Pengertian Evaluasi, Fungsi Dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran

Pengertian Evaluasi Pembelajaran, Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran


A. Pengertian Evaluasi
Secara etimologis, kata “Evaluasi” berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata “Evaluation”, yang artinya penilaian atau pengukuran, yang dalam bahasa Arab disebut dengan “At-Taqdir”. Sinonim dari kata evaluasi adalah assesment, yang menurut Richard Tardif sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah (1999:17) berarti proses penilaian yang menggambarkan prestasi yang dicapai oleh seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Istilah-istilah yang berdekatan dengan evaluasi dan sering digunakan secara bergantian, adalah tes dan pengukuran (measurment). Dalam konteks tertentu, ketiga istilah tersebut (tes, pengukuran dan evaluasi), memang sulit untuk dipisahkan, namun secara konseptual ketiganya mempunyai pengertian yang berbeda.

Kaufman Dab Thomas sebagaimana dikutip oleh Rusijono Rusijono, EvaluasiPembelajaran, (1999:1) mengatakan, bahwa:
Testing is the task of gathering data. Measurement is the technique or method used to compare those data against a standard, and evaluation the proporse for wich one uses tests and meansurment”. Artinya: “Tes adalah pemberian tugas yang bertujuan mengumpulkan data. Pengukuran adalah teknik atau metode untuk membandingkan data (yang telah dikumpulkan dengan kriteria tertentu). Sedangkan evaluasi, adalah penggunaan hasil tes dan pengukuran untuk keperluan tertentu”.

Secara sederhana, bila konsep tersebut diaplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar, dapat digambarkan bahwa ketika guru memberikan ulangan, ujian pada siswa, maka proses tersebut dapat dikatakan “tes”. Setelah data yang berupa hasil pekerjaan siswa dikumpulkan, guru melakukan koreksi untuk menentukan skor masing-masing siswa. Koreksi pada dasarnya, proses membandingkan pekerjaan siswa dengan kriteria yang ada pada guru.
Hasil pengukuran ini, biasanya dibuat dalam bentuk skor yang bersifat kuantitatif. Setelah diketahui skor masing-masing siswa, maka guru dapat memberikan penilaian kepada siswa, apakah si A termasuk kelompok siswa yang sangat baik, baik, sedang, kurang atau tidak baik. Pada waktu kenaikan kelas atau kelulusan, maka proses ini akan menentukan, apakah si A akan naik kelas/lulus. Proses ini merupakan proses evaluasi, artinya menggunakan hasil tes dan pengukuran untuk keperluan tertentu, yang dalam hal ini yaitu untuk menentukan kenaikan/kelulusan.
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa perbedaan pokok antara pengukuran dan evaluasi itu ada dua hal. Pertama, hasil dari pengukuran biasanya dibuat dalam bentuk skor/angka yang bersifat kuantitatif, sedangkan hasil evaluasi bersifat kualitatif (baik/buruk, lulus/tidak lulus, diterima/ditolak, dll). Kedua, proses pengukuran merupakan proses membandingkan data dengan kriteria tertentu. Kriteria yang dimaksud dapat berupa jawaban yang benar, ukuran yang tepat dan lain-lain. Sedangkan evaluasi, adalah menggunakan hasil tes dan pengukuran untuk keperluan tertentu. Yang dimaksud dengan keperluan tertentu di sini, adalah tujuan kegitan yang sedang dilaksanakan.
Sedangkan secara terminologis, para ahli memberikan definisi dengan redaksi yang bervariasi, William H. Buruton & L.J. Breuckner sebagaimana dikutip oleh M. Rifa’i dalam bukunya “Pengantar Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (1972:90) menyatakan sebagai berikut:
Evaluation education is a continous process of inquiry concerned with the study, appraisal and improvement of all aspect of educational program of a community”, yang artinya adalah :Evaluasi pendidikan adalah sebuah proses penyelidikan penilaian yang dilakukan secara terus menerus terhadap pembelajaran, dan penilaian serta perbaikan pada semua aspek dari program pendidikan dalam sebuah komunitas (lembaga pendidikan)”.

