Perkembangan
kehidupan manusia termasuk peserta didik atau perkembangan siswa dapat digambarkan dalam tiga periode
(Semiawan, 2001), yaitu periode
progresif (usia 0–20 tahun), stabil
(21-65 tahun), dan regresif (umur
66-80 tahun). Siswa SMP berkisar
pada usia 12-15 tahun yang dalam
periodisasi tersebut termasuk pada periode progresif. Periode ini
ditandai peningkatan dan kemajuan (progress)
dalam berbagai kemampuan.
Pada tahap perkembangan peserta didik / siswa pada periode progresif anak lebih dominan dorongan untuk tumbuh dan
berkembang (self generated)
dibandingkan dengan dorongan untuk bertahan (self sustaining). Anak
dalam periode ini ditandai dengan perkembangan fisik yang
begitu cepat, kematangan emosional, intelektual, sosial, maupun perkembangan
bakat dan kreativitas. Seorang ahli
perkembangan, Hurlock menguraikan rentangan
kehidupan manusia yang terdiri atas
sebelas masa yaitu: (1) Prenatal: saat konsepsi sampai lahir; (2) Masa neonatus: lahir sampai akhir minggu kedua setelah
lahir; (3) Masa bayi: akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua; (4) Masa
kanak-kanak: Dua tahun sampai enam tahun; (5) Masa kanak-kanak akhir: Enam tahun sampai sepuluh atau sebelas
tahun; (6) Pubertas/preadolescence: Sepuluh tahun atau duabelas tahun sampai
tiga belas atau empat belas tahun; (7) Masa remaja awal: Tiga belas atau empat
belas tahun sampai tujuh belas tahun; (8) Masa remaja akhir: Tujuh belas tahun
sampi duapuluh satu tahun; (9) Masa dewasa awal: Duapuluh satu tahun sampai
empat puluh tahun; (10) Masa setengah baya: Empat puluh sampai enampuluh tahun;
dan (11) Masa tua: Enam puluh tahun sampai meninggal dunia.
Dalam pembagian rentangan usia menurut
Hurlock di atas, tahap perkembangan peserta didik/siswa SMP termasuk ke dalam rentangan usia pubertas/preadolesence dan remaja awal.Liang membagi masa “puberteit” sebagai berikut: (1) Pra Puberteit,
(laki-laki:13–14 tahun) fase Negatif, (wanita:
12–13 tahun) sturmdung drang; (2) Puberteit, (laki-laki:14–18
tahun) Merindu, (Wanita: 13–18 tahun) Puja; dan (3) Adolescence, (laki –
laki:19-23 tahun ), (wanita: 18–21 tahun ).
Pengertian Pubertas
Pubertas merupakan suatu periode
dimana kematangan kerangka
dan seksual terjadi secara
pesat terutama pada
awal masa remaja. Pubertas merupakan
suatu proses yang
terjadi berangsur-angsur. Pubertas
merupakan peride transisi dalam
peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa remaja; disebut kanak-kanak tidak
tepat, sementara ia belum dapat dikatakan sebagai remaja. Ahli lain
menyebutkan pubertas sebagai usia menjadi orang; suatu periode dimana anak dipersiapkan untuk mampu menjadi
individu yang dapat melaksanakan tugas pokok secara biologis berupa melanjutkan keturunannya atau
berkembang- biak. Periode ini sangat
singkat karena dialami oleh individu
dalam waktu 2 sampai 4 tahun lamanya.
Pubertas diistilahkan sebagai “fase negative”
(Charlotte Buhler). Diistilahkan sebagai “fase” sebab waktunya demikian singkat
dalam kurun waktu garis kehidupan. Disebut “negatif” sebab terdapat sikap dan
sifat-sifat negatif yang belum terlihat dalam masa kanak-kanak. Hurlock menguraikan secara rinci tentang
gejala – gejala negative phase ini sebagai berikut: keinginan untuk menyendiri
(desire for isolation),
berkurang kemauan untuk bekerja (disinclination), kurang koordinasi fungsi – fungsi tubuh (incoodinations), kejemuan (boredom), kegelisahan (restlessess),
pertentangan sosial (social antagonism),
pertentangan terhadap kewibawaan orang dewasa (resistance to authority), kepekaan perasaan (heightened emostionality), kurang
percaya diri (lack of self-confidernce),
mulai timbul minat pada lawan seks (preoccupation
with sex), kepekaan perasaan susila (excessive modesty), dan kesukaan
berkhayal (day dreaming).
