pembelajaran otomatis atau hafalan,
Mindful Learning menekankan pemahaman yang lebih mendalam dan terbuka terhadap
berbagai perspektif.
Menurut
Ellen Langer (1989), seorang psikolog yang mempelopori konsep ini: "Mindful Learning is the process of
actively drawing distinctions, considering multiple perspectives, and being
fully engaged in the present moment while learning."
Dalam
Mindful Learning, siswa didorong untuk tidak hanya menerima informasi secara
pasif, tetapi juga mempertanyakan, menggali, dan menghubungkan materi dengan
konteks yang relevan.
Ada
beberapa Prinsip-Prinsip Mindful Learning, yakni a) Kesadaran terhadap Konteks:
Menyadari bahwa informasi dan konsep bergantung pada konteks yang dapat
berubah; b) Fleksibilitas: Tidak terikat oleh cara berpikir yang kaku dan
terbuka terhadap pendekatan atau jawaban baru; c) Melibatkan Perspektif
Beragam: Memahami bahwa ada berbagai cara untuk memandang suatu masalah; d) Menghargai
Proses Belajar: Fokus pada proses belajar, bukan hanya pada hasil akhir; e) Menjadi
Hadir Sepenuhnya: Fokus pada tugas atau materi yang sedang dipelajari tanpa
gangguan mental.
Salah
Contoh Penerapan Mindful Learning dalam Pembelajaran melalui Pembelajaran
Interaktif dengan Pertanyaan Terbuka. Mislanya guru memberikan pertanyaan yang
mendorong siswa untuk mengeksplorasi berbagai jawaban dan perspektif. "Bagaimana
cara lain untuk menyelesaikan masalah ini?" atau "Apa pendapat kalian
tentang hasil yang berbeda?" Ini membantu siswa berpikir fleksibel dan
tidak terpaku pada satu jawaban saja.
Contoh
lain mislnya melalui Refleksi dan Jurnal Pembelajaran. Dalam cara ini Siswa
diminta menulis jurnal refleksi setelah setiap sesi pembelajaran, menjelaskan
apa yang mereka pelajari, bagaimana perasaan mereka selama proses belajar, dan
bagaimana materi tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
Selain
dua contoh di atas, contoh lain menerapakan Mindful Learning dalam Pembelajaran
1)
Bisa juga melalui Aktivitas Praktik Mindfulness
Mislanya: Sebelum
memulai pelajaran, guru memandu siswa dalam latihan pernapasan atau meditasi
singkat untuk meningkatkan fokus dan kesadaran penuh mereka terhadap momen
belajar.
2)
Diskusi Kelompok dengan Perspektif Berbeda
Misalnya: Dalam
diskusi sejarah, siswa diminta untuk melihat suatu peristiwa dari sudut pandang
berbagai pihak yang terlibat. Ini membantu mereka memahami konteks dan berpikir
kritis.
3)
Menghubungkan Materi dengan Kehidupan Nyata
Misalnya: Dalam
pelajaran sains, siswa diajak untuk menghubungkan konsep ekosistem dengan
lingkungan sekitar mereka dan memikirkan dampak aktivitas manusia terhadap
ekosistem tersebut.
4)
Belajar dengan Eksperimen dan Simulasi
Misalnua: Siswa
melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip ilmiah
secara langsung, daripada hanya menghafal teori.
Dengan
penerapan Mindful Learning, siswa cenderung memiliki pemahaman yang lebih
mendalam, mampu berpikir kritis, dan lebih siap menghadapi tantangan dunia
nyata dengan keterampilan berpikir yang fleksibel dan reflektif.
B. Meaningful Learning
Meaningful Learning (Pembelajaran
Bermakna) adalah proses pembelajaran di mana siswa mengaitkan informasi atau
konsep baru dengan pengetahuan yang sudah mereka miliki. Konsep ini
diperkenalkan oleh David Ausubel (1963), seorang psikolog pendidikan. Berbeda
dengan pembelajaran hafalan (rote learning), meaningful learning mendorong
pemahaman yang lebih mendalam karena siswa membangun hubungan konseptual yang
lebih kuat antara pengetahuan lama dan baru.
