Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi (Kepmendikbud Ristek) Nomor 162/M/2021 Tentang Program Sekolah Penggerak merupakan pengganti Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud) Nomor 1177/M/2020 tentang Program Sekolah Penggerak karena dipandang belum sesuai dengan kebutuhan pembaruan pembelajaran.
Diktum KESATU KepmendikbudRistek Nomor 162/M/2021 Tentang
Program Sekolah Penggerak, menyatakan Menetapkan Program Sekolah Penggerak
sebagai program yang berfokus pada peningkatan kompetensi peserta didik secara
holistik untuk lebih mendorong perwujudan profil pelajar Pancasila.
Pada diktum KEDUA Kepmendikbud Ristek Nomor 162/M/2021
Tentang Program Sekolah Penggerak, dinyatakan bahwa Program Sekolah
Penggerak sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU diselenggarakan pada:
a. Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) usia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun;
b. Sekolah Dasar (SD);
c. Sekolah Menengah Pertama
(SMP);
d. Sekolah Menengah Atas
(SMA); dan
e. Sekolah Luar Biasa (SLB).
Diktum KETIGA KepmendikbudRistek Nomor 162/M/2021 Tentang
Program Sekolah Penggerak, menyatakan bahwa Penyelenggaraan Program Sekolah
Penggerak sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA dilaksanakan melalui:
a. sosialisasi Program Sekolah Penggerak;
b. penetapan provinsi/kabupaten/kota sebagai penyelenggara
Program Sekolah Penggerak;
c. penetapan satuan pendidikan sebagai
pelaksana Program Sekolah Penggerak;
d. pelaksanaan kegiatan Program Sekolah Penggerak
pada pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota;
e. pelaksanaan kegiatan Program Sekolah Penggerak
pada satuan pendidikan; dan
f. evaluasi penyelenggaraan Program Sekolah
Penggerak.
Pada Diktum KEEMPAT KepmendikbudRistek Nomor 162/M/2021 Tentang
Program Sekolah Penggerak, diegaskan bahwa Penyelenggaraan Program Sekolah Penggerak
sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA sesuai dengan mekanisme sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri
ini.
Juga dinyatakan dalam diktum KELIMA Kepmendikbud Ristek Nomor 162/M/2021 Tentang Program Sekolah Penggerak, bahwa Pelaksanaan kegiatan Program Sekolah Penggerak sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA menggunakan pedoman pembelajaran yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
Ditegaskan pula pada Diktum
KEENAM KepmendikbudRistek Nomor 162/M/2021
Tentang Program Sekolah Penggerak, bahwa Pedoman pembelajaran sebagaimana
dimaksud dalam Diktum KELIMA meliputi:
a. kerangka dasar kurikulum;
b. struktur kurikulum;
c. linieritas guru;
d. capaian pembelajaran;
e. prinsip pembelajaran dan
asesmen;
f. perangkat ajar;
g. kurikulum operasional di
satuan pendidikan; dan
h. evaluasi pembelajaran
pada sekolah penggerak.
Selanjutnya Diktum KETUJUH Kepmendikbud Ristek Nomor 162/M/2021
Tentang Program Sekolah Penggerak, menyatakan bahwa Pelaksanaan pembelajaran
dalam Program Sekolah Penggerak sebagaimana dimaksud dalam Diktum KELIMA
menggunakan buku pendidikan yang ditetapkan oleh pemimpin unit utama yang membidangi
kurikulum, asesmen, dan perbukuan atas nama Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset dan Teknologi.
Dalam Diktum KEDELAPAN KepmendikbudRistek Nomor 162/M/2021 Tentang
Program Sekolah Penggerak, dinyatakan: Buku pendidikan yang digunakan dalam
pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUH, dievaluasi secara
berkala sebagai dasar revisi dan penetapan kembali oleh pemimpin unit utama yang
membidangi kurikulum, asesmen, dan perbukuan.
Berdasarkan Diktum
KESEMBILAN KepmendikbudRistek Nomor 162/M/2021
Tentang Program Sekolah Penggerak, ditegaskan bahwa Ketentuan yang merupakan
pelaksanaan dari Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud)
Nomor 1177/M/2020 tentang Program Sekolah Penggerak, Satuan Pendidikan yang
telah ditetapkan sebagai sekolah penggerak, dan kerja sama yang telah dilaksanakan
sebelum berlakunya Keputusan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Keputusan Menteri ini.