Pubertas
merupakan periode yang munculnya secara berbeda-beda antara individu satu
dengan individu lainnya. Siswa yang cepat
menunjukkan “gejala puber” dan ada juga
yang lambat. Tetapi jarang
siswa yang cepat menunjukkan hingga sebelum usia 11 tahun dan
jarang pula yang terlalu lambat memasuki masa pubertas yang hingga melampaui
usia 14 tahun.
Tahap perkembangan peserta didik / siswa Secara Fisik
Tahap perkembangan peserta didik / siswa secara fisik terkait dengan
perubahan hormonal dan perubahan tubuh.
Perubahan ini lebih awal pada perempuan
dari pada laki-laki. Empat ciri
perubahan tubuh yang paling menonjol pada perempuan
adalah: (1) pertambahan tinggi
badan yang cepat, (2) menarche, pertumbuhan buah dada, (3) pertumbuhan rambut
kemaluan. Empat perubahan
tubuh yang paling menonjol
pada laki-laki adalah: (1)
pertambahan tinggi badan yang cepat, (2)
pertumbuhan penis, pertumbuhan testis, dan pertumbuhan rambut kemaluan (Santrock, 1995).
Faktor
yang menyebabkan pertumbuhan kumis
pada remaja laki-laki dan
melebarnya pinggul pada anak-anak perempuan adalah banjirnya hormon, yaitu
zat-zat kimia yang sangat kuat yang
disekresikan oleh
kelenjar-kelenjar endokrin dan dibawa
keseluruh tubuh oleh aliran darah. Konsentrasi hormon-hormon tertentu
meningkat. Hormon testosteron
hormon yang berkaitan dengan perkembangan alat kelamin, pertambahan tinggi, dan perubahan
suara pada anak laki-laki. Estradiol
adalah suatu hormon yang berkaitan dengan
perkembangan buah dada, rahim, dan kerangka
pada anak-anak perempuan. Perubahan
biologis ditandai dengan ciri-ciri seks primer, seks sekunder.
Secara rinci dapat
diuraikan sebagai berikut.
(1) Ciri-ciri seks primer, jelas membedakan dua jenis kelamin. Perkembangan organ-organ seks bagi si puber wanita ditandai dengan adanya haid pertama atau “menarche” yang disertai dengan berbagai perasaan tak enak bagi yang mengalaminya; sedangkan perkembangan organ–organ seks bagi si puber pria di tandai oleh adanya “mimpi polusi” atau “mimpi basah” yang di kenal dengan “nocturnal emissions”.
(2) Ciri-ciri seks sekunder lebih jelas membedakan antara dua jenis kelamin. Gejala yang ditunjukkan oleh si puber wanita antara lain pinggul yang membesar dan membulat, buah dada yang semakin menonjol, tumbuhnya rambut di daerah alat kelamin, ketiak, lengan dan kaki, serta perubahan suara dari suara kanak-kanak menjadi merdu (meodius), kelenjar keringat lebih aktif dan sering tumbuh jerawat, kulit menjadi lebih kasar dibandingkan kulit anak.
Gejala-gejala puber yang ditunjukkan oleh pria antara lain otot-otot tubuh, dada, lengan, paha dan kaki tumbuh kuat; tumbuhnya rambut di daerah alat kelamin, betis dan kadang-kadang dada; terjadi perubahan suara, yaitu nada dan suara merendah hingga sampai akhir masa remaja, volume suara turun satu oktaf, aktifnya kelenjar-kelenjar ini menghasilkan keringat yang banyak walaupun mereka bergerak sedikit saja. Pada usia 11/12 tahun umumnya wanita lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan pria. Inilah salah satu sebab sering ada puber pria yang menjauhi bahkan bermusuhan dengan puber wanita atau disebut “sex antagonisme.” Dalam pertumbuhan biologis lebih lanjut, si puber wanita lebih memperlihatkan lekuk tubuh yang menarik, dan si puber pria lebih memperhatikan tubuh kekar; mereka mulailah timbul saling tertarik antara dua jenis kelamin. Hal yang demikian ini dipengaruhi oleh daya tarik seksual atau “sex appeal”.
(1) Ciri-ciri seks primer, jelas membedakan dua jenis kelamin. Perkembangan organ-organ seks bagi si puber wanita ditandai dengan adanya haid pertama atau “menarche” yang disertai dengan berbagai perasaan tak enak bagi yang mengalaminya; sedangkan perkembangan organ–organ seks bagi si puber pria di tandai oleh adanya “mimpi polusi” atau “mimpi basah” yang di kenal dengan “nocturnal emissions”.