Menurut
Ausubel: "Meaningful Learning occurs
when new information is connected to an existing knowledge framework, making it
easier to understand, retain, and apply."
Dalam
pembelajaran bermakna, siswa memahami mengapa suatu informasi penting,
bagaimana informasi itu dapat digunakan, dan bagaimana informasi tersebut
terhubung dengan konsep lain yang sudah mereka ketahui.
Ciri-Ciri
Meaningful Learning antara lain: a) Mengaitkan Pengetahuan Lama dan Baru: Siswa
menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk memahami konsep baru; b) Pemahaman
yang Mendalam: Fokus pada pemahaman konsep daripada sekadar menghafal fakta; c)
Relevansi dan Konteks: Pembelajaran terkait dengan situasi nyata yang bermakna
bagi siswa; d) Aktif dan Reflektif: Siswa secara aktif terlibat dalam proses
belajar dan merenungkan pengalaman belajar mereka; e) Transfer Pengetahuan:
Siswa mampu menerapkan apa yang telah dipelajari ke situasi atau konteks baru.
Contoh
Penerapan Meaningful Learning dalam Pembelajaran antara lain: Pertama melalui
penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based
Learning). Misalnya Dalam pelajaran IPA, siswa diminta membuat proyek
tentang pemanfaatan energi terbarukan di komunitas mereka. Mereka mengaitkan
konsep energi dengan kehidupan sehari-hari dan menerapkannya untuk memecahkan
masalah nyata.
Kedua, melalui Pembelajaran Kontekstual. Misalnya guru matematika mengajarkan konsep perhitungan persentase dengan menggunakan contoh diskon harga di toko atau menghitung bunga pinjaman bank. Hal ini membantu siswa melihat relevansi materi dengan kehidupan sehari-hari.
Ketiga
melalui Mind Mapping dan Diagram Konseptual, misalnya Siswa membuat peta konsep
untuk menghubungkan ide-ide dari materi sejarah tentang Revolusi Industri
dengan perkembangan teknologi masa kini.
Keempat,
melalui Simulasi atau Role-Play. Misalnya
dalam pelajaran IPS, siswa memainkan peran sebagai pembeli dan penjual di pasar
untuk memahami konsep permintaan, penawaran, dan harga pasar.
Kelima
melalui Studi Kasus, misalnya dalam pelajaran IPA atau IPAS, siswa menganalisis
studi kasus tentang dampak polusi pada ekosistem lokal dan mencari solusi
berbasis pengetahuan yang telah mereka pelajari.
Keenam,
dengan Menghubungkan Materi dengan Pengalaman Pribadi. Misalnya dalam pelajaran
bahasa, siswa diminta menulis esai tentang pengalaman mereka yang berkaitan
dengan tema tertentu, seperti keberanian atau kerja sama.
Ketujua,
melalui Refleksi dan Diskusi. Misalnya, setelah membaca sebuah novel, siswa
mendiskusikan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya dan bagaimana hal
tersebut relevan dengan kehidupan mereka sendiri.
Adapun
Manfaat Meaningful Learning adalah a) Meningkatkan Retensi Jangka Panjang:
Informasi lebih mudah diingat karena dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah
ada; b) Memperdalam Pemahaman: Siswa benar-benar memahami materi, bukan sekadar
menghafal; c) Mendorong Pemecahan Masalah: Siswa mampu menerapkan pengetahuan
untuk memecahkan masalah nyata; d) Meningkatkan Motivasi Belajar: Siswa lebih
termotivasi karena materi terasa relevan dan bermakna bagi mereka; e) Mendorong
Berpikir Kritis: Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir analitis dan
reflektif;
Dengan
menerapkan meaningful learning, proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan
relevan, membantu siswa membangun pengetahuan yang dapat digunakan dalam
berbagai aspek kehidupan.