Diktum Diktum KESEPULUH
menyatakan bahwa Kepmendikbud Ristek
Nomor 162/M/2021 Tentang Program Sekolah Penggerak, menyatakan Pada saat
Keputusan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 1177/M/2020 tentang Program Sekolah Penggerak, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku. Sedangkan dalam Diktum KESEMBELAS ditegaskan bahwa KepmendikbudRistek Nomor 162/M/2021 Tentang
Program Sekolah Penggerak,Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan yakni tanggal 5 Juli 2021.
Pada lampiran 1 KepmendikbudRistek Nomor 162/M/2021, dinyakatan
bahwa Program Sekolah Penggerak bertujuan untuk: 1) meningkatkan kompetensi dan
karakter yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila; 2) menjamin pemerataan kualitas
pendidikan melalui program peningkatan kapasitas kepala sekolah yang mampu
memimpin satuan pendidikan dalam mencapai pembelajaran yang berkualitas; 3) membangun
ekosistem pendidikan yang lebih kuat yang berfokus pada peningkatan kualitas;
dan 4) menciptakan iklim kolaboratif bagi para pemangku kepentingan di bidang pendidikan
baik pada lingkup sekolah, pemerintah daerah, maupun pemerintah. Diharapkan dengan
adanya mekanisme penyelenggaraan Program Sekolah Penggerak ini dapat digunakan sebagai
acuan bagi para pihak dalam melaksanakan Program Sekolah Penggerak agar
penyelenggaraan sesuai dengan yang diharapkan.
Sasaran penyelenggaraan
Program Sekolah Penggerak meliputi: 1) guru/pendidik PAUD; 2) kepala satuan
pendidikan; dan 3) pengawas sekolah/penilik, yang berlokasi di
provinsi/kabupaten/kota yang ditetapkan sebagai pelaksana Program Sekolah
Penggerak.
Sedangkan pada lampiran 2 Kepmendikbud Ristek Nomor 162/M/2021 Tentang
Program Sekolah Penggerak, Pembelajaran yang dilaksanakan pada
Program Sekolah Penggerak mengacu kepada profil pelajar Pancasila dalam rangka penguatan
kompetensi dan karakter peserta didik sebagai salah satu komponen penting dalam
pelaksanaan pembelajaran. Profil pelajar Pancasila merupakan perwujudan pelajar
Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai
nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama, yaitu beriman, bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong
royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
Kerangka dasar kurikulum merupakan
landasan utama dalam pengembangan struktur kurikulum yang menjadi acuan
pembelajaran. Kerangka dasar kurikulum mengarahkan kompetensi yang perlu
dikuasai peserta didik, karakter yang perlu dibangun dan dikembangkan, serta materi
pelajaran yang perlu dipelajari peserta didik. Kerangka dasar kurikulum juga mengatur
prinsip-prinsip yang perlu menjadi acuan guru ketika merancang pembelajaran dan
asesmen. Kerangka dasar kurikulum terdiri dari:
a.
struktur kurikulum;
b.
capaian pembelajaran; dan
c.
prinsip pembelajaran dan asesmen.
Pemerintah menyediakan berbagai
contoh kurikulum operasional dan perangkat ajar untuk membantu sekolah dan
guru. Contoh kurikulum operasional dan perangkat ajar digunakan sebagai referensi
untuk menginspirasi sekolah dan guru dalam mengembangkan kurikulum operasional
dan perangkat ajar secara mandiri yang kontekstual serta sesuai dengan karakteristik
satuan pendidikan dan peserta didik. Contoh kurikulum operasional dan perangkat
ajar tersebut bukan merupakan kewajiban bagi sekolah dan guru untuk
menggunakannya.
Struktur kurikulum merupakan
pengorganisasian atas capaian pembelajaran, muatan pembelajaran, dan beban belajar.
Pemerintah mengatur muatan pembelajaran wajib beserta beban belajarnya. Satuan
pendidikan dan/atau Pemerintah Daerah dapat menambahkan muatan tambahan sesuai kebutuhan
dan karakteristik satuan pendidikan dan/atau daerah.
Pembelajaran dibagi menjadi
2 (dua) kegiatan utama, yaitu: a) pembelajaran reguler atau rutin yang merupakan
kegiatan intrakurikuler; dan b) projek penguatan profil pelajar Pancasila. Kegiatan
pembelajaran reguler untuk setiap mata pelajaran mengarah pada capaian
pembelajaran dan profil pelajar Pancasila. Pembelajaran berbasis projek dalam projek
penguatan profil pelajar Pancasila diselenggarakan untuk menguatkan upaya pencapaian
profil pelajar Pancasila.
Projek untuk menguatkan pencapaian
profil pelajar Pancasila diatur sebagai berikut:
a.
dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
b.
tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga
tidak terikat pada konten mata pelajaran;
c.
merupakan kegiatan pembelajaran yang lebih fleksibel, tidak terpaku pada jadwal
belajar seperti kegiatan reguler, serta lebih banyak melibatkan lingkungan dan masyarakat
sekitar dibandingkan pembelajaran reguler; dan
d.
peserta didik berperan besar dalam menentukan strategi dan aktivitas projeknya,
sementara guru berperan sebagai fasilitator.
Ketentuan lebih lanjut
mengenai projek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila ditetapkan
oleh pimpinan unit utama yang membidangi kurikulum, asesmen, dan perbukuan.
Pemerintah mengatur beban belajar
untuk setiap muatan atau mata pelajaran tidak dalam jam pelajaran (JP) per-minggu,
tetapi dalam JP per-tahun. Oleh karena itu, satuan pendidikan dapat mengatur
pembelajaran secara fleksibel di mana alokasi waktu setiap minggunya tidak selalu
sama dalam satu tahun. Sebagai contoh, satuan pendidikan dapat mengajarkan mata
pelajaran secara intensif dalam kurun waktu 1 (satu) semester untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik untuk melakukan pameran unjuk kerjanya di akhir semester pertama.
Oleh karena itu, alokasi waktu yang ditargetkan untuk 1 (satu) tahun dapat
dicapai dalam kurun waktu 1 (satu) semester. Dengan demikian, satuan pendidikan
dapat meniadakan mata pelajaran tersebut pada semester berikutnya karena JP yang
harus dipenuhi dalam kurun waktu 1 (satu) tahun telah dicapai dalam waktu 1 (satu)
semester. Pengaturan beban belajar seperti ini dilakukan agar pembelajaran
lebih bermakna karena peserta didik memiliki waktu belajar yang lebih efektif dan
dapat fokus pada kompetensi yang ingin dicapai tanpa membebaninya dengan muatan
yang terlalu padat. Namun demikian, alokasi JP intrakurikuler per-minggu tetap disampaikan
untuk membantu guru dalam merancang kurikulum dan pembelajaran.
Pemerintah Pusat juga mengatur
proporsi beban belajar untuk setiap muatan atau mata pelajaran. Proporsi beban belajar
diatur untuk pembelajaran intrakurikuler dan projek penguatan profil pelajar
Pancasila. Alokasi waktu untuk kegiatan projek yang diarahkan untuk penguatan pencapaian
profil pelajar Pancasila digunakan secara lebih fleksibel dibandingkan pembelajaran
intrakurikuler karena projek penguatan profil pelajar Pancasila bukan suatu kegiatan
rutin per-minggu. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan beban kerja guru
dikaitkan dengan beban belajar peserta didik ditetapkan oleh pimpinan unit
utama yang membidangi guru dan tenaga kependidikan.
Satuan pendidikan dan/atau Pemerintah
Daerah yang menambahkan muatan tambahan sesuai kebutuhan dan karakteristik satuan
pendidikan dan/atau daerah, secara fleksibel dapat mengelola kurikulum muatan
lokal. Pembelajaran muatan lokal dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pilihan
sebagai berikut.
a.
Mengintegrasikan muatan lokal ke dalam mata pelajaran lain.
Satuan
pendidikan dan/atau Pemerintah Daerah dapat menentukan capaian pembelajaran untuk
muatan lokal, kemudian memetakannya ke dalam mata pelajaran lain. Sebagai contoh,
tentang batik diintegrasikan dalam mata pelajaran Seni Rupa, sejarah lokal
suatu daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran IPS, dan sebagainya.
b.
Mengintegrasikan muatan lokal ke dalam tema projek penguatan profil pelajar
Pancasila.
Satuan
pendidikan dan/atau Pemerintah Daerah dapat mengintegrasikan muatan lokal ke dalam
tema projek penguatan profil pelajar Pancasila. Sebagai contoh, projek terkait dengan
tema wirausaha dilakukan dengan mengeksplorasi potensi kerajinan lokal, projek dengan
tema perubahan iklim dikaitkan dengan isu-isu lingkungan di wilayah tersebut,
dan sebagainya.
c.
Mengembangkan mata pelajaran khusus muatan lokal yang berdiri sendiri sebagai
bagian dari program intrakurikuler.
Satuan
pendidikan dan/atau Pemerintah Daerah dapat mengembangkan mata pelajaran khusus
muatan lokal yang berdiri sendiri sebagai bagian dari program intrakurikuler. Sebagai
contoh, mata pelajaran bahasa dan budaya daerah, kemaritiman, kepariwisataan, dan
sebagainya sesuai dengan potensi masing-masing daerah. Dalam hal satuan pendidikan
membuka mata pelajaran khusus muatan lokal, beban belajarnya maksimum 72 (tujuh
puluh dua) JP per tahun atau 2 (dua) JP per minggu.