(2) Ciri-ciri seks sekunder lebih jelas membedakan antara dua jenis kelamin. Gejala yang ditunjukkan oleh si puber wanita antara lain pinggul yang membesar dan membulat, buah dada yang semakin menonjol, tumbuhnya rambut di daerah alat kelamin, ketiak, lengan dan kaki, serta perubahan suara dari suara kanak-kanak menjadi merdu (meodius), kelenjar keringat lebih aktif dan sering tumbuh jerawat, kulit menjadi lebih kasar dibandingkan kulit anak.
Gejala-gejala puber yang ditunjukkan oleh pria antara lain otot-otot tubuh, dada, lengan, paha dan kaki tumbuh kuat; tumbuhnya rambut di daerah alat kelamin, betis dan kadang-kadang dada; terjadi perubahan suara, yaitu nada dan suara merendah hingga sampai akhir masa remaja, volume suara turun satu oktaf, aktifnya kelenjar-kelenjar ini menghasilkan keringat yang banyak walaupun mereka bergerak sedikit saja. Pada usia 11/12 tahun umumnya wanita lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan pria. Inilah salah satu sebab sering ada puber pria yang menjauhi bahkan bermusuhan dengan puber wanita atau disebut “sex antagonisme.” Dalam pertumbuhan biologis lebih lanjut, si puber wanita lebih memperlihatkan lekuk tubuh yang menarik, dan si puber pria lebih memperhatikan tubuh kekar; mereka mulailah timbul saling tertarik antara dua jenis kelamin. Hal yang demikian ini dipengaruhi oleh daya tarik seksual atau “sex appeal”.
Tahap perkembangan
peserta didik / siswa dilihat dari Perkembangan Sosial dan Emosional
Perilaku sebagian ciri pubertas ini
ditunjukkan dalam sikap, perasaan, keinginan
dan perbuatan–perbuatan. Sikap pubertas yang paling menonjol antara lain adalah
sikap tidak tenang dan tidak menentu, hal yang dahulu menarik sekarang tidak
lagi; adanya penentangan terhadap orang lain, pertentangan tertuju pada orang
dewasa atau orang yang lebih berkuasa; adanya sikap negatif yaitu kurang
hati-hati, gemar membicarakan orang lian, cepat tersinggung, mudah curiga dan
sebagainya. Perasaan pubertas yang sangat menonjol antara lain adalah rasa
sedih, yaitu ingin menangis dan marah meskipun penyebabnya “remeh”, memusuhi
jenis kelamin lain; adanya rasa bosan terhadap permainan yang pernah
disenanginya. Hal perasaan lain yang tampak adalah keinginan untuk menyendiri
dan senang melamun tentang dirinya. Perbuatan–perbuatan yang sering tampak antara
lain terlihat enggan bekerja, tampak selalu lelah, kadang-kadang perilakunya
“tidak sopan”. Secara rinci perkembangan
sosial dan emosional dapat
dijelaskan sebagai berikut.
(1) Pada masa ini perasaan remaja sangat peka; remaja mengalami badai dan
topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini diistilahkan
sebagai “storm and stress” Tidak aneh lagi bagi orang yang mengerti kalau
melihat sikap dan sifat remaja yang sesekali sangat bergairah dalam bekerja,
tiba-tiba berganti lesu; kegembiraan yang meledak bertukar dengan rasa sedih
yang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan. Termasuk
dalam pendidikan dan laporan kerja tidak dapat direncanakan dan ditentukannya.
Lebih-lebih dalam persahabatanya dan “cinta”, rasa persahabat sering bertukar
menjadi senang, ketertarikan pada lain jenis suka “loncat-loncatan” atau “cinta
– monyet”.
(2) Perkembangan
sikap dan moral
Perkembangan
sikap dan moral yang menonjol
terutama menjelang akhir masa remaja. Organ–organ seks yang
telah matang menyebabkan remaja mendekati lawan seks. Ada dorongan–dorongan
seks dan kecenderungan memenuhi dorongan itu, sehingga kadang-kadang dinilai
oleh masyarakat tidak sopan. Tambahan pula, ada keberanian mereka menonjolkan “sex
appeal” serta keberanian dalam pergaulan dan “menyerempet “ bahaya. Dari
keadaan tersebut itulah kemudian sering timbul masalah dengan orang tua atau
orang dewasa lainya.
(3) Konflik orang tua – remaja
Masa
awal remaja adalah suatu periode
ketika konflik dengan orang tua
meningkat. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor:
perubahan biologis pubertas, kognitif, peningkatan idealisme dan
penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan
kebijaksanaan pada orang tua.
