Pengertian Supervisi Manajerial, Metode Supervisi Manajerial dan Teknik Supervisi Manajerial. Istilah supervisi berasal dari dua kata, yaitu “super” dan “vision”. Dalam Webster’s New World Dictionary istilah super berarti “higher in rank or position than, superior to (superintendent), a greater or better than others” (1991:1343) sedangkan kata vision berarti “the ability to perceive something not actually visible, as through mental acuteness or keen foresight (1991:1492).
Supervisor adalah seorang yang profesional. Dalam menjalankan tugasnya, ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkat- kan mutu pendidikan. Untuk melakukan supervise diperlukan kelebihan yang dapat melihat dengan tajam terhadap permasalahan peningkatan mutu pendidikan, menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar menggunakan penglihatan mata biasa. Ia membina pening- katan mutu akademik melalui penciptaan situasi belajar yang lebih baik, baik dalam hal fisik maupun lingkungan non fisik.
Perumusan atau pengertian supervisi dapat dijelaskan
dari berbagai sudut, baik menurut asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya,
maupun isi yang terkandung di dalam perkataanya itu (semantic). Secara
etimologis, supervisi menurut S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta yang
dikutip oleh Ametembun (1993:1) : “Supervisi dialih bahasakan dari perkataan
inggris “Supervision” artinya pengawasan.
Pengertian supervisi secara etimologis masih menurut
Ametembun (1993:2), menyebutkan bahwa dilihat dari bentuk perkataannya,
supervisi terdiri dari dua buah kata super + vision : Super = atas, lebih, Vision
= lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa
seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang
disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang
disupervisi.
Para ahli dalam bidang administrasi pendidikan
memberikan kese-pakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang
memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar-mengajar, seperti
yang diungkapkan oleh ( Gregorio, 1966, Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni,
1993 dan Gregg Miller, 2003). Hal ini diungkapkan pula dalam tulisan Asosiasi
Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika (Association for Supervision
and Curriculum Development, 1987:129) yang menyebutkan sebagai berikut: Almost all writers agree that the primary
focus in educational supervision is-and should be-the improvement of teaching
and learning. The term instructional supervision is widely used in the
literature of embody all effort to those ends. Some writers use the term
instructional supervision synonymously with general supervision.
Supervisi yang lakukan oleh pengawas satuan
pendidikan, tentu memiliki misi yang berbeda dengan supervisi oleh kepala
sekolah. Dalam hal ini supervisi lebih ditujukan untuk memberikan pelayanan
kepada kepala sekolah dalam melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif
dan efisien serta mengembangkan mutu kelembagaan pendidikan.
Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan,
maka supervisi oleh pengawas satuan pendidikan antara lain kegiatannya berupa pengamatan
secara intensif terhadap proses pembelajaran pada lembaga pendidikan, kemudian
ditindak lanjuti dengan pemberian feed back. (Razik, 1995: 559). Hal ini
sejalan pula dengan pandangan L Drake (1980: 278) yang menyebutkan bahwa
supervisi adalah suatu istilah yang sophisticated, sebab hal ini memiliki arti
yang luas, yakni identik dengan proses mana-jemen, administrasi, evaluasi dan
akuntabilitas atau berbagai aktivi- tas serta kreatifitas yang berhubungan
dengan pengelolaan kelembagaan pada lingkungan kelembagaan setingkat sekolah.
Rifa’i (1992: 20) merumuskan istilah
supervisi merupakan penga- wasan profesional, sebab hal ini di samping bersifat
lebih spesifik juga melakukan pengamatan terhadap kegiatan akademik yang
mendasarkan pada kemampuan ilmiah, dan pendekatannya pun bukan lagi pengawasan
manajemen biasa, tetapi lebih bersifat menuntut kemampuan profesional yang
demokratis dan humanistik oleh para pengawas pendidikan.