C. Joyful Learning
Joyful Learning (Pembelajaran
Menyenangkan) adalah pendekatan pembelajaran yang menciptakan suasana positif,
menyenangkan, dan penuh antusiasme, di mana siswa merasa senang dan termotivasi
untuk belajar. Pendekatan ini menekankan pentingnya emosi positif, rasa ingin
tahu, kreativitas, serta kebahagiaan dalam proses belajar. Joyful Learning
bertujuan agar siswa merasa nyaman dan antusias, sehingga meningkatkan
partisipasi aktif dan pemahaman yang lebih baik.
Menurut
Barbara L. Fredrickson (2001), dalam teorinya tentang emosi positif: "Positive emotions broaden students’
attention, creativity, and problem-solving skills, leading to more effective
and engaging learning experiences."
Dalam
Joyful Learning, siswa tidak hanya fokus pada hasil akademik, tetapi juga
menikmati proses belajar dengan cara yang membuat mereka merasa dihargai,
terlibat, dan bersemangat.
Prinsip-Prinsip
Joyful Learning adalah a) Menciptakan Lingkungan Positif: Suasana kelas yang
ramah, mendukung, dan tidak menekan siswa; b) Pembelajaran Aktif dan
Interaktif: Kegiatan belajar yang melibatkan interaksi antar siswa dan guru; c)
Penggunaan Kreativitas: Menggabungkan elemen seni, musik, permainan, atau
teknologi; d) Menghargai Keberagaman dan Ekspresi Diri: Memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengekspresikan ide dan kreativitas mereka; e) Belajar
Melalui Pengalaman: Pembelajaran berbasis aktivitas langsung atau praktik; f) Memberi
Ruang untuk Humor dan Kesenangan: Mendorong tawa, permainan kata, atau
aktivitas yang menghibur.
Adapun
beberapa Contoh Penerapan Joyful Learning dalam Pembelajaran antara lain.
Pertama, melalui kegiatan Belajar dengan Permainan Edukasi (Gamification).
Misalnya kegiatan pembelajaran menggunakan permainan seperti kuis interaktif
dengan aplikasi seperti Kahoot! atau Quizizz untuk menguji pemahaman materi
sambil membuat suasana belajar menjadi menyenangkan.
Kedua,
melalui Aktivitas Berbasis Seni dan Kreativitas. Misalnya dalam pelajaran
sejarah, siswa membuat komik atau ilustrasi tentang peristiwa sejarah. Ini
membuat materi lebih mudah diingat dan proses belajar menjadi menyenangkan.
Ketiga,
melalui penerapan Metode Eksperimen dan Praktikum. Misalnya dalam pelajaran IPA,
siswa melakukan eksperimen sederhana, seperti membuat gunung berapi mini dengan
soda kue dan cuka. Aktivitas ini mendorong rasa ingin tahu dan kegembiraan
belajar.
Keempat
melalui Pembelajaran di Luar Kelas (Outdoor Learning), Misalnya melakukan
pengamatan lingkungan di taman atau kebun sekolah untuk mempelajari ekosistem
atau konsep biologi lainnya.
Kelima
melalui penerapan metode Role-Play dan Drama. Misalnya dalam pelajaran bahasa,
siswa berperan sebagai tokoh cerita dalam sebuah drama singkat untuk
mempraktikkan kosa kata dan keterampilan berbicara.
Keenam
melalui Proyek Kolaboratif Berbasis Minat, misalnya membiarkan siswa memilih
topik proyek yang mereka sukai, misalnya membuat model bangunan dari bahan daur
ulang, yang menggabungkan aspek seni, sains, dan kreativitas.
Ketujuh
melalui Musik dan Lagu dalam Pembelajaran. Misalnya Menggunakan lagu untuk menghafal rumus
matematika atau konsep bahasa asing. Ini membantu siswa belajar dengan lebih
rileks dan ceria.
Kedelapan
melalui Penggunaan Humor dalam Mengajar. Misalnya guru menyelipkan lelucon atau
cerita lucu yang relevan dengan materi pelajaran untuk menjaga suasana kelas
tetap santai.