Status
remaja awal tidak saja sulit ditentukan, bahkan membingungkan. Perlakuan yang
diberikan oleh orang dewasa terhadap remaja awal sering berganti-ganti. Ada
keraguan orang dewasa untuk memberikan tanggung jawab kepada remaja dengan dalih
“mereka masih kanak-kanak.” Namun, pada lain kesempatan si remaja awal sering
mendapat teguran sebagai “orang yang sudah besar” apabila remaja awal
bertingkah laku kekanak-kanakan. Akibatnya, si remaja pun mendapat sumber
kebingungan dan menambah masalahnya.
(4) Otonomi dan Attachment
Banyak orang tua mengalami kesulitan
dalam menangani tuntutan remaja akan otonomi. Walaupun tuntutan ini merupakan alah satu tanda
perkembagnan remaja. Tuntutan
remaja akan otonomi dan tanggung jawab membingungkan dan membuat marah orang
tua. Orang tua menganggap remaja
melepaskan diri dari genggamannya. Orang tua
mungkin frustrasi karena berharap remaja menuruti nasehat mereka dan mau
meluangkan waktu bersama dengan
keluarga.
Kemampuan remaja
untuk meraih otonomi dan memperoleh kendali atas perilakunya dicapai
melalui reaksi-reaksi orang dewasa yang tepat terhadap keinginan remaja untuk
memperoleh kendali.
Attachment yang kokoh
atau keterkaitan dengan orang tua meningkatkan relasi teman sebaya yang kompeten dan relasi erat yang positif di luar keluarga.
(5) Relasi
remaja dengan orang tua
Perubahan-perubahan
fisik, kognitif dan sosial dalam
perkembangan remaja mempengaruhi hakikat relasi orang tua-remaja. Perubahan-perubahan hubungan
pengasuhan yang terjadi juga
mempengaruhi hakekat relasi ini.
(6) Klik dan kelompok
Relasi dengan
kelompok teman sebaya pada
masa remaja dapat dikatagorikan
dalam tiga bentuk: kelompok yaitu kelompok yang terbesar dan kurang
bersifat pribadi, klik yaitu kelompok yang
lebih kecil, memilki kedekatan
yang lebih besar diantara
anggota-anggota, persahabatan individual. Tekanan
untuk mengikuti teman-teman
sebaya adalah kuat
selama masa remaja.
(7) Berkencan
Berkencan
dapat merupakan suatu bentuk seleksi pasangan, rekreasi, sumber status dan prestasi, serta suatu
lingkungan untuk belajar tentang
relasi yang akrab. Kebanyakan
remaja melakukan kegiatan ini. Remaja perempuan cenderung lebih tertarik dalam penanjakan keintiman dan
kepribadian dari pada remaja laki-laki.
(8) Masa remaja awal adalah masa yang kritis
Remaja
awal dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja akan dihadapkan dengan soal
apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya atau tidak. Keadaan remaja
yang dapat menghadapi suatu masalahnya dengan baik, menjadi modal dasar dalam menghadapi masalah selanjutnya.
Perubahan–perubahan
hubungan antara remaja pria dan remaja wanita yang terjadi sepanjang periode
pubertas dan masa remaja awal, seperti yang pernah digambarkan oleh Scheinfeld
dalam matrik sebagai berikut.
Dalam usia 9 – 11 tahun
|
Para pubertas pria merasa bermusuhan atau tidak peduli
terhadap teman wanita, tetapi si puber wanita mulai menunjukkan perhatiannya
kepada teman pria
|
Dalam usia 11 – 14 tahun
|
Para remaja mengadakan kerja sama dalam kelompok-kelompok.
Beberapa di antara mereka telah mulai menjalin huibungan “cinta”.
|
Dalam usia 15 – 16/17 tahun
|
Antara remaja pria dan wanita telah banyak yang mengadakan
kencan (dating) atau “going steady.”
|
Tahap perkembangan
peserta didik / siswa dilihat dari Perkembangan Kognitif
Perkembangan
kognitif terkait dengan bagaimana
cara remaja berpikir. Pemikiran remaja
semakin abstrak, logis dan idealistik; lebih mampu
menguji pemikiran diri sendiri,
pemikiran orang lain, dan apa yang
orang lain pikirkan tentang diri mereka dan cenderung menginterpretasikan dan
memantau dunia sosial.
Perkembangan kognitif terkait dengan teori
Piaget tentang operasional formal, kognisi sosial dan pengambilan keputusan.
(1)
Pemikiran Operasional Formal
Menurut Piaget
pemikiran operasional formal
berlangsung antara usia 11-15 tahun. Pemikiran operasional
formal lebih abstrak dibandingkan
dengan pemikiran seorang anak. Remaja
tidak lagi terbatas pada
pengalaman konkret aktual sebagai dasar
pemikiran. Sebaliknya mereka
dapat membangkitkan situasi –
situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan
hipotetis, atau dalil-dalil dan
penalaran yang benar-benar abstrak. Pada usia 12 tahun kemampuan anak untuk
mengerti informasi abstrak sempurna.
Selanjutnya kesempurnaan mengambil kesimpulan dan informasi abstrak dimulai
pada usia 14 tahun. Akibatnya si remaja awal suka menolak hal-hal yang tidak
masuk akal. Pertentangan pendapat sering
terjadi dengan orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya jika mereka (remaja)
mendapat pemaksaan untuk menerima pendapat tanpa alasan rasional. Namun, dengan
alasan yang masuk akal, remaja juga cenderung mengikuti pemikiran orang dewasa.
Selain kemampuan berpikir abstrak, pemikiran remaja
juga idealis. Remaja mulai berpikir tentang
ciri-ciri ideal bagi mereka
sendiri dan orang lain dan
membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal ini.
Remaja juga
mampu berpikir lebih logis. Remaja
mulai berpikir seperti ilmuan, yang
menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah dan menguji
pemecahan masalah secara sistimatis.
(2) Kognisi Sosial
Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi sosial
menjadi ciri perkembagnan remaja. Remaja mengembangkan
suatu egosentris khusus. Menurut
Santrock egosentris remaja memiliki
dua bagian yaitu penonton
khayalan dan dongeng pribadi. Penonton khayalan ialah bahwa keyakinan remaja bahwa
orang lain memperhatikan dirinya
sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Perilaku mengundang perhatian, ingin tampil dan diperhatikan umum terjadi pada masa
remaja. Dongeng pribadi ialah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang anak
remaja. Rasa unik pribadi remaja membuat
mereka merasa bahwa tidak seorangpun
mengerti bagaimana perasaan mereka sebenarnya.
(3) Pengambilan Keputusan
Masa remaja
adalah masa semakin meningkatnya
pengambilan keputusan. Remaja
mengambil keputusan tentang masa depan,
teman-teman mana yang dipilih. Remaja yang
lebih tua lebih kompeten dibandingkan dengan remaja yang
lebih muda. Transisi pengambilan keputusan muncul kira-kira pada usia
11 hingga 12 tahun dan pada
usia 15 hingga 16 tahun.
Remaja perlu
banyak peluang untuk mempraktekkan
dan mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis.
Banyak keputusan-keputusan dunia nyata
terjadi didalam atmosfir yang menegangkan, yang memiliki faktor-faktor
seperti hambatan waktu dan keterlibatan
emosional.
Pengambilan
keputusan dapat dilakukan melalui
bimbingan kelompok tentang berbagai
permasalahan tentang seks, obat-obatan.
Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan merupakan tugas-tugas yang
muncul pada setiap periode perkembangan individu selama hidupnya. Kerberhasilan
menyelesaikan tugas perkembangan dalam periode perkembangan tertentu, akan
membantu individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan pada periode
perkembangan selanjutnya. Demikian sebaliknya, kegagalan dalam mencapai tugas
perkembangan pada periode perkembangan tertentu akan menghambat penyelesaian
tugas perkembangan pada periode selanjutnya. Terdapat sepuluh tugas
perkembangan bagi para remaja, yaitu sebagai berikut.
(1) Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebaya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan jenis kelamin yang lain. Artinya para remaja memandang gadis-gadis sebagai wanita dan laki-laki sebagai laki-laki, menjadi manusia dewasa di antara orang–orang dewasa. Mereka dapat bekerja sama dengan orang lain dengan tujuan–tujuan bersama, dapat memahami dan mengendalikan perasaan–perasaan pribadi dan belajar memimpin orang lain tanpa dominasi.
(2) Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing; artinya mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan/norma-norma masyarakat.
(3) Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif-efektifnya dengan perasaan puas.
(4) Mencapai kepuasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-kanakkan lagi, yang selalu tertarik kepada orang tuanya. Ia membebaskan dirinya dari ketergantungannya terhadap orang tua atau orang lain.
(5) Mencapai kebebasan ekonomi. Ia merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usahanya sendiri. Ini terutama sangat penting bagi laki-laki. Akan tetapi dewasa ini bagi kaum wanita pun tugas ini berangsur-angsur menjadi sangat penting.
(6) Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan. Artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakatnya dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.
(7) Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga dan memiliki anak. Bagi wanita ini harus dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan sebagaiman mengurus rumah tangga (home management) dan memelihara anak.