Supervisi pada dasarnya diarahkan pada dua
aspek, yakni: supervisi akademis, dan supervisi manajerial. Supervisi akademis menitikberatkan
pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademis, berupa pembelajaran baik
di dalam maupun di luar kelas. Supervisi manajerial menitik beratkan pada
pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi
sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
Oliva (1984: 19-20) menjelaskan ada empat
macam peran seorang pengawas atau supervisor pendidikan, yaitu sebagai: coordinator,
consultant, group leader dan evaluator. Supervisor harus mampu
mengkoordinasikan programs, goups, materials, and reports yang berkaitan dengan
sekolah dan para guru. Supervisor juga harus mampu berperan sebagai konsultan
dalam manajemen sekolah, pengembangan kurikulum, teknologi pembelajaran, dan
pengembangan staf. Ia harus melayani kepala sekolah dan guru, baik secara
kelompok maupun indivi- dual. Ada kalanya supervisor harus berperan sebagai
pemimpin kelompok, dalam pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan pengem- bangan
kurikulum, pembelajaran atau manajemen sekolah secara umum.
Gregorio (1966) mengemukakan bahwa ada lima fungsi utama supervisi,
yaitu: sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Pertama, Fungsi
inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari kea- daan dan kondisi sekolah,
dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supevisor antara lain berperan
dalam melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik
pada guru, siswa, kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar, dan sasaran
inspeksi adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi,
interview, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian.
Kedua, Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar
dari permasalahan yang berhubungan sedang dihadapi, dan penelitian ini
dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan
diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik
suatu kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi keluar dari
permasalahan diatas.
Ketiga, Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha
untuk meningkatkan keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam
pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara
baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan
jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara lan melalui demonstrasi
mengajar, workshop, seminar, observasi, individual dan group conference, serta
kunjungan supervisi.
Keempat, Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai
usaha untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka
mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan bimbingan
dilakukan dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan
merangsang untuk melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur
mengajar yang baru.
Kelima, Fungsi penilaian adalah untuk mengukur
tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian
ini dilakukan dengan beragai cara seperti test, penetapan standar, penilaian
kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah serta
prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
1.
Pengertian Supervisi Manajerial
Sebagimana dijelaskan di muka, supervisi
merupakan kegiatan professional yang dilakukan
oleh pengawas sekolah dalam
rangka membantu kepala
Sekolah, guru dan
tenaga kependidikan lainnya guna
meningkatkan mutu dan
efektivitas penyelenggaraan
pendidikan dan pembelajaran. Supervisi ditujukan
pada dua aspek yakni: manajerial dan
akademik. Supervisi
manajerial menitik beratkan pada pengamatan
pada aspek-aspek pengelolaan
dan administrasi sekolah yang
berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
Dalam
Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah (Direktorat Tenaga
Kependidikan, 2009: 20) dinyatakan bahwa Supervisi Manajerial adalah supervisi yang
berkenaan dengan aspek
pengelolaan Sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi
dan efektivitas Sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi,
pelaksanaan, penilaian, pengembangan
ompetensi sumberdaya manusia (SDM)
kependidikan dan sumberdaya
lainnya. Dalam melaksanakan fungsi
supervisi manajerial, pengawas Sekolah/madrasah berperan sebagai: (1)
kolaborator dan negosiator
dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan
manajemen Sekolah, (2)
asesor dalam mengidentifikasi kelemahan
dan menganalisis potensi Sekolah, (3)
pusat informasi pengembangan mutu
Sekolah, dan (4)
evaluator terhadap pemaknaan
hasil pengawasan.
Esensi supervisi manajerial adalah pemantauan
dan pembinaan terhadap pengelolaan dan administrasi sekolah. Dengan demikian
fokus supervisi ini ditujukan pada pelaksanaan bidang garapan manajemen
sekolah, yang antara lain meliputi: (a) manajemen kurikulum dan pembelajaran,
(b) kesiswaan, (c) sarana dan prasarana, (d) ketenagaan, (e) keuangan, (f)
hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (g) layanan khusus.