Kesembilan
melalui Aktivitas Refleksi Positif. Misalnya di akhir kelas, siswa menulis atau
berbagi pengalaman positif tentang apa yang mereka pelajari dan bagaimana
mereka menikmatinya.
Adapun
manfaat Joyful Learning adalah a) Meningkatkan Motivasi Belajar: Siswa lebih
antusias dan tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran.; b) Mengurangi Stres
dan Kecemasan: Lingkungan belajar yang menyenangkan membantu siswa merasa lebih
rileks; c) Mendorong Kreativitas: Membuka ruang untuk berpikir kreatif dan
inovatif; d) Meningkatkan Pemahaman dan Retensi: Pembelajaran yang menyenangkan
membuat siswa lebih mudah mengingat materi; e) Membangun Hubungan Positif:
Menciptakan hubungan yang baik antara guru dan siswa serta antar siswa; f) Mengembangkan
Sikap Positif Terhadap Belajar: Membantu siswa menyukai proses belajar
sepanjang hidup mereka.
Dengan
menerapkan Joyful Learning, pembelajaran menjadi lebih bermakna, efektif, dan
menyenangkan bagi siswa, sehingga membantu menciptakan pengalaman belajar yang
positif dan berkesan.
Apa
penerapan Deep Learning akan menggantikan Kurikulum Merdeka? Mendikdasmen
menegaskan bahwa Deep Learning bukanlah kurikulum baru.Itu lebih merupakan
pendekatan belajar yang dapat diterapkan dalam berbagai kurikulum yang ada.
Jadi, meskipun konsep Deep Learning menarik dan berpotensi meningkatkan
kualitas pembelajaran, saat ini Kurikulum Merdeka Belajar masih akan tetap
berlaku. Kemendikdasmen saat ini masih melakukan kajian mendalam mengenai pengembangan kurikulum pendidikan di
Indonesia dan belum ada keputusan pasti untuk mengganti kurikulum yang ada.
Namun,
Abdul Mu’ti menambahkan bahwa Kementerian Pendidikan akan terus mengkaji
pembelajaran, materi, dan bobot kurikulum untuk memastikan bahwa beban
pembelajaran tidak terlalu berat bagi siswa dan guru. Salah satu fokusnya
adalah untuk menciptakan pendekatan yang lebih efektif dan menyenangkan tanpa
mengurangi kualitas pendidikan.
Pendapat
Mendiknas tentu sejalan dengan pendapat para ahli lain. Misalnya Prof. Dr. H.
Suryana, M.Si yang mengelompok Deep Learning dalam model pembelajaran.
Menurutnya ada 5 (lima) model pembelajaran inovatif meliputi Model Surface
Learning, Model Deep Learning, Model Kooperatif Learning, Model Pembelajaran
Collaboraitf learning, dan Model Pembejaran Inquiry Learning,
Secara
umum Deep Learning memiliki sejumlah manfaat yang sangat signifikan bagi siswa,
di antaranya:
1.
Pengembangan Kritis: Siswa didorong untuk berpikir kritis dan mengeksplorasi
materi secara lebih mendalam.
2.
Penerapan Pengetahuan: Siswa dapat menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan
sehari-hari dan situasi dunia nyata.
3.
Keterlibatan Aktif: Pendekatan ini mengharuskan siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran, bukan hanya pasif menerima informasi.
4.
Peningkatan Keterampilan Kolaborasi: Deep Learning juga mendorong siswa untuk
bekerja sama dalam proyek, mengembangkan keterampilan komunikasi, dan
kolaborasi yang efektif.
Guru
juga memainkan peran penting dalam pendekatan ini. Mereka tidak hanya
mentransfer ilmu, tetapi juga mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif,
memberikan umpan balik yang positif, dan menghargai usaha siswa tanpa terlalu
fokus pada kesalahan. Hal ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih
mendukung dan adil.
Terima kasih artikel luar biasa telah memberi pencerahan, lugas dan mudah dipahami
Ya, betul penjelasan sederhana tapi mudah dipahami dan dipraktekan. Terus berbagi info terbaik ya pak.