(8) Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat. Maksudnya ialah, bahwa untuk menjadi warga negara yang baik perlu memiliki pengetahuan tentang hukum, pemerintahan, ekonomi, politik, geografi, hakikat manusia dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
(9) Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. Artinya, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagi orang dewasa yang bertanggungjawab, menghormati serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya, baik regional maupun nasional.
(10) Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan sebagai pandangan hidupnya. Norma-norma itu secara sadar dikembangkan dan direalisasikan dalam menetapkan kedudukan manusia dalam hubungannya dengan alam semesta, dan dalam hubungannya dengan manusia-masusia lain; membentuk suatu gambaran dunia dan memelihara harmoni antara nilai-nilai pribadi dengan yang lain.
(1) Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebaya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan jenis kelamin yang lain. Artinya para remaja memandang gadis-gadis sebagai wanita dan laki-laki sebagai laki-laki, menjadi manusia dewasa di antara orang–orang dewasa. Mereka dapat bekerja sama dengan orang lain dengan tujuan–tujuan bersama, dapat memahami dan mengendalikan perasaan–perasaan pribadi dan belajar memimpin orang lain tanpa dominasi.
(2) Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing; artinya mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan/norma-norma masyarakat.
(3) Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif-efektifnya dengan perasaan puas.
(4) Mencapai kepuasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-kanakkan lagi, yang selalu tertarik kepada orang tuanya. Ia membebaskan dirinya dari ketergantungannya terhadap orang tua atau orang lain.
(5) Mencapai kebebasan ekonomi. Ia merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usahanya sendiri. Ini terutama sangat penting bagi laki-laki. Akan tetapi dewasa ini bagi kaum wanita pun tugas ini berangsur-angsur menjadi sangat penting.
(6) Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan. Artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakatnya dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.
(7) Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga dan memiliki anak. Bagi wanita ini harus dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan sebagaiman mengurus rumah tangga (home management) dan memelihara anak.
(8) Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat. Maksudnya ialah, bahwa untuk menjadi warga negara yang baik perlu memiliki pengetahuan tentang hukum, pemerintahan, ekonomi, politik, geografi, hakikat manusia dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
(9) Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. Artinya, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagi orang dewasa yang bertanggungjawab, menghormati serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya, baik regional maupun nasional.
(10) Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan sebagai pandangan hidupnya. Norma-norma itu secara sadar dikembangkan dan direalisasikan dalam menetapkan kedudukan manusia dalam hubungannya dengan alam semesta, dan dalam hubungannya dengan manusia-masusia lain; membentuk suatu gambaran dunia dan memelihara harmoni antara nilai-nilai pribadi dengan yang lain.
Perkembangan Bakat, Minat
dan Kreativitas
Bakat adalah potensi yang dibawa semenjak
lahir oleh setiap individu, yang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan
latihan. Potensi ini dapat diwujudkan menjadi suatu prestasi apabila mendapat
kesempatan pendidikan dan latihan sesuai dengan bidangnya. Kreativitas adalah
kemampuan cipta, karsa dan karya seseorang untuk dapat menciptakan sesuatu yang
baru. Sesuatu yang baru itu dapat ditemukan dengan menghubungkan atau
menggabungkan sesuatu yang sudah ada. Minat adalah kecenderungan dan fokus
perhatian seseorang terhadap sesuatu hal atau merupakan aktivitas tertentu.
Kreativitas
adalah bakat yang dimiliki oleh setiap orang yang dapat dikembangkan dengan
pelatihan dan aplikasi yang tepat. Banyak studi telah dilakukan tentang
perilaku kreatif dari para musisi, ilmuwan besar, arsitek, pujangga, dan
pelukis. Hasilnya adalah bahwa proses kreativitasnya sama, baik kreativitas itu
terpusat pada pemecahan masalah sehari‑hari, atau penemuan ilmiah tingkat
tinggi. Untuk beberapa tahun, proses kreativitas dapat digambarkan dalam empat
tingkatan, yaitu fase persiapan, inkubasi (pengeraman), wawasan, dan
pengesahan.
Proses
kreativitas individu dapat
diuraikan sebagai berikut: pada
tingkat persiapan, usaha dibuat untuk memahami dan mengerti tentang kebutuhan
personal. Selanjutnya pada tahap inkubasi atau pengeraman. Kemudian pada
tingkat wawasan, yang membawa individu pada
pengertian baru. Akhirnya, tingkat
penemuan yang menyadarkan
individu tentang ide kreatif‑pengesahan atau tingkat implementasi.
Pandangan yang keliru
adalah menganggap kreativitas sebagai
proses mental yang hanya
dilakukan oleh orang tertentu saja seperti pelukis,
yang menghasilkan produk baru di
bidang seni.
Terdapat
tiga tingkat berfikir kreatif. Semiawan (1990)
mengemukakan tiga tingkat
kreativitas yang
masing-masing tingkat mempunyai ciri
kognitif dan afektif. Tingkatan
kreatif meliputi: (1) Fungsi divergen; (2) Proses pemikiran dan perasaan
yang majemuk; dan (3) keterlibatan dalam tantangan-tantangan nyata.
Tingkat ini merupakan awal proses
kreatif. Anak yang melakukan latihan
pada tingkat ini akan
mengembangkan kemampuan divergen, yaitu keterbukaan terhadap berbagai
kemungkinan. Secara kognitif anak
mengembangkan fungsi-fungsi divergen meliputi perkembangan dari kelancaran (fluency),
kelenturan (flexibility), keaslian (originality), dan keterincian (elaboration)
dalam berpikir.
Selanjutnya
Semiawan menjelaskan, bahwa tingkat
pertama yang disebut tingkat kreatif
meliputi kesediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman,
kesediaan menerima kesamaran atau kedwiartian (ambiguity), kepekaan terhadap
masalah dan tantangan, rasa ingin tahu, keberanian mengambil risiko, kesadaran,
dan kepercayaan kepada diri sendiri. Tingkat ini merupakan landasan atau dasar
di mana belajar kreatif berkembang. Dengan demikian, tahap ini mencakup
sejumlah metode dan teknik yang dapat dipandang sebagai dasar dari belajar
kreatif.
Pada tingkat ini terjadi peningkatan kemampuan kreatif serta
ciri afektif dan kognitif anak lebih diperluas dan
diterapkan. Segi pengenalan dari tingkat II ini meliputi penerapan, analisis,
sintesis, dan penilaian (evaluasi). Di samping itu, termasuk juga transformasi
dari beraneka produk dan isi, keterampilan metodologis atau penelitian, dan
pemikiran yang melibatkan analogi dan kiasan (metaphor).
Segi
afektif pada tingkat ini mencakup keterbukaan terhadap perasaan-perasaan dan
konflik yang majemuk, mengarahkan perhatian kepada masalah, penggunaan khayalan
dan tamsil, meditasi dan kesantaian (relaxation), serta pengembangan
“keselamatan” psikologis dalam berkreasi atau mencipta. Terdapat penekanan yang
nyata pada pengembangan kesadaran yang meningkat, keterbukaan fungsi-fungsi
prasadar, dan kesempatan-kesempatan untuk pertumbuhan pribadi.
Proses kreatif pada tingkat
pertama dan kedua merupakan dasar bagi keterlibatan afektif dan kreatif
terhadap permasalahan dan tantangan yang
nyata. Anak mengalami keterlibatan dalam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mandiri dan yang diarahkannya sendiri. Siswa belajar kreatif mengarah pada
identifikasi tantangan-tantangan atau masalah-masalah yang berarti, pengajuan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah-masalah itu, dan
pengelolaan sumber-sumber yang mengarah pada perkembangan hasil atau produk
(Semiawan, 1990). Pada tingkat III
mencakup internalisasi nilai-nilai dan
sistem nilai (Kratwohl dkk, 1964), keterikatan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang produktif, dan upaya untuk mencari pengungkapan
(aktualisasi) diri dalam hidup (Maslow, 1968).
Memupuk Iklim
yang Kreatif
Semiawan lebih lanjut menjelaskan
belajar kreatif dapat berlangsung secara lebih lancar dalam suatu iklim yang
menunjang pendayagunaan kreativitas. Untuk mendorong berpikir kreatif, perlu
diusahakan suatu suasana terbuka terhadap gagasan-gagasan baru. Lingkungan
siswa perlu diusahakan agar ikut membantu menghilangkan hambatan-hambatan untuk
berpikir kreatif. Dalam iklim yang kreatif ini terdapat siswa dan guru, anak
dan orang tua saling menerima dan saling menghargai. Dukungan dan sikap positif
dari guru, orang tua, pendidik, dan pengasuh, akan menimbulkan dorongan dalam
diri anak untuk ungkapan kreatif.
Berikut
ini dikemukakan beberapa saran untuk menciptakan iklim dan suasana yang mendorong
dan menunjang pemikiran kreatif (Semiawan, 1990):
(1) Bersikaplah terbuka terhadap minat dan gagasan anak atau siswa.
(2) Berilah waktu kepada anak/siswa untuk memikirkan dan mengembangkan gagasan kreatif. Kreativitas tidak selalu timbul secara langsung dan spontan.