Berikut ini adalah penjelasan
terkait struktur kurikulum pada Pendidikan Anak UsÃa Dini (PAUD), Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), serta
Sekolah Luar Biasa (SLB) yang meliputi Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
(SMALB)
1. Struktur kurikulum PAUD
usia 5 (lima) – 6 (enam) tahun
Bermain
merupakan intisari kurikulum dan pembelajaran di PAUD, yaitu “Merdeka Belajar, Merdeka
Bermain”. Bermain adalah belajar, dan bermain-belajar merupakan kegiatan yang
esensial untuk perkembangan yang optimal. Anak belajar melalui bermain di saat
ia menjelajahi lingkungan untuk mengenali dunia di sekelilingnya. Di usia emas
perkembangan otaknya, anak perlu diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman
yang bermakna. Bermain sesuai dengan minat dan rasa ingin tahu anak membuat anak
memiliki pembelajarannya. Inilah merdeka bermain bagi anak.
Kegiatan
yang juga dikuatkan dalam pembelajaran di PAUD merupakan kegiatan
bermain-belajar berbasis buku bacaan anak. Kegiatan ini ditujukan untuk menguatkan
literasi secara dini melalui kegiatan-kegiatan yang membangun minat baca anak.
Kegiatan berbasis buku bacaan anak bukanlah kegiatan yang menuntut anak untuk
dapat membaca secara mandiri, melainkan kegiatan yang melibatkan buku bacaan anak.
Sebagai contoh, kegiatan di PAUD diawali dengan guru membacakan buku cerita kepada
anak-anak, kemudian mendiskusikan isi buku tersebut, dan melakukan aktivitas yang
berkaitan dengan isi buku yang telah dibaca bersama.
Berbagai
pendekatan kegiatan bermain-belajar dapat digunakan di satuan PAUD seiring dengan
kegiatan berbasis buku bacaan anak, misalnya kegiatan kelompok, kegiatan berbasis
area, kegiatan berbasis sentra, dan kegiatan projek. Keragaman pendekatan dan metode
diharapkan dapat memberikan stimulasi yang dapat mendorong tumbuh kembang yang
optimal serta siap untuk bersekolah di jenjang berikutnya. Selain itu dukungan
berupa area bermain yang terbuka, guru/pendidik yang membangun komunikasi stimulatif
akan memberikan kebebasan pada anak dan dapat mengoptimalkan potensi
perkembangannya. Oleh karena itu, kegiatan belajar baca-tulis-hitung yang
monoton di mana anak belajar membaca dan menulis suatu kata berulang-ulang
(drilling), adalah kegiatan yang harus dihindari.
Capaian
perkembangan pada jenjang PAUD (CP PAUD) terdiri atas 3 elemen, yaitu:
a.
nilai agama dan budi pekerti;
b.
jati diri; dan
c.
dasar-dasar literasi, sains, teknologi, rekayasa, seni, dan matematika (STEAM).
Ketiga
elemen ini dicapai melalui kegiatan bermain-belajar yang terpadu. Kegiatan di
satuan PAUD dianjurkan untuk dilakukan selama 1.050 (seribu lima puluh) menit
per minggu.
2. Struktur Kurikulum SD
Struktur
kurikulum SD dibagi menjadi 3 (tiga) bagian atau 3 (tiga) Fase: a) Fase A untuk
Kelas I dan Kelas II; b) Fase B utuk Kelas III dan Kelas IV; dan c) Fase C
untuk Kelas V dan Kelas VI. Fase A merupakan periode pengembangan dan penguatan
kemampuan literasi dan numerasi dasar. Oleh karena itu, jumlah mata pelajaran dasar
yang perlu diajarkan di Fase A tidak sebanyak di fase B dan fase C. Ilmu
Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) belum menjadi mata pelajaran wajib di Fase A.
Muatan mata pelajaran tersebut mulai menjadi wajib untuk diajarkan sejak masuk di
awal Fase B (Kelas III). Mata pelajaran IPAS merupakan mata pelajaran yang ditujukan
untuk membangun kemampuan dasar untuk mempelajari ilmu pengetahuan (sains),
baik ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial. Ketika mempelajari lingkungan
sekitarnya, peserta didik SD melihat fenomena alam dan sosial sebagai suatu
kesatuan secara umum, dan mereka mulai berlatih membiasakan diri untuk
mengamati atau mengobservasi, mengeksplorasi, dan melakukan kegiatan yang
mendorong kemampuan inkuiri lainnya yang sangat penting untuk menjadi fondasi sebelum
mereka mempelajari konsep dan topik yang lebih spesifik di mata pelajaran IPA
dan IPS yang akan mereka pelajari di SMP.