Ralph Tyler, sebagaimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto (1999:3), mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal ini bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai.  Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Sedangkan Muhibbin Syah (1999:175), dalam bukunya “Psikologi Belajar” menyatakan, bahwa evaluasi adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
Wrightstone-Justman-Robbins, dalam bukunya “Evaluation in Modern Education”, sebagaimana dikutip oleh Ngalim Purwanto dkk (1984:143), memberikan definisi sebagai berikut:
Modern evaluation differs from older form of appraisal in several ways, first, it attempts to measure a comprehensive range of subjective of the modern school curriculum tather than subject matter achievemen, attitude personality, and charactert test. Included also are rating scales, questionarres, judgement seales of product, interviews and delecdotal records. Third, modern evaluation includes integrating and interpreting these various indices of behavior into an inclusive portrait of an individual or an educational situation”.
(Evaluasi modern, dalam beberapa hal berbeda dengan penilaian lama yang tradisional. Pertama, perbedaan ini terletak pada banyaknya atau luasnya faktor yang harus dinilai. Evaluasi modern bukan hanya menilai hasil pelajaran saja, tetapi juga keseluruhan dari kegiatan-kegiatan kurikulum sekolah. Kedua, evaluasi modern menggunakan berbagai macam bentuk/teknik evaluasi, di samping achievement test digunakan pula bermacam-macam tes, yaitu tes kepribadian, interview, observasi, catatan harian, dan sebagainya. Ketiga, evaluasi modern tidak hanya menilai salah satu segi saja dari pribadi anak, melainkan keseluruhan pribadi anak sebagai individu, bagaimana sikap dan tingkah lakunya dalam interaksinya terhadap kegiatan-kegiatan kurikulum sekolah pada umumnya).

Dari beberapa definisi sebagaimana dikemukakan di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa definisi evaluasi itu dapat ditinjau dari dua sudut pandang, Pertama, evaluasi dalam arti sempit, yaitu penilaian terhadap proses dan hasil kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Kedua, evaluasi dalam arti luas, yaitu penilaian terhadap semua aspek individu siswa, baik yang berupa achievement test maupun aspek-aspek lain, seperti kepribadian dan tingkah laku siswa, kejujuran, minat, bakat, sifat, sikap dan sebagainya.
Dalam tataran yang lebih konkrit, pengertian evaluasi di atas diaplikasikan oleh lembaga pendidikan dalam bentuk yang berbeda. Di lembaga pendidikan saat ini, dikenal dan digunakan istilah Ulangan Umum (ULUM), Catur Wulan (CAWU), THB (Tes Hasil Belajar) atau TPB (Tes Prestasi Belajar), Ulangan Akhir Semester (UAS), Ulangan Kenaikan Kelas (UKK), Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) dan Evaluasi Tahap Akhir Nasional (EBTANAS), Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan Ujian Akhir Nasional (UAN), Ujian Sekolah (US) dan Ujian Nasional (UN).
Istilah Ulangan Umum, Catur Wulan, TPB dan THB, UAS, UKK adalah alat-alat ukur yang banyak digunakan untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah proses belajar mengajar (learning teaching process) untuk masa tertentu, atau untuk menentukan keberhasilan sebuah program pengajaran. Sementara itu, istilah “EBTA-EBTANAS-UAS-UAN-US-UN”, biasanya digunakan untuk menilai hasil pembelajaran siswa pada akhir jenjang pendidikan, guna menentukan kelulusan.

B. Subyek dan Obyek Evaluasi
1. Subyek Evaluasi
Secara sederhana, yang dimaksud dengan subyek evaluasi adalah pelaku atau orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Untuk menentukan siapa sebenarnya yang disebut subyek evaluasi, pada dasarnya ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku, misalnya:
a. Untuk melaksanakan evaluasi tentang prestasi belajar siswa, maka sebagai subyek evaluasi adalah guru.
b.   Untuk melaksanakan evaluasi tentang kinerja karyawan di suatu instansi, maka subyek evaluasi adalah kepala instansi atau petugas yang ditunjuk untuk itu.
c. Untuk melakukan evaluasi tentang tingkat kedisiplinan guru dalam mengajar, maka subyek evaluasi adalah kepala sekolah atau wakil kepala yang ditunjuk.
Dengan kata lain, yang disebut dengan subyek evaluasi adalah pelaksana evaluasi. Penulis menegaskan dan memilih pengertian ini, sebab dalam beberapa keterangan adakalanya seseorang yang dikategorikan sebagai subyek evaluasi dikatakan pula sebagai obyek/sasaran evaluasi. Sebagai gambaran dari contoh (a) di atas, dikatakan bahwa subyek evaluasi adalah guru, dan siswa sebagai obyek/sasaran evaluasi. Keterangan ini menyebutkan, bahwa dalam contoh di atas subyek evaluasi adalah siswa, dan obyek evaluasinya adalah prestasi belajar siswa, seperti prestasi matematika, kemampuan membaca, kemampuan menulis, dan lain sebagainya.