Dalam melakukan supervisi terhadap hal-hal di
atas, pengawas sekaligus juga dituntut melakukan pematauan terhadap pelaksanaan
standar nasional pendidikan yang meliputi delapan komponen, yaitu: (a) standar
isi, (b) standar kompetensi lulusan, (c) standar proses, (d) tandar pendidik
dan tenaga kependidikan, (e) standar sarana dan prasarana, (f) standar
pengelolaan, (g) standar pembiayaan, dan (h) standar penilaian. Tujuan
supervisi terhadap kedelapan aspek tersebut adalah agar sekolah terakreditasi
dengan baik dan dapat memenuhi standar nasional pendidikan.
Salah satu fokus penting lainnya dalam dalam
supervisi manajerial oleh pengawas terhadap sekolah, adalah berkaitan
pengelolaan atau manaje- men sekolah. Sebagaimana diketahui dalam dasa warsa
terakhir telah dikem- bangkan wacana manajemen berbasis sekolah (MBS), sebagai
bentuk paradigma baru pengelolaan dari sentralisasi ke desentralisasi yang memberi-
kan otonomi kepada pihak sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat
(Sudarwan Danim, 2006: 4) Pengawas dituntut dapat menjelaskan sekaligus
mengintroduksi model inovasi manajemen ini sesuai dengan konteks sosial budaya
serta kondisi internal masing-masing sekolah.
2. Prinsip-Prinsip, Metode dan Teknik Supervisi Manajerial
1). Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial
Prinsip-prinsip supervisi
manajerial pada hakikatnya
tidak berbeda dengan supervisi
akademik, yaitu:
a.
harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, seperti ia bertindak sebagai atasan
dan kepala Sekolah/guru sebagai bawahan.
b.
Supervisi harus mampu
menciptakan hubungan kemanusiaan
yang harmonis. Hubungan
kemanusiaan yang diciptakan harus
bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal (Dodd, 1972).
c. Supervisi
harus dilakukan secara
berkesinambungan. Supervisi bukan tugas
bersifat sambilan yang
hanya dilakukan sewaktu-waktu
jika ada kesempatan (Alfonso dkk.,
1981 dan Weingartner, 1973).
d. Supervisi
harus demokratis. Supervisor
tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik
tekan supervisi yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.
e. Program
supervisi harus integral.
. Di dalam
setiap organisasi pendidikan terdapat
bermacam-macam sistem perilaku
dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan (Alfonso, dkk., 1981).
f. Supervisi
harus komprehensif. Program
supervisi harus mencakup keseluruhan aspek,
karena hakikatnya suatu
aspek pasti terkait dengan aspek lainnya.
g. Supervisi
harus konstruktif. Supervisi
bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan kepala
Sekolah/ guru.
h. Supervisi
harus obyektif. Dalam
menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan
program supervisi harus
obyektif. Obyektivitas dalam penyusunan
program berarti bahwa
program supervisi itu
harus disusun berdasarkan
persoalan dan kebutuhan nyata yang dihadapi Sekolah.
2). Metode dan Teknik Supervisi Manajerial
Berikut ini
akan diuraikan tentang
beberapa metode supervisi manajerial, yaitu:
monitoring dan evaluasi,
refleksi dan FGD, metode Delphi, dan Workshop.
a. Monitoring dan
Evaluasi
Metode utama
yang harus dilakukan
oleh pengawas Sekolah dalam supervisi
manajerial adalah monitoring dan evaluasi.
1). Monitoring
Monitoring adalah
suatu kegiatan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan Sekolah, apakah
sudah sesuai dengan rencana, program,
dan/atau standar yang
telah ditetapkan, serta menemukan hambatan-hambatan yang harus
diatasi dalam pelaksanaan program
(Rochiat, 2008: 115).
Monitoring lebih berpusat
pada pengontrolan selama program
berjalan dan lebih bersifat
klinis. Melalui monitoring, dapat
diperoleh umpan balik
bagi Sekolah atau pihak lain yang
terkait untuk menyukseskan
ketercapaian tujuan. Aspek-aspek yang dicermati dalam monitoring adalah hal-hal yang dikembangan
dan dijalankan dalam Rencana
Pengembangan Sekolah (RPS).
Dalam melakukan monitoring ini
tentunya pengawas harus
melengkapi diri dengan parangkat
atau daftar isian
yang memuat seluruh
indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai.
2). Evaluasi
Kegiatan evaluasi
untuk mengetahui sejauhmana
kesuksesan pelaksanaan
penyelenggaraan sekolah atau
sejauhmana keberhasilan yang telah
dicapai dalam kurun
waktu tertentu. Tujuan
evaluasi utamanya adalah untuk
(a)
mengetahui tingkat keterlaksanaan program,
(b) mengetahui keberhasilan program,
(c)
mendapatkan bahan/masukan dalam
perencanaan tahun
berikutnya, dan
(d)
memberikan penilaian (judgement)
terhadap Sekolah.
b. Diskusi Kelompok Terfokus (Focused Group Discussion)
Hasil monitoring
yang dilakukan pengawas
hendaknya disampaikan secara
terbuka kepada pihak Sekolah, terutama kepala Sekolah, komite Sekolah dan guru.
Secara bersama-sama pihak
Sekolah dapat melakukan
refleksi terhadap data yang
ada, dan menemukan
sendiri faktor-faktor penghambat serta pendukung
yang selama ini
mereka rasakan. Forum
untuk ini dapat berbentuk Focused
Group Discussion (FGD),
yang melibatkan unsur-unsur stakeholder Sekolah.
Diskusi kelompok terfokus
ini dapat dilakukan
dalam beberapa putaran sesuai
dengan kebutuhan. Tujuan FGD
adalah untuk menyatukan
sudut pandang stakeholder mengenai realitas
kondisi (kekuatan dan kelemahan)
sekolah, serta menentukan
langkah-langkah strategis maupun operasional yang
akan diambil untuk
memajukan sekolah. Peran pengawas dalam hal
ini adalah sebagai
fasilitator sekaligus menjadi
narasumber apabila diperlukan, untuk
memberikan masukan berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya.
Agar
FGD dapat berjalan efektif,
maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Sebelum FGD
dilaksanakan, semua peserta sudah mengetahui maksud diskusi serta permasalahan
yang akan dibahas.
2) Peserta
FGD hendaknya mewakili
berbagai unsur, sehingga
diperoleh pibu/bapangan yang berragam dan komprehensif.
3) Pimpinan FGD
hendaknya akomodatif dan
berusaha menggali pikiran/ibu/bapak
peserta dari sudut pandang masing-masing
unsur.
4) Notulen hendaknya
benar-benar teliti dalam
mendokumentasikan usulan atau sudut pandang semua pihak.
5) Pimpinan FGD
hendaknya mampu mengontrol
waktu secara efektif, dan mengarahkan pembicaraan agar
tetap fokus pada permasalahan.
6) Apabila dalam
satu pertemuan belum diperoleh
kesimpulan atau kesepakatan, maka
dapat dilanjutkan pada putaran berikutnya. Untuk ini diperlukan
catatan mengenai hal-hal
yang telah dan
belum disepakati.
c. Metode Delphi
Metode
Delphi dapat digunakan oleh
pengawas dalam membantu
pihak Sekolah merumuskan
visi, misi dan
tujuannya. Sesuai dengan
konsep MBS. Dalam merumuskan
Rencana Pengembangan Sekolah
(RPS) sebuah sekolah harus memiliki
rumusan visi, misi dan tujuan yang jelas dan realistis yang digali dari kondisi sekolah, peserta
didik, potensi daerah,
serta pibu/bapangan seluruh
stakeholder.
Metode
Delphi dapat disampaikan oleh pengawas kepada kepala sekolah ketika hendak
mengambil keputusan yang
melibatkan banyak pihak. Langkah-langkahnya menurut Gordon
(1976: 26-27) adalah sebagai:
1).
Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan
hendak dimintai pendapatnya
mengenai pengembangan Sekolah;
2).
Masing-masing pihak diminta
mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai
nama/identitas;
3).
Mengumpulkan pendapat yang
masuk, dan membuat
daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama.
4). Menyampaikan
kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan
urutan prioritasnya.
5).
Mengumpulkan kembali urutan
prioritas menurut peserta,
dan menyampaikan hasil akhir
prioritas keputusan dari
seluruh peserta yang dimintai
pendapatnya.
d. Workshop
Workshop atau
lokakarya merupakan salah
satu metode yang
dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini
tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala Sekolah, wakil
kepala Sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah. Penyelenggaraan workshop
ini tentu disesuaikan dengan
tujuan atau urgensinya,
dan dapat diselenggarakan bersama dengan
Kelompok Kerja Kepala Sekolah, Kelompok
Kerja Pengawas Sekolah atau
organisasi sejenis lainnya.
Sebagai contoh, pengawas
dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan
KTSP, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan
sebagainya.
Agar pelaksanaan workshop berjalan efektif,
perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menentukan
materi atau substansi
yang akan dibahas
dalam workshop.Materi
workshop biasanya terkait
dengan sesuatu yang
bersifat praktis, walaupun tidak
terlepas dari kajian
teori yang diperlukan sebagai acuannya.
b. Menentukan
peserta. Peserta workshop
hendaknya mereka yang
terkait dengan materi yang dibahas.
c. Menentukan
penyaji yang membawakan
kertas kerja. Kriteria
penyaji workshop antara lain:
1) Seorang
praktisi yang benar-benar melakukan hal yang dibahas.
2) Memiliki
pemahaman dan ibu/bapak teori yang memadai.
3) Memiliki
kemampuan menulis kertas
kerja, disertai contoh-contoh praktisnya.
4) Memiliki
kemampuan presentasi yang baik.
5) Memiliki kemampuan untuk memfasilitasi/membimbing
peserta.
d. Mengalokasikan waktu yang cukup.
e. Mempersiapkan sarana dan fasilitas yang memadai.
Dalam
pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas dapat menerapkan teknik supervisi individual
dan kelompok. Teknik
supervisi individual di
sini adalah pelaksanaan supervisi
yang diberikan kepada
kepala Sekolah atau personil lainnya yang mempunyai masalah
khusus dan bersifat perorangan. Teknik
supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang
ditujukan pada dua orang atau lebih. Kepala-kepala sekolah yang diduga, sesuai dengan
analisis kebutuhan, memiliki
masalah atau kebutuhan
atau kelemahan-kelemahan
yang sama dikelompokkan
atau dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian
kepada mereka diberikan
layanan supervisi sesuai dengan
permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
Referensi:
Alfonso,
RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F.1981. Instructional Supervision, A Behavior
System, Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Danim,
Sudarwan. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982. Alat
Penilaian Kemampuan Guru: Buku I. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.
----------------.
1982. Panduan Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Proyek Pengembangan
Pendidikan Guru.
--------------.
1996. Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi, Jakarta: Depdikbud
--------------
.1996. Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
Jakarta: Depdikbud.
--------------.1997. Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Dasar
--------------.
1997. Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah: Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, TK dan SLB
--------------.1998.
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah dan Angka Kreditnya, Jakarta: Depdikbud.
---------------.
2003. Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Glickman,
C.D 1995. Supervision of Instruction. Boston: Allyn And Bacon Inc.
Gwynn,
J.M. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead &
Company.
McPherson,
R.B., Crowson, R.L., & Pitner, N.J. 1986. Managing Uncertainty:
Administrative Theory and Practice in Education. Columbus, Ohio: Charles E.
Merrill Pub. Co.
Oliva,
Peter F. 1984. Supervision For Today’s School. New York: Longman.
Pidarta,
Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto,
Ngalim.2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Sergiovanni,
T.J. 1982. Editor. Supervision of Teaching. Alexandria: Association for Supervision
and Curriculum Development.
Sergiovanni,
T.J. 1987. The Principalship, A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn
and Bacon.
Sergiovanni,
T.J. dan R.J. Starrat. 1979. Supervision: Human Perspective. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Demikian penjelasan tentang Pengertian Supervisi Manajerial, Metode Supervisi Manajerial dan Teknik Supervisi Manajerial. Semoga ada manfaatnya, terima kasih.
Terima kasih, http://arenamodel.blogspot.com/