Satuan
pendidikan SD dapat menstruktur muatan pembelajaran menggunakan mata pelajaran atau
melanjutkan penggunaan pendekatan tematik yang disesuaikan dengan capaian
pembelajaran dan profil pelajar Pancasila. Sebagaimana telah disampaikan di awal,
proporsi beban belajar terbagi menjadi dua, yaitu:
a.
pembelajaran intrakurikuler; dan
b.
projek penguatan profil pelajar Pancasila untuk SD, dialokasikan sekitar 20% sampai
dengan 25% beban belajar per-tahun.
3. Struktur Kurikulum SMP
Struktur
kurikulum SMP terdiri atas satu fase yaitu Fase D. Fase D yaitu untuk Kelas
VII, Kelas VIII dan Kelas IX. Proporsi beban belajar terbagi menjadi dua,
yaitu:
a.
pembelajaran intrakurikuler; dan
b.
projek penguatan profil pelajar Pancasila dialokasikan sekitar 25% sampai
dengan sekitar 30% total JP per tahu
4. Struktur Kurikulum SMA
Kurikulum
SMA pada SMA pelaksana Program Sekolah Penggerak ini mengalami perubahan yang cukup
signifikan dibandingkan dengan Kurikulum 2013. Struktur kurikulum SMA terdiri atas
dua fase yaitu:
a.
Fase E untuk Kelas X;
b.
Fase F untuk Kelas XI dan Kelas XII.
Di Kelas
X, peserta didik akan mengikuti mata pelajaran yang sama dengan di SMP yaitu
mata pelajaran umum. Mulai Kelas XI, peserta didik sudah menentukan mata pelajaran
pilihan sesuai minat dan bakatnya.
Seperti
di SMP, mata pelajaran IPA dan IPS di Kelas X SMA belum dipisahkan menjadi mata
pelajaran yang lebih spesifik. Namun demikian, satuan pendidikan dapat menentukan
bagaimana muatan pelajaran diorganisasi. Pengorganisasian pembelajaran IPA atau
IPS sebagai berikut;
a.
mengajarkan muatan IPA atau IPS secara terintegrasi. Misalnya dalam mata pelajaran
IPA, untuk capaian pembelajaran muatan pelajaran Fisika, Kimia, dan Biologi
dipadukan dalam satu tema sehingga menjadi pembelajaran berbasis tema, pembelajaran
berbasis masalah (problem-based learning), atau unit inkuiri lainnya;
b.
mengajarkan muatan IPA atau IPS secara bergantian dalam blok waktu yang
terpisah. Misalnya peserta didik mempelajari muatan pelajaran Fisika terlebih dahulu
sampai dengan selesai, kemudian muatan pelajaran Kimia sampai dengan selesai, dan
dilanjutkan muatan pelajaran Biologi sampai dengan selesai, atau dengan urutan yang
berbeda sesuai dengan kebutuhan sekolah. Kemudian setelah semua muatan pelajaran
(Fisika, Kimia, dan Biologi) selesai dipelajari, diikuti dengan unit pembelajaran
inkuiri yang mengintegrasikan muatan pelajaran IPA tersebut; atau
c.
mengajarkan muatan IPA atau IPS secara paralel, dengan jam pelajaran terpisah
seperti mata pelajaran yang berbeda-beda, kemudiaan diikuti dengan unit pembelajaran
inkuiri yang mengintegrasikan muatan-muatan pelajaran IPA atau IPS tersebut.
Misalnya masing-masing muatan pelajaran Fisika, Kimia, Biologi diajarkan secara
reguler secara bersamaan setiap minggu sesuai dengan alokasi JP untuk masing-
masing muatan pelajaran.
Proporsi beban belajar untuk
SMA terbagi menjadi dua , yaitu: a) pembelajaran intrakurikuler; dan b) projek
penguatan profil pelajar Pancasila dialokasikan sekitar 25% sampai dengan
sekitar 33% total JP per tahun.
Selengkapnya silhkan baca
dan download Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi (Kepmendikbud Ristek) Nomor 162/M/2021 Tentang Program Sekolah
Penggerak, melalui link didownload yang tersedia di bawah ini.
Link download
Demikian informasi tentang
link download Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi atau KepmendikbudRistek Nomor 162/M/2021 pdf Tentang Program
Sekolah Penggerak. Semoga ada manfaatnya, terima kasih.