2. Obyek Evaluasi
Dari uraian tentang subyek evaluasi di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa yang disebut dengan obyek evaluasi adalah orang atau sesuatu yang menjadi sasaran evaluasi. Menurut Suharsimi Arikunto (1999:20), obyek evaluasi itu meliputi tiga hal, yaitu input, transformasi, dan out put, yaitu:
a. Input
Siswa sebagai input dari sebuah lembaga pendidikan, sebelum dia diterima pada sebuah lembaga pendidikan, biasanya dia dievaluasi terlebih dahulu dengan segala karakteristik yang dimilikinya. Dalam hal ini, minimal ada empat aspek yang perlu dievaluasi, yaitu kemampuan, kepribadian, sikap, dan intelegensinya.
b. Transformasi
Siswa sebagai input yang telah diterima, kemudian diproses dalam sutu proses transformasi. Dalam proses ini, banyak unsur yang terdapat di dalamnya yang semuanya merupakan obyek/sasaran evaluasi. Unsur-unsur tersebut, adalah:
- Kurikulum/materi
- Metode
- Sarana dan media pendidikan
- Sistem administrasi
- Guru dan personil lainnya.
c. Output
Evaluasi terhadap output lulusan, penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan prestasi belajar siswa setelah mengikuti program pendidikan. Namun perlu diperhatikan, bahwa dalam evaluasi, output ini hendaknya jangan hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, tetapi aspek afektif dan psikomotornya pun harus pula diperhatikan dan dievaluasi. Sebab ada kecenderungan yang ada saat ini, bahwa sekolah (guru) hanya mengevaluasi prestasi belajar saja yang bersifat kognitif, sedangkan tingkah laku dan keterampilan apa yang mereka miliki, yang merupakan aspek afektif dan psikomotor, sangat langka dijamah oleh sekolah (guru).
 Sejalan dengan pendapat tersebut, M. Ngalim Purwanto (1984:147) mengemukakan bahwa evaluasi itu meliputi tiga faktor, yaitu:
a) Pribadi dan perkembangan peserta didik, yang meliputi:
- Perkembangan sikap (fisik dan mentalnya).
- Pengetahuan dan kecakapan/keterampilannya terhadap bahan pelajaran yang telah diberikan.
- Kecerdasan/ intelegensinya dan cara berpikirnya.
- Perkembangan perasaannya (estetis, etis, sosial, dsb).
- Perkembangan jasmani dan kesehatannya.
- Hobby, minat dan bakatnya.
b) Isi materi pendidikan, yang meliputi:
- Isi/bahan rencana pelajaran yang telah diajarkan (sesuai tidaknya dengan perkembangan umur, minat, dan kebutuhan anak).
- Situasi dan suasana sekolah berikut alat-alat perlengkapan yang tersedia.
- Keadaan guru-guru dan karyawannya, termasuk kepemimpinan kepala sekolah.
c) Proses pendidikan, yang meliputi:
-  Bagaimana guru-guru mengajar (metode apa yang dipergunakannya).
-  Bagaimana cara siswa-siswa belajar, minat, dan perhatiannya terhadap pelajaran.
-  Lamanya waktu yang tersedia untuk mengajar dan belajar.
-  Dan lain sebagainya.

