>

LANGKAH-LANGKAH MEWUJUDKAN SEKOLAH SEHAT, AMAN, RAMAH ANAK DAN MENYENANGKAN

Contoh Sekolah Sehat SMAN 2 Bandung
Untuk mewujudkan gerakan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan perlu segera melakukan langkah-langkah yang tepat, terencana, terintegrasi, dan berkesinambungan. Langkah-langkah ini dibuat sebagai pedoman dalam memper­mudah dan mempercepat terwujudnya sekolah yang ideal sebagaimana direncanakan. Berikut langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk mewujudkan gerakan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan.

A. Tahapan yang Perlu Dilakukan
Guna mencapai sekolah sehat, aman, ramah anak dan menyenangkan perlu dilaksanakan tahapan-tahapan yang meliputi:

1) Persiapan
  • Melakukan konsultasi dengan siswa untuk memetakan pemenuhan hak-hak, kebutuhan siswa, dan menyusun rekomendasi;
  • Kepala sekolah, komite sekolah, orang tua/wali, dan siswa berkomitmen untuk mengembangkan sekolah sehat, aman ramah anak, dan menye­nang­kan. Komitmen ini bentuk kebijakan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan;
  • Kepala sekolah bersama komite sekolah, tenaga pendidik dan kependidikan, serta siswa  mem­bentuk Tim Pengembangan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan;
  • Tim ini bertugas untuk mengoordinasikan berbagai upaya pengembangan menuju sekolah sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan; meliputi sosialisasi pentingnya sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan; menyusun dan melaksanakan rencana; memantau proses pengembangan; dan evaluasi;
  • Tim Pengembangan mengidentifikasi potensi, kapasitas, kerentanan, dan ancaman di sekolah untuk mengembangkan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan;
==========================================




==========================================

2) Perencanaan
Tim Pengembangan menyusun rencana aksi tahunan untuk mewujudkan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan yang terintegrasi dalam kebijakan, program, dan kegiatan yang sudah ada, seperti Usaha Kesehatan Sekolah, Sekolah Adiwiyata, Sekolah Aman Bencana, Rute Aman Selamat Sekolah, dan lainnya sebagai komponen penting dalam perencanaan pengembangan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan.

3) Pelaksanaan
Tim Pengembangan melaksanakan rencana aksi tahunan dengan mengoptimalkan  semua  sumber daya peme­rintah,  masyarakat, serta dunia industri dan usaha.

4) Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
Tim Pengembangan melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas rencana aksi gerakan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan, selanjutnya melakukan pelaporan hasil evaluasi dalam rapat kerja yang dihadiri tim pengembangkan dan warga sekolah lainnya.

B. Kegiatan untuk Mencapai Sekolah Sehat

Untuk menuju sekolah sehat perlu dilakukan kegiatan dalam bentuk pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sekolah sehat.

1) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dapat diberikan melalui:

a. Kegiatan Kurikuler
Kegiatan kurikuler adalah pelaksanaan pendidikan pada jam pelajaran, sesuai kurikulum yang berlaku untuk setiap jenjang pendidikan dan dapat diintegrasikan ke semua mata pelajaran khususnya Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan.
Pelaksanaan pendidikan kesehatan dilakukan melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, penanaman kebiasaan hidup sehat, terutama melalui pemahaman konsep yang berkaitan dengan prinsip hidup sehat, mencakup:
  • Memahami pola makanan sehat;
  • Memahami perlunya keseimbangan gizi;
  • Memahami berbagai penyakit menular seksual;                       
  • Mengenal bahaya seks bebas;
  • Memahami berbagai penyakit menular yang bersumber dari lingkungan yang tidak sehat;
  • Mengenal bahaya merokok bagi kesehatan;
  • Mengenal bahaya minuman keras;
  • Mengenal bahaya penyalahgunaan narkoba;
  • Mengenal cara menolak ajakan menggunakan narkoba;
  • Mengenal cara menolak perlakuan pelecehan seksual.


b. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa (termasuk kegiatan pada waktu libur) yang dilakukan di sekolah ataupun di luar sekolah dengan tujuan antara lain untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan siswa serta melengkapi upaya pembinaan kesiswaan.
Organisasi kesiswaan, seperti OSIS mempunyai peranan yang besar dalam pelaksanaan program Sekolah Sehat yang dilakukan secara ekstra­kurikuler. Dalam pelaksanaan program Sekolah Sehat, OSIS dapat mengamati adanya masalah yang berkaitan dengan kesehatan, melapor­kannya kepada guru pembina OSIS, agar bersama-sama mencari cara penanggu­langan­nya antara lain berupa kegiatan berdasar­kan konsep 7K (keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, kerindangan, keselamatan).
Adapun kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dilakukan terkait dengan pendidikan kesehatan antara lain:
  • Wisata siswa;
  • Kemah (Persami);
  • Ceramah, diskusi, simulasi, dan bermain     peran;
  • Lomba-lomba;
  • Bimbingan hidup sehat;
  • Apotek hidup;
  • Kebun sekolah;
  • Kerja bakti;
  • Majalah dinding, buletin, majalah;
  • Piket sekolah.

2) Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaku­kan kepada siswa dan lingkungannya. Adapun tujuan dari pelayanan kesehatan adalah :
  • Meningkatkan kemampuan dan keterampilan melakukan tindakan hidup sehat dalam rangka membentuk perilaku hidup sehat.
  • Meningkatkan daya tahan tubuh siswa terhadap penyakit dan mencegah terjadinya penyakit, kelainan, dan cacat.
  • Menghentikan proses penyakit dan pencegahan komplikasi akibat penyakit, kelainan, pengem­ba­lian fungsi dan peningkatan kemam­puan sis­wa yang cedera/cacat agar dapat berfungsi secara optimal.


Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan terkait pelayanan kesehatan sekolah, antara lain meliputi:
  • Peningkatan kesehatan (promotif) dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan latihan keterampilan.
  • Pencegahan (preventif) dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan daya tahan tubuh, ke­giatan pemutusan mata rantai penularan penya­kit dan kegiatan penghentian proses penyakit pada tahap dini sebelum timbul penyakit.
  • Penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan reha­bilitatif) dilakukan melalui kegiatan men­ce­gah komplikasi dan kecacatan akibat proses penya­kit atau untuk meningkatkan kemampuan siswa yang cedera/cacat agar dapat berfungsi optimal.


Untuk memaksimalkan kegiatan pelayanan kese­hatan diperlukan pendekatan dan metode yang tepat, strategis, efektif, dan efisien. Untuk pende­katan pelayanan kesehatan dapat dikelom­pokan menjadi tiga pendekatan, yakni:
  • Pendekatan yang ditujukan untuk menyele­saikan atau mengurangi masalah perorangan, antara lain pencarian, pemeriksaan, dan pengobatan penderita.
  • Pendekatan yang ditujukan untuk menyele­saikan atau mengurangi masalah lingkungan di sekolah, khususnya masalah lingkungan yang tidak mendukung tercapainya derajat kesehatan optimal.
  • Pendekatan yang ditujukan untuk membentuk perilaku hidup sehat masyarakat sekolah.

Sedangkan, untuk metode pelayanan kesehatan, setidaknya ada 5 (lima) metode yang dapat digunakan, yakni:
  • Penataran/pelatihan
  • Bimbingan kesehatan dan bimbingan khusus (konseling)
  • Penyuluhan kesehatan
  • Pemeriksaan langsung
  • Pengamatan (observasi).


Pelaksanaan pelayanan kesehatan dapat dilakukan di dua tempat, yaitu sekolah dan puskesmas. Pemilihan kedua tempat ini, selain representatif juga mudah dijangkau oleh siapa saja dan di daerah manapun ia berada. Untuk daerah-daerah yang belum memiliki Puskesmas, tempat pelayanan kese­hatan dapat dilakukan secara maksimal di sekolah ataupun balai-balai pertemuan warga dengan mem­per­hatikan faktor tenaga dan lingkungan.

Pada prinsipinya petugas pelayanan kesehatan haruslah dilakukan oleh orang yang ahli (profesional) yang memiliki pengetahuan dan letigimasi hukum atas profesinya, seperti dokter, tenaga medis lainnya. Hanya saja untuk upaya pencegahan (preventif), petugas kesehatan di sekolah dapat dilakukan oleh warga sekolah, dengan memperhatikan hal-hal berikut:
  • Guru ataupun tenaga kependidikan, bahkan siswa yang telah memperoleh pendidikan tam­bah­an melalui bimbingan/penataran dari petu­gas Puskesmas.
  • Warga sekitar sekolah yang memiliki penge­tahuan dan keahlian tentang ilmu kesehatan. Kebera­daan petugas kesehatan dari warga sekitar sekolah terutama diperuntukan untuk sekolah-sekolah di daerah-daerah terpencil, terisolasi, terdepan, dan terbelakang. Hanya saja, jadwal penugasannya diserahkan kepada kesepakatan kedua belah pihak, bahkan mungkin keberadaan petugas tersebut di sekolah hanya ketika dia dibutuhkan.
  • Petugas Puskesmas itu sendiri, yang mana dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan secara terpadu (antara kepala sekolah, guru yang ditugaskan, dan petugas puskesmas).


Sementara itu, untuk pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskesmas dikhususkan bagi siswa yang dirujuk dari sekolah akibat sekolah tidak mampu menangani kasus siswa tersebut. Lantas, apakah syarat siswa yang dirujuk? Sekurang-kurangnya ada dua syarat, yakni:
  • Siswa sakit yang tidak dapat mengikuti pelajaran, dan bila masih memungkinkan segera disuruh pulang dengan membawa surat pengantar dan buku/kartu rujukan agar dibawa orang tuanya ke Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
  • Siswa cedera/sakit yang tidak memungkinkan disuruh pulang dan segera membutuhkan pertolongan secepatnya, agar dibawa ke Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan. Setelah itu agar segera diberitahukan kepada orang tuanya untuk datang ke Puskesmas ataupun sarana pelayanan kesehatan tersebut.


Untuk memudahkan pelayanan kesehatan siswa yang dirujuk, sebaiknya pihak sekolah dan Puskesmas ataupun sarana pelayanan kesehatan lainnya melakukan kerjasama, terutama terkait dengan kesepakatan pembiayaan siswa ataupun warga sekolah yang dirujuk di Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan lainnya. Sekolah sebaiknya mengupayakan dana Sekolah Sehat untuk pembiayaan yang diperlukan agar masalah pembiayaan tidak menghambat pelayanan pengobatan yang diberikan. Setelah itu, setiap siswa (warga sekolah) harus memiliki buku/kartu rujukan sesuai tingkat pelayanan kesehatan.

Dengan demikian, fungsi Puskesmas ataupun sarana pelayanan kesehatan lainnya terkait program Sekolah Sehat adalah melaksanakan kegiatan pembinaan kesehatan, yang meliputi:
  • Memberikan pencegahan terhadap sesuatu penyakit dengan immuniasi dan lainnya yang dianggap perlu;
  • Merencanakan pelaksanaan kegiatan dengan pihak yang berhubungan dengan peserta siswa (kepala sekolah, guru, orang tua/komite sekolah siswa dan lain-lain);
  • Memberikan bimbingan teknis medik kepada kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, alumnus UKS, siