A. Pengertian
Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
Pengertian
Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan adalah
teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi
apabila materi pembelajaran tidak
disajikan dengan dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan
peserta didik itu sendiri yang mengorganisasi sendiri.
Hal ini sejalan dengan pendapat
Bruner, bahwa: “Discovery Learning
can be defined
as the learning
that takes place
when the student is
not presented with
subject matter in the final
form, but rather
is required to organize
it him self”
(Lefancois dalam Emetembun,
1986:103).
Dasar pemikiran Bruner tersebut adalah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Bruner memakai
metode yang disebutnya Discovery Learning, dimana murid mengorganisasi bahan
yang dipelajari dengan suatu
bentuk akhir (Dalyono,
1996:41).
Sedangkan
menurut Budiningsih, (2005:43) Pengertian
Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan diartikan pula sebagai
cara belajar memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila
individu terlibat, terutama
dalam penggunaan proses
mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui
observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan
daninferi. Proses tersebut
oleh Robert B. Sund (Malik, 2001:219) disebut cognitive process sedangkan
discovery itu sendiri adalah the
mental process of
assimilatig conceps and
principles in the mind
Sebagai
strategi belajar, Model Pembelajaran Discovery Learning mempunyai prinsip
yang sama dengan
inkuiri (inquiry) dan Problem
Solving. Tidak ada
perbedaan yang prinsipil
pada ketiga istilah
ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep
atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.
Perbedaannya
dengan discovery learning dengan inkuiri
learning ialah bahwa pada discovery
masalah yang dihadapi siswa atau peserta didik adalah semacam masalah yang direkayasa
oleh guru, sedangkan pada inkuiri
masalahnya bukan hasil
rekayasa, sehingga siswa
harus mengerahkan seluruh pikiran
dan keterampilannya untuk
mendapatkan temuan-temuan di
dalam masalah itu melalui proses penelitian. Sedangkan Perbedaannya dengan discovery learning dengan Problem Solving. Pada
model Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan
masalah.
Prinsip belajar
yang nampak jelas
dalam Discovery Learning adalah materi
atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam
bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta
didik didorong untuk
mengidentifikasi apa yang
ingin diketahui dilanjutkan
dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif)
apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan
penemuan diri individu
yang bersangkutan. Penggunaan metode / model Discovery Learning,
ingin merubah kondisi
belajar yang pasif
menjadi aktif dan kreatif.
Mengubah pembelajaran yang teacher
oriented ke student
oriented. Mengubah modus Ekspositori siswa hanya
menerima informasi secara
keseluruhan dari guru
ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri.
Dalam Konsep
Belajar, sesungguhnya metode Discovery Learning merupakan pembentukan
kategori-kategori atau konsep-konsep, yang
dapat memungkinkan terjadinya generalisasi.
Sebagaimana teori Bruner
tentang kategorisasi yang Nampak
dalam Model Pembelajaran Discovery, bahwa Discovery adalah pembentukan
kategori-kategori, atau lebih sering
disebut sistem-sistem coding.
Pembentukan
kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian
dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara
obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events).
Bruner
memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan siswa dikatakan memahami
suatu konsep apabila
mengetahui semua unsur
dari konsep itu, meliputi: 1)
Nama; 2) Contoh-contoh
baik yang positif
maupun yang negatif; 3) Karakteristik, baik
yang pokok maupun
tidak; 4) Rentangan
karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner
menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori
yang berbeda yang
menuntut proses berpikir
yang berbeda pula. Seluruh
kegiatan mengkategori meliputi
mengidentifikasi dan menempatkan
contoh-contoh (obyek-obyek atau
peristiwa-peristiwa) ke dalam
kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam
proses belajar, Bruner
mementingkan partisipasi aktif
dari tiap siswa,
dan mengenal dengan baik
adanya perbedaan kemampuan.
Untuk menunjang proses
belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap
eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery
Learning Environment, yaitu
lingkungan dimana siswa
dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru
yang belum dikenal
atau pengertian yang mirip dengan
yang sudah diketahui.
Lingkungan seperti ini
bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan
dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi
proses belajar yang
baik dan kreatif
harus berdasarkan pada manipulasi bahan
pelajaran sesuai dengan
tingkat perkembangan kognitif
siswa. Manipulasi bahan pelajaran
bertujuan untuk memfasilitasi
kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa
yang dipahami) sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Bruner
perkembangan kognitif seseorang
terjadi melalui tiga
tahap yang ditentukan oleh
bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic,
dan symbolic. Tahap enaktive,
seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam
upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya,
artinya, dalam memahami dunia
sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik,
misalnya melalui gigitan,
sentuhan, pegangan, dan
sebagainya. Tahap iconic, seseorang
memahami objek-objek atau
dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi
verbal. Maksudnya, dalam
memahami dunia sekitarnya
anak belajar melalui bentuk
perumpamaan (tampil) dan
perbandingan
(komparasi).Tahap symbolic, seseorang telah
mampu memiliki ide-ide
atau gagasan-gagasan abstrak
yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa
dan logika. Dalam
memahami dunia sekitarnya anak
belajar melalui simbol-simbol
bahasa, logika, matematika,
dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan
dengan menggunakan banyak
simbol. Semakin matang seseorang dalam
proses berpikirnya, semakin
dominan sistem simbolnya.
Secara sederhana teori perkembangan
dalam faseenactive, iconicdansymbolicadalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan
(ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk
menyesuaikan beratnya dengan
berat temannya bermain)
ini fase enactive. Kemudian
pada faseiconic ia menjelaskan
keseimbangan pada gambar
atau bagan dan akhirnya
ia menggunakan bahasa untuk
menjelaskan prinsip keseimbangan ini fasesymbolic(Syaodih,
85:2001).
Dalam
mengaplikasikan Model Pembelajaran Discovery
Learning atau Penemuan guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat
membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai
dengan tujuan (Sardiman,
2005:145). Kondisi seperti
ini ingin merubah
kegiatan belajar mengajar yangteacher orientedmenjadistudent oriented.
Hal yang
menarik dalam pendapat
Bruner yang menyebutkan:
hendaknya guru harus memberikan kesempatan
muridnya untuk menjadi
seorangproblem solver, seorang scientis, historin,
atau ahli matematika.
Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak
disajikan dalam bentuk
akhir, siswa dituntut
untuk melakukan berbagai
kegiatan menghimpun
informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Hal tersebut
memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan memungkinkan mereka
untuk mempelajari konsep-konsep
di dalam bahasa
yang dimengerti mereka. Dengan
demikian seorang guru
dalam aplikasi metode Discovery Learning harus dapat
menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar yanglebih mandiri.
Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan, atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang
ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada akhirnya
yang menjadi tujuan
dalam metode Discovery Learning menurut Bruner adalah
hendaklah guru memberikan
kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver,
seorang scientist,
historian, atauahli matematika.
Melalui kegiatan tersebut siswa
akan menguasainya, menerapkan,
serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
Karakteristik yang
paling jelas mengenai Discovery sebagai metode
mengajar ialah bahwa sesudah
tingkat-tingkat inisial (pemulaan)
mengajar, bimbingan guru
hendaklah lebih berkurang dari
pada metode-metode mengajar
lainnya. Hal ini
tak berarti bahwa guru
menghentikan untuk memberikan
suatu bimbingan setelah
problema disajikan kepada pelajar.
Tetapi bimbingan yang
diberikan tidak hanya
dikurangi direktifnya melainkan pelajar
diberi responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.
Berdasarkan
uraian di atas, pengertian Model
Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan adalah pembelajaran
untuk menemukan konsep, makna, dan
hubungan kausal melalui pengorganisasian pembelajaran yang dilakukan oleh
peserta didik.
B. Ciri dan Karakteristik Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
Tiga
ciri utama belajar dengan Model
Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan yaitu: (1) mengeksplorasi dan
memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi
pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik; (3) kegiatan untuk menggabungkan
pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Karakteristik
dari Model Pembelajaran Discovery
Learning atau Penemuan
a)
Peran guru sebagai pembimbing;
b)
Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan;
c)
Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan
kegiatan menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta
membuat kesimpulan.
C. Kelebihan
dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning
1. Kelebihan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
a. Membantu
siswa untuk memperbaiki
dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.
Usaha penemuan merupakan
kunci dalam proses
ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode
ini sangat pribadi dan ampuh karenamenguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena
tumbuhnya rasa menyelidiki danberhasil.
d. Metode ini
memungkinkan siswa berkembang dengan cepat
dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan
siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkanakalnya dan motivasi
sendiri.
f. Metode ini
dapat membantu siswa
memperkuat konsep dirinya,
Karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat
pada siswa dan
guru berperan sama-sama
aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak
sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu siswamenghilangkanskeptisme
(keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentuatau
pasti.
i. Siswa
akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j. Membantu
dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajaryang baru.
k. Mendorong siswa berpikir danbekerja atas
inisiatif sendiri.
l. Mendorong
siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic.
n. Situasi
proses belajar menjadi lebih terangsang.
o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya
siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
p. Meningkatkan
tingkat penghargaanpadasiswa.
q. Kemungkinan siswa belajar dengan
memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
r. Dapat
mengembangkan bakat dankecakapan individu.
2. Kelemahan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
a. Metode inimenimbulkan asumsi bahwa
ada kesiapan pikiran
untuk belajar. Bagi
siswa yangkurang pandai, akan
mengalami kesulitan abstrak atauberpikiratau mengungkapkan hubunganantara konsep-konsep, yang
tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya
akan menimbulkan frustasi.
b. Metode
ini tidak efisien
untuk mengajar jumlah
siswa yang banyak,
karenamembutuhkan waktu yang lama
untuk membantu mereka
menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
c. Harapan-harapan yang
terkandung dalam metode
ini dapat buyar
berhadapandengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
d. Pengajaran discovery lebih cocok
untuk mengembangkan pemahaman,
sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.
e. Pada
beberapa disiplin ilmu,
misalnya IPA kurang
fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
f. Tidak menyediakan
kesempatan-kesempatanuntukberpikiryang
akan ditemukanoleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu
oleh guru
D. Langkah-langkah
Operasional Implementasi Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
Berikut
ini langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas.
Langkah
Persiapan Metode Discovery Learning
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa peserta
didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran
4. Menentukan topik-topik yang harus
dipelajarisiswapeserta didiksecara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang
berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas
dan sebagainya untuk dipelajarisiswapeserta didik
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang
sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif,
ikonik sampai ke simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil
belajarsiswapeserta didik.
Prosedur
Aplikasi Metode / Model Pembelajaran Discovery
Learning atau Penemuan
Menurut Syah
(2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di
kelas, ada beberapa prosedur
yang harus dilaksanakan
dalam kegiatan belajar
mengajar secara umum
sebagai berikut:
Pemberian Stimulasi dalam model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan bisa dengan cara membaca |
1. Stimulation
(Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada
tahap ini pelajar
dihadapkan pada sesuatu
yang menimbulkan kebingungannya, kemudian
dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar
timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Disamping itu
guru dapat memulai
kegiatan PBM dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap
ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa
dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal
ini Bruner memberikan stimulation
dengan menggunakan teknik
bertanya yaitu dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat menghadapkan
siswa pada kondisi
internal yang mendorong eksplorasi.
Dengan demikian seorang
Guru harus menguasai
teknik-teknik dalam memberi stimulus
kepada siswa agar
tujuan mengaktifkan siswa
untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
Identifikasi Masalah dalam model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan bisa dengan cara diskusi |
2.
Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Setelah
dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan
masalah) (Syah 2004:244),
sedangkan menurut permasalahan
yang dipilih itu
selanjutnya harus dirumuskan
dalam bentuk pertanyaan, atau
hipotesis, yakni pernyataan
(statement) sebagai jawaban
sementara atas pertanyaan yang
diajukan.
Memberikan kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi dan
menganalisis permasasalahan yang
mereka hadapi, merupakan
teknik yang berguna
dalam membangun siswa
agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
Pengumpulan Data dalam model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan bisa dengan cara wawancara, Studi Pustaka, dll. |
3. Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi
berlangsung guru juga
memberi kesempatan kepada
parasiswa untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis (Syah,
2004:244). Pada tahap
ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
Dengan
demikian anak didikdiberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang
relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif
untuk menemukan sesuatu
yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan
demikian secara tidak
disengaja siswa menghubungkan
masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah
(2004:244)pengolahan data
merupakan kegiatan mengolah
data dan informasi yang
telah diperoleh para
siswa baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Semua informai
hasil bacaan, wawancara,
observasi, dan sebagainya,
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada
tingkat kepercayaan tertentu
(Djamarah, 2002:22).
Dataprocessing
disebut juga dengan
pengkodean coding/ kategorisasi
yang berfungsi sebagai pembentukan
konsep dan generalisasi.
Dari generalisasi tersebut
siswa akan mendapatkan pengetahuan
baru tentang alternatif
jawaban/ penyelesaian yang
perlu mendapat pembuktian secara logis
Ini contoh verifikasi data dalam model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan |
5.
Verification (Pembuktian)
Pada tahap
ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
yang ditetapkan tadi
dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244).Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik
dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori,
aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil
pengolahan dan tafsiran,
atau informasi yang
ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan
terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau
tidak.
Contoh Proses Menarik Simpulan dalam model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan |
6.
Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan
adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum
dan berlaku untuk
semua kejadian atau
masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi
(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan
prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi. Setelah menarik
kesimpulan siswa harus
memperhatikan proses generalisasi
yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah
atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta
pentingnya proses pengaturan
dan generalisasi dari
pengalaman-pengalaman itu.
Berdasarkan
uraian di atas, Langkah-langkah Discovery Learning secara singkat adalah
sebagai berikut:
Tahap
|
Deskripsi
|
Tahap
1
Persiapan
|
Guru
Menentukan tujuan pembelajaran, identifikasi karakteristik peserta didik
(kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
|
Tahap
2
Stimulasi/pemberian
rangsangan
|
Guru
dapat memulai kegiatan PBM dengan menga-jukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi
interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi
bahan
|
Tahap
3
Identifikasi
masalah
|
Guru
Mengidentifikasi sumber belajardan memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengiden-tifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah)
|
Tahap
4
Mengumpulkan
data
|
Guru
Membantu peserta didik
mengumpulan dan mengeksplorasi data.
|
Tahap
5
Pengolahan
data
|
Guru
membimbing peserta didik dalam kegiatan mengolah data dan informasi yang
telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya
|
Tahap
6
Pembuktian
|
Guru
membimbing peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil
|
Tahap
7
Menarik
kesimpulan
|
Guru
membimbing peserta didik merumuskan prinsip dan generalisasi hasil
penemuannya.
|
D.
Sistem Penilaian
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning,
penilaian dapat dilakukan
dengan menggunakan tes maupun
nontes, sedangkan penilaian
yang digunakan dapat
berupa penilaian kognitif,
proses, sikap, atau penilaian hasil
kerja siswa. Jika bentuk penialainnya
berupa penilaian kognitif, maka dalam
model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes
tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses,
sikap, atau penilaian
hasil kerja siswa,
maka pelaksanaan penilaian
dapat menggunakan contoh-contoh
format penilaian seperti tersebut di bawah ini.
1.
Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis
merupakan tes dimana
soal dan jawaban
yang diberikan kepada peserta didik
dalam bentuk tulisan.
Dalam menjawab soal
peserta didik tidak
selalu merespon dalam bentuk
menulis jawaban tetapi
dapat juga dalam
bentuk yang lain seperti
memberi tanda, mewarnai,
menggambar dan lain
sebagainya.Ada dua bentuk soal
tes tertulis, yaitu berikut ini
1. Soal
dengan memilih jawaban.
a. pilihan
ganda
b. dua
pilihan (benar-salah, ya-tidak)
c.
menjodohkan
2.Soal
dengan mensuplai-jawaban.
a. isian
atau melengkapi
b. jawaban
singkat
c. soal
uraian
Dari
berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian
singkat, dan menjodohkan merupakan alat
yang hanya menilai
kemampuan berpikir rendah,
yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat
digunakan untuk menilai kemampuan
mengingat dan memahami.
Pilihan ganda mempunyai
kelemahan, yaitu peserta didik
tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderunghanya memilih jawaban
yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta
didik akan menerka.
Hal ini
menimbulkan kecenderungan peserta
didik tidak belajar
untuk memahami pelajaran tetapi
menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya
dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan kemampuan peserta didik yang
sesungguhnya.
Tes tertulis
bentuk uraian adalah
alat penilaian yang
menuntut peserta didik
untuk mengingat, memahami, dan
mengorganisasikan gagasannya atau
hal-hal yang sudah dipelajari, dengan
cara mengemukakan atau
mengekspresikan gagasan tersebut
dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Alat ini dapat menilai berbagai
jenis kemampuan, misalnya
mengemukakan pendapat, berpikir
logis, dan menyimpulkan.Kelemahan
alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas.
Dalam
menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. materi, misalnya kesesuian soal dengan
indikatorpada kurikulum;
b. konstruksi, misalnya rumusan soal atau
pertanyaan harus jelas dan tegas.
c. bahasa,
misalnya rumusan soal
tidak menggunakan kata/
kalimat yang menimbulkanpenafsiran
ganda.
2.
PenilaianDiri
Penilaian diri
(self assessment) adalah
suatu teknik penilaian,
subyek yang ingin
dinilai diminta untuk menilai
dirinya sendiri berkaitan
dengan, status, proses
dan tingkat pencapaian kompetensi
yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.
Teknik penilaian
diri dapat digunakan
dalam berbagai aspek
penilaian, yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif
dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di kelas, berkaitan dengan
kompetensi kognitif, misalnya:
peserta didik dapat
diminta untuk menilai penguasaan
pengetahuan dan keterampilan
berpikir sebagai hasil
belajar dalam mata pelajaran
tertentu, berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan
kompetensi afektif, misalnya,
peserta didik dapat
diminta untuk membuat tulisan
yang memuat curahan
perasaannya terhadap suatu
obyek sikap
Proses
penilaian dalam penerapan Model
Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan selain menggunakan jenis
penilaian tertulis dan penilian diri, dapat juga dilakukan melalui penilaian
kinerja, penilaian produk dan penilaian sikap.
Daftar
Pustaka
Dahar,
RW., 1991.Teori-Teori Belajar.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Holiwarni, B.,
dkk., 2008.Penerapan Metode
Penemuan Terbimbing pada
Mata Pelajaran Sains
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 016 Pekanbaru
Kota(Laporan Penelitian).Pekanbaru:Lemlit UNRI
//darussholahjember.blogspot.com/2011/05/aplikasi-metode-discovery-learning.
//ebookbrowse.com/pengertian-model-pembelajaran-discovery-learning-menurut-para-ahli-pdf-d368189396
//prismabekasi.blogspot.com/2012/10/definisi-belajar-menurut-para-ahli.html
Jurnal
Geliga Sains 3 (2), 8-13, 2009 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP
Universitas Riau ISSN 1978-502X.
Rizqi,
2000.Pengembangan PerangkatPembelajaran Berorientasi Pembelajaran Penemuan
Terbimbing (Guide-Discovery Learning) yang Mengintegrasikan Kegiatan
Laboratorium untuk Fisika SLTP Bahan Kajian Pengukuran. Tesis, UNESA (tidak
dipublikasikan).
Syamsudini
, 2012.Aplikasi Metode Discovery Learning dalam Meningkatkan Kemampuan
Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar dan Daya Ingat Siswa.
Syah,
M., 1996.Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru.Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. Materi
Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2016. Materi
Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta: Kemendikbud.
Thanks, postingnya sangat bermanfaat. Kebetulan saya dapat tugas peer teaching penerapan model discovery learning
Mantap pak, penyajiannya menarik dan mudah dipahami. Siap untuk dipraktekkan.
OK, trims
Keren banget, mantap lagi. ok, makasih sangat membantu
apa judul lagunya pak
Thanks sangatbermanfaat
kenapa harus ada lagunya,,,
mantab tmks pa jazakallahu katsiro
makasih... saya suka lagunya
Terima kasih, Model Pembelajaran Discovery Learning sangat cocok diterapkan pada semua mata pelajaran
Sepertinya antara Model Pembelajaran Discovery Learning dengan Model Pembelajaran inkuiri tidak perlu dibedakannya. Dalam permendikbud baru disebutkan secara bersamaan yakni Model Pembelajaran Discovery inkuiri Learning.
asik lagunya :)
kalo boleh tau judul lagu2nya apa ?