(3) Ciptakanlah suasana saling menghargai dan saling menerima antar anak atau siswa, antara anak dengan orang tua, dan antara siswa dengan guru atau pengasuh; sehingga anak atau siswa dapat bekerja sama, mengembangkan dan belajar secara bersama maupun secara mandiri.
(4) Kreativitas dapat diterapkan dalam semua bidang kurikulum dan bidang ilmu. Kreativitas bukanlah monopoli bidang seni.
(5) Doronglah kegiatan berpikir divergen dan jadilah nara sumber dan pengarah.
(6) Suasana yang hangat dan mendukung memberi keamanana dan kebebasan untuk berpikir menyelidiki (eksploratif).
(7) Berilah kesempatan kepada anak atau siswa untuk berperan serta dalam mengambil keputusan.
(8) Usahakanlah agar semua anak atau siswa terlibat dan dukunglah gagasan dan pemecahan anak atau siswa terhadap masalah dan rencana (proyek). Mendukung tidak sama dengan menyetujui. Mengusahakan berarti menerima, menghargai, dan apabila masih belum tepat usahakan ketepatan pemecahan secara bersama.
(9) Bersikaplah positif terhadap kegagalan, dan bantulah anak atau siswa untuk menyadari kesalahan atau kelemahan serta usahakan peningkatan gagasan atau usahanya agar memenuhi syarat, dalam suasana yang menunjang atau mendukung.
(1) Bersikaplah terbuka terhadap minat dan gagasan anak atau siswa.
(2) Berilah waktu kepada anak/siswa untuk memikirkan dan mengembangkan gagasan kreatif. Kreativitas tidak selalu timbul secara langsung dan spontan.
(3) Ciptakanlah suasana saling menghargai dan saling menerima antar anak atau siswa, antara anak dengan orang tua, dan antara siswa dengan guru atau pengasuh; sehingga anak atau siswa dapat bekerja sama, mengembangkan dan belajar secara bersama maupun secara mandiri.
(4) Kreativitas dapat diterapkan dalam semua bidang kurikulum dan bidang ilmu. Kreativitas bukanlah monopoli bidang seni.
(5) Doronglah kegiatan berpikir divergen dan jadilah nara sumber dan pengarah.
(6) Suasana yang hangat dan mendukung memberi keamanana dan kebebasan untuk berpikir menyelidiki (eksploratif).
(7) Berilah kesempatan kepada anak atau siswa untuk berperan serta dalam mengambil keputusan.
(8) Usahakanlah agar semua anak atau siswa terlibat dan dukunglah gagasan dan pemecahan anak atau siswa terhadap masalah dan rencana (proyek). Mendukung tidak sama dengan menyetujui. Mengusahakan berarti menerima, menghargai, dan apabila masih belum tepat usahakan ketepatan pemecahan secara bersama.
(9) Bersikaplah positif terhadap kegagalan, dan bantulah anak atau siswa untuk menyadari kesalahan atau kelemahan serta usahakan peningkatan gagasan atau usahanya agar memenuhi syarat, dalam suasana yang menunjang atau mendukung.
Sumber
Bacaan:
Hurlock,
E.B. (1956). Child Development. New
York: McGraw-Hill Book Co.
Kartini
Kartono. (1992). Psikologi Wanita;
Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung: Mandar Maju.
Santrock,
W John. (1992). Life Span Development.
Texas: Wm. C. Brown Communication, Inc.
Semiawan,
Conny, A.S. Munandar, S.C.U. Munandar. (1984) Memupuk Bakat dan
Kreativitas Siswa Sekolah Menengah: Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua.
Jakarta: Gramedia.
Semiawan,
Conny. (1996). Perspektif Pendidikan
Anak Berbakat. Jakarta: Gramedia.
=======================
Tags:
Pembelajaran
Saya ucapkan terima kasih, karena sangat terbantu dengan tulisan yang Bapak bagikan. Tulisan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan profesionalisme guru serta dapat pula dijadikan referensi dalam penulisan karya ilmiah guru, terutama dalam penulisan Penelitian Tindakan Kelas. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, mudah-mudahan artikel tentang pembelajaran ini menjadi sarana amal kebajikan.
Terimka kasih, gan, Posting agan sangat bermanfaat khusus untuk para guru dan siswa serta bagi institusi sekolah. Selamat dan sukses selalu.
Terimka kasih, gan, Posting agan sangat bermanfaat khusus untuk para guru dan siswa serta bagi institusi sekolah. Selamat dan sukses selalu.
Terima kasih, infonya sangat bermanfaat. Keren abiiiiiiizzzzzzzzzzzz
Mengenal tahapan perkembangan peserta didik / siswa akan sangat membantu guru dalam memilih strategi, pendekatan dan model pembelajaran yang akan digunakan