Kementerian Agama akan menggelar sidang isbat atau Penetapan 1 Syawal 2022 (1443 H) pada Minggu tanggal 1 Mei 2022 petang. Sidang akan berlangsung di Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama ini akan didahului proses pengamatan hilal yang dilakukan di 99 titik lokasi di seluruh Indonesia.
Dirjen Bimas Islam Kemenag,
Kamaruddin Amin menyatakan, secara hisab posisi hilal di Indonesia saat sidang
isbat awal Syawal 1443 H mendatang, sudah memenuhi kriteria baru yang
ditetapkan MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan
Singapura).
“Di Indonesia, pada 29
Ramadan 1443 H yang bertepatan dengan 1 Mei 2022 tinggi hilal antara 4 derajat
0,59 menit sampai 5 derajat 33,57 menit dengan sudut elongasi antara 4,89
derajat sampai 6,4 derajat,” jelas Kamaruddin di Jakarta.
"Artinya, secara
hisab, pada hari tersebut posisi hilal awal Syawal di Indonesia telah masuk
dalam kriteria baru MABIMS," imbuh Kamaruddin.
Menurut kriteria baru
MABIMS, imkanur rukyat dianggap memenuhi syarat apabila posisi hilal mencapai
ketinggian 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Kriteria ini merupakan
pembaruan dari kriteria sebelumnya, yakni 2 derajat dengan sudut elongasi 3
derajat yang mendapat masukan dan kritik.
Kamaruddin menambahkan,
Pemerintah Indonesia akan menyelenggarakan Sidang Isbat, dengan menggunakan
metode hisab dan rukyat, di mana posisi hilal Syawal akan dipresentasikan oleh
Tim Unifikasi Kalender Hijriyah yang selanjutnya menunggu laporan rukyat dari
seluruh Indonesia.
"Rukyat digunakan
sebagai konfirmasi terhadap hisab dan kriteria yang digunakan. Kedua hal yaitu
hisab dan konfirmasi pelaksanaan rukyatul hilal akan dimusyawarahkan dalam
sidang isbat untuk selanjutnya diambil keputusan awal Syawal 1443 H," jelasnya.
Sebelumnya, Guru Besar Ilmu
Hadis UIN Alauddin Makassar ini juga menyampaikan penjelasan tersebut dalam
pertemuan pakar falak MABIMS yang berlangsung secara daring pada Kamis, 21
April 2022. Dalam pertemuan tersebut, Kamaruddin menyampaikan, penerapan kriteria
baru MABIMS diharapkan memunculkan formulasi dan gagasan yang bermanfaat bagi
umat Islam di negara-negara anggota MABIMS.
“Kita perlu menciptakan
suasana yang kondusif bagi umat Islam, khususnya di bidang hisab rukyat. Kami
berharap, forum ini bisa menghasilkan ide-ide yang cemerlang untuk mendukung
kemajuan hisab rukyat di dunia Islam secara umum,” tambahnya.
Kamaruddin menambahkan,
hasil keputusan sidang isbat akan disampaikan dalam konferensi pers yang
ditayangkan secara langsung oleh TVRI sebagai tv pool.
Penetapan
1 Syawal 2022 (1443 H) Maklumat PP Muhammadiyah
Berdasarkan Maklumat PP Muhammadiyah
Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 Tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, Dan
Zulhijah 1443 Hijriah, Penetapan 1 Syawal 2022 (1443 H) jatuh pada hari Senin tanggal
2 Mei 2022 M. Menurut Maklumat PP Muhammadiyah, Pada hari Sabtu Legi 29 Ramadan
1443 H atau bertepatan dengan 30 April 2022 M ijtimak jelang Syawal 1443 H
belum terjadi. Ijtimak terjadi esok harinya pada hari Ahad Pahing tanggal 30
Ramadan 1443 H bertepatan dengan 1 Mei 2022 M pukul 03:31:02 WIB. Tinggi Bulan
pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta ( f = -07° 48¢ LS dan l = 110° 21¢ BT
) = +04° 50¢ 25² (hilal sudah wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada
saat Matahari terbenam itu Bulan berada di atas ufuk. Umurbulan Ramadan 1443 H
30 hari dan tanggal 1 Syawal 1443 H jatuh pada hari Senin Pon, 2 Mei 2022 M.
Hal
yang memungkikan terjadi perbedaan Penetapan 1 Syawal 2022 (1443 H)
Penentuan awal dan akhir
Ramadhan dapat dilakukan melalui salah satu dari tiga cara di bawah ini: 1) Rukyatul
hilal (melihat bulan sabit); 2) Menyempurnakan bulan sya`ban manjadi tiga puluh
hari; daan 3) Memperkirakan bulan sabit atau dengan menggunakan ilmu falaq
Cara
pertama: rukyatul hilal
Yaitu melihat hilal (bulan
baru/sabit) setelah ijtima’ (konjungsi) dan setelah wujud/muncul di atas ufuk
pada ahir bulan dengan mata telanjang atau melalui alat. Cara ini berdasarkan
sabda Rasulullah SAW: “Janganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat
hilal dan janganlah berhari raya sehingga kalian melihat hilal .” ( HR Bukhori
dan Muslim)
Hadits lain menegaskan
bahwa cara menentukan awal Ramadhan adalah dengan melihat bulan sabit.
“berpuasalah jika telah melihat hilal dan berharirayalah bila telah melihat
hilal”. (HR Bukhori dan Muslim).
Cara ini merupakan cara
yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh semua orang sepanjang yang
berangkutan tidak termasuk cacat penglihatan. Hal ini sangat sesuai dengan
kondisi ummat pada awal keisalaman dimana mayoritas kaum muslimin pada waktu
itu masih banyak yang belum bisa baca dan tulis.
Jumhur ulama mencukupkan
bahwa hasil rukyat yang dilakukan seorang muslim yang dapat dipercaya dan tidak
cacat dalam agamanya (adil) dapat dijadikan sebagai landasan untuk memutuskan
tentang awal bulan Ramadhan. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Umar dia berkata
bahwa ketika semua orang sedang memantau awal bulan maka sayalah yang
melihatnya, lalu saya laporkan kepada Nabi kemudian Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam berpuasa dan menyuruh seluruh kaum muslimin untuk berpuasa”.
(HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni ).
Cara
kedua: Menyempurnakan bulan Sya`ban manjadi tiga puluh hari
Ketika para perukyat tidak
berhasil melihat hilal pada tanggal 29 bulan Sya`ban baik keadaan langit berawan,
mendung atau cerah, maka cara menentukan awal bulan Ramadhan dalam keadaan
seperti ini adalah menjadikan bilangan bulan Sya`ban menjadi tiga puluh.
Pandangan ini didasarkan
kepada Sabda Nabi. Dari Abu Hurairah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”berpuasalah jika telah melihat hilal dan berharirayalah bila telah melihat
hilal, apabila terhalang oleh mendung maka sempurnakanlah bulan sya`ban menjadi
tiga uluh hari”. (HR Bukhori dan Muslim).
”Bulan (sya`ban) itu dua puluh sembilan malam, maka jaganlah puasa
hingga kalian melihatnya (hilal) apabila terhalang olehmu mendung maka
sempurnaan menjadi tigapuluh malami” (HR Bukhori )
Cara ketiga: Memperkirakan bulan sabit atau dengan
menggunakan ilmu falaq
Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam, bersabda: “Janganlah
berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat hilal dan janganlah berhari raya
sehingga kalian melihat hilal, apabila terhalang olehmu mendung maka
perkirakanlah” ( HR Bukhori dan Muslim).
Sebagian ulama, seperti;
Muthrif bin Abdullah, Abul Abbas bin Suraij dan Ibnu Qutaibah berpendapat bahwa
maksud faqduru lah adalah perkirakanlah bulan sesuai dengan posisi orbitnya.
Pendapat Abul Abbas Ibnu
Siraj dari kalangan ulama Syafi`iyyah, mengatakan bahwa orang yang mengetahui
awal Ramadhan melalui ilmu falaqnya, maka dia wajib berpuasa. (lihat al-Majmuk
oleh an-Nawawi; 6/279,280).
Cara ketiga untuk penentuan
awal bulan mengundang perhatian lebih luas bagi para ulama kontemporer dan ahli
dengan berkembangnya ilmu falaq modern. Sebagaimana dikutip oleh al-Qardhawi
dalam risalah Ramadhan dimana sebagian ulama besar pada abad modern ini seperti
Ahmad Muhammad Syakir, Mustafa Zarqa` berpandangan bahwa perlunya ummat Islam
beralih dari cara yang sederhana menuju cara yang lebih modern dan terukur dalam
menentukan awal bulan Ramadhan yaitu dengan berpedoman kepada ilmu falaq modern
yang mana teori-teori yang dibangun berdasarkan ilmu yang pasti dan perhitungan
yang sangat teliti. Cara ini dilakukan dengan memanfaatkan falaq modern sebagai
pendukung melakukan rukyat hilal, dan rukyat hilal sebagai dasar utama
penetapan bulan Ramadhan dan Syawal.
Demikian info tentang Tata
Cara Penetapan 1 Syawal 2022 (1443 H).
Semoga ada manfaatnya, terima kasih.