C. Fungsi Dan Tujuan Evaluasi
1.  Fungsi Evaluasi
Dengan mengetahui dan memahami makna evaluasi dalam berbagai seginya, maka fungsi evaluasi dalam pembelajaran menurut Suharsimi Arikunto (1999:35) adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi berfungsi sebagai selektif
Dengan mengadakan evaluasi, guru mempunyai cara untuk melakuakn seleksi terhadap siswanya. Seleksi itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain:
- Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah/kelas tertentu,
- Untuk memilih siswa yang dapat melanjutkan ke kelas atau tingkat berikutnya,
- Untuk memilih siswa yang yang berhak mendapat beasiswa, dan lain sebagainya.
b) Evaluasi berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi kedua ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana program pembelajaran telah berhasil diterapkan. Dan hasil evaluasi ini, akan menjadi umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
c) Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
Setiap siswa, sejak lahirnya telah membawa bakatnya sendiri-sendiri, sehingga pelajaran lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Untuk menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, maka digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama pula dalam belajar.
d) Evaluasi berfungsi sebagai diagnostic
Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa dan juga sebab musababnya. Jadi, dengan mengadakan evaluasi, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kelebihan dan kelemahannya, sehingga dengan hal ini akan lebih mudah untuk mencari cara dalam meningkatkan kemampuan siswa dan mengatasi kelemahannya.
Sehubungan dengan keempat fungsi evaluasi di atas, maka evaluasi pembelajaran menurut Suharsimi Arikunto (199:39) dapat digolongkan pada empat jenis, yaitu:
1) Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai pertimbangan perbaikan proses belajar mengajar.
2) Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan memberi angka kemajuan belajar peserta didik, yang sekaligus digunakan untuk pemberian laporan kepada orang tua, untuk penentuan kenaikan kelas, dan lain sebaginya.
Adapun perbedaan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, adalah sebagai berikut:
-  Evaluasi sumatif lebih ditujukan untuk keperluan menyempurnakan proses belajar mengajar. Sedangkan evaluasi sumatif lebih ditujukan untuk keperluan seleksi, pemberian angka, penentuan kenaikan kelas, dan sebagainya.
- Evaluasi formatif dilaksanakan beberapa kali dalam setiap catur wulan/semester, sedangkan evaluasi sumatif dilaksanakan pada akhir semester.
- Evaluasi formatif cenderung diarahkan pada penilaian terhadap aspek pengetahuan (kognitif) dan atau keterampilan (psikomotor). Sedangkan evaluasi sumatif, mencakup penilaian terhadap aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor).
e) Evaluasi penempatan, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan menempatkan siswa pada situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan atau karakteristik lain yang dimilikinya.
f) Evaluasi diagnostic, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk mengenal latar belakang siswa yang mengalami kesulitan belajar (psikologi, fisik, lingkungan), yang hasilnya digunakan sebagai dasar untuk memecahkan dan mencari solusi dalam kesulitan tersebut.

2. Tujuan Evaluasi
Berdasarkan pengertian dan fungsi evaluasi pendidikan tersebut di atas, menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:58 – 59) maka evaluasi pendidikan juga mempunyai tujuan, yang dapat dilihat dalam dua segi, yaitu:
a) Tujuan Umum
- Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan;
- Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat;
- Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
b) Tujuan khusus
-Merangsang kegiatan siswa.
-Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
-Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
-Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan.
-Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar.

D. Bentuk-bentuk Evaluasi Pendidikan
Pada dasarnya, evaluasi dapat dilakukan dengan secara kuantitatif maupun kualitatif. Dengan cara kuantitatif, berarti data yang diperoleh dari hasil evaluasi, disajikan dalam bentuk skor/angka. Sedangkan secara kualitatif artinya, informasi hasil tes disajikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan verbal, seperti sangat baik, baik, cukup, kurang, dan lain sebagainya.
Adapun teknik yang digunakan untuk menghasilkan data yang bersifat kuantitatif, biasanya digunakan teknik tes. Sedangkan untuk menghasilkan data yang bersifat kualitatif, digunakan teknik non-tes,  yaitu sebagai berikut:
1.    Teknik Tes
Teknik tes, merupakan teknik yang digunakan untuk melaksanakan tes yang berupa pertanyaan yang harus dijawab, ditanggapi atau dilaksanakan oleh siswa. Pekerjaan siswa diukur oleh sejauh mana ia telah menguasai pelajaran yang disampaikan.
Teknik tes yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar, pada hakikatnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu tes lisan, tes tertulis dan tes perbuatan/tindakan.
a.     Tes lisan
Tes lisan (oral examination), merupakan alat penilaian yang penyajian dan pengerjaannya oleh siswa, dikerjakan dan dilakukan secara lisan, baik berupa jawaban terhadap pertanyaan maupun berupa tanggapan. Di sekolah-sekolah lanjutan, pada umumnya bentuk ini sudah banyak ditinggalkan. Hanya untuk beberapa mata pelajaran tertentu saja, seperti pelajaran bahasa dan dalam ujian-ujian tingkat perguruan tinggi, oral examination ini masih tetap dipertahankan.
Adapun beberapa kelebihan maupun kekurangan dari oral examination ini antara lain, kelebihannya adalah:
-          Lebih dapat menilai kepribadian dan isi pengetahuan seseorang, karena dilakukan secara face to face.
-          Jika yang diuji/dites belum jelas, penguji dapat mengubah pertanyaannya sehingga dimengerti oleh yang diuji.
-          Penguji dapat mengorek isi pengetahuan dari yang diuji sampai mendetail dan dapat mengetahui bidang-bidang mana dari pengetahuan itu yang dikuasai atau yang lebih disukai dan disenanginya.
Sedangkan kekurangannya, antara lain:
-          Jika hubungan antara penguji dan yang diuji kurang baik, maka dapat mengganggu obyektivitas hasil tes.
-          Sifat penggugup pada seseorang yang dites dapat mengganggu kelancaran jawaban yang diberikannya.
-          Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak dapat selalu sama pada tiap orang yang diuji, sehingga standar nilai sulit ditentukan.
-          Untuk menguji kelompok, memerlukan waktu yang lama, sehingga tidak ekonomis.

b.      Tes tertulis
Secara garis besar, tes tertulis dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1)    Tes obyektif
Dalam tes ini, tugas siswa adalah memilih di antara kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat atau mengisi titik-titik yang tersedia. Tes obyektif ini terbagi dalam dua bentuk, yaitu:
a)    Completion type test, yang terdiri dari:
-          Completion test, yaitu suatu bentuk tes yang menuntut si penjawab untuk melengkapi kalimat atau pernyataan dengan satu atau dua kata yang tepat.
-          Fill-in, yaitu tes yang menuntut si penjawab untuk mengisi titik-titik dalam kalimat yang dikosongkan.
b)    Selection type, yang terdiri dari:
-          True-False (benar-salah), yaitu tes yang terbentuk pernyataan yang pilihan jawabannya hanya dua macam, yakni “B” untuk jawaban yang benar, dan “S” untuk jawaban yang salah.
-          Multiple choice (pilihan ganda), yaitu tes yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang dapat dijawab dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang mengiringi setiap soal (biasanya berupa: a, b, c, d, dan e). Cara yang lazim untuk menjawab pertanyaannya, biasanya dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu huruf alternatif jawaban yang dianggap benar.
-          Matching (menjodohkan), yaitu tes yang disusun dalam dua daftar yang masing-masing memuat kata, istilah atau kalimat yang diletakkan bersebelahan. Tugas siswa adalah mencocokkan/menjodohkan kata, istilah atau kalimat yang sesuai pada daftar di sebelahnya.
2)    Tes subyektif
Alat evaluasi yang berbentuk tes subyektif, adalah alat pengukur prestasi belajar yang jawabannya tidak dinilai dengan skor/angka yang pasti, seperti halnya yang digunakan dalam tes obyektif. Hal ini, disebabkan karena banyaknya ragam gaya jawaban yang diberikan oleh para siswa.
Instrumen evaluasi tes subyektif ini, mengambil bentuk essay axaminition, yaitu suatu tes yang jawabannya menuntut siswa untuk menyatakan pendapat/jawabannya berupa uraian (essay). Soal-soal bentuk uraian ini, menuntut kemampuan siswa untuk mengorganisir dan merumuskan jawaban dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Bentuk essay examinition ini, memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, antara lain:
-          Tes essay tidak hanya mampu mengungkapkan materi hasil jawaban siswa, tetapi juga cara/jalan yang ditempuh untuk memperoleh jawaban tersebut.
-          Tes essay dapat mendorong siswa untuk berpikir kreatif, kritis, bebas dan mandiri, tanpa melupakan tanggung jawab.
-          Memudahkan guru dalam menyusun soal, karena tidak memerlukan waktu yang lama.
-          Lebih ekonomis/hemat, karena tidak memerlukan banyak biaya atau kertas yang banyak. Soal dapat ditulis di papan tulis atau bahkan dibacakan kepada siswa yang dites.
Kekurangannya, adalah:
-          Tidak/kurang dapat digunakan untuk menguji pelajaran yang skup-nya luas/banyak, sehingga kurang dapat menilai isi pengetahuan siswa yang sebenarnya.
-          Kemungkinan jawaban yang heterogen, menyulitkan guru dalam memberikan penilaian, sehingga kurang dapat dinilai secara obyektif.
-          Karakteristik pembuatan essay-test yang berbeda-beda pada setiap guru, dapat menimbulkan salah pengertian bagi siswa.
c.  Tes perbuatan
Tes perbuatan/tindakan merupakan alat penilaian yang digunakan melalui penugasan, dan dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis, dan mengerjakannya dilakukan dalam bentuk penampilan atau perbuatan.
Pada umumnya, pelaksanaannya tes perbuatan/tindakan dibutuhkan untuk memperoleh informasi yang diperlukan berkaitan dengan kemampuan menampilkan sesuatu. Misalnya praktek kesenian, deklamasi, keterampilan manual, melakukan percobaan atau praktek laboratorium, dan sebagainya.
Soal atau tugas dalam tes perbuatan ini, biasanya disertai dengan lembaran yang disusun menurut format tertentu yang disebut lembaran pengamatan. Format ini disusun sedemikian rupa, sehingga penguji dapat langsung memberikan nilai terhadap proses dan hasil yang dicapai dalam melaksanakan tugas yang diberikan.

2.    Teknik Non Tes
Teknik non tes, merupakan alat penilaian yang dibuat oleh guru untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik, minat dan kepribadian siswa. Alat penilaian jenis non-tes ini, antara lain berupa:
a.    Observasi
Yakni pengamatan tingkah laku siswa pada situasi tertentu. Observasi ini, bisa dilakukan dalam situasi sebenarnya (observasi langsung) dan bisa pula dalam situasi buatan (observasi tak langsung). Kedua jenis observasi ini, dapat dilaksanakan secara sistematis, yakni dengan menggunakan pedoman observasi, dan bisa pula tanpa pedoman.
Untuk dapat melaksanakan observasi dengan teliti dan baik, diperlukan kecakapan teknik pencatatan yang baik. Sebaliknya, untuk dapat membuat pencatatan yang teliti, teratur dan tepat, diperlukan pula teknik observasi yang baik.
b.  Wawancara (interview)
Yakni komunikasi langsung antara yang diwawancarai (interviewer) dengan orang yang diwawancarai (interviewee). Ditinjau dari pelaksanaan interview, maka interview dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1)    Interview bebas, yaitu interview yang tidak menggunakan pedoman yang dipersiapkan sebelumnya oleh interviewer. Jalannya interview ini tidak dikendalikan oleh suatu pedoman, melainkan tergantung pada kecenderungan dan situasi pembicaraan yang sedang berlangsung.
2)    Interview terpimpin, yaitu interview dengan menggunakan pedoman yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh interviewer. Jadi, interview terpimpin ini merupakan kebalikan dari interview bebas.
3)    Interview bebas terpimpin, yaitu gabungan antara interview bebas dengan interview terpimpin ini menggunakan pedoman, namun pedoman tersebut hanya berisi pokok-pokok masalahnya saja, sedang penyampaian pertanyaan-pertanyaannya disesuaikan dengan keadaan saat interview berlangsung.
c.    Study kasus
Yaitu mempelajari individu siswa dalam periode tertentu secara kontinue untuk melihat perkembangan sikap dan kepribadiannya.
d.    Skala penilaian
Yaitu salah satu alat penilaian yang mempergunakan skala yang telah disusun dari yang negatif sampai kepada yang positif, sehingga pada skala tersebut, penilai tinggal membubuhi tanda ceklist saja.
e.    Inventori
Yaitu alat penilaian yang berupa pertanyaan, di mana yang ditanya tinggal memilih alternatif jawaban, apakah “setuju” atau “tidak setuju”. Bentuk ini, adalah untuk mengetahui sikap yang dimiliki oleh para siswa setelah menyelesaikan program pelajaran.
f.     Angket
Yaitu alat penilaian yang berupa suatu daftar pertanyaan mengenai suatu hal yang disampaikan kepada responden secara tertulis, dengan tujuan agar pernyataan tertulis dijawab oleh responden.
Ditinjau dari pertanyaannya, angket dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu angket terbuka dan angket tertutup. Angket terbuka, yaitu angket yang butir-butir pertanyaannya memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab secara bebas. Sedangkan angket tertutup adalah angket yang jawaban tiap butir pertanyaannya telah ditentukan, responden hanya diberi kesempatan memilih jawaban yang telah disediakan.

DAFTAR PUSTAKA
M. Rifa’i, 1972. Pengantar Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Penerbit “Baru”.
Muhibbin Syah, 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Ngalim Purwanto dkk, 1984. Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara.
 Rusijono, 1999. EvaluasiPembelajaran, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Suharsimi Arikunto, 1988.Penilaian Program Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Suharsimi Arikunto, 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.


Terima Kasih Semoga Bermanfaat.


==========================








= Baca Juga =



1 Comments

Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem

Previous Post Next Post


































Free site counter


































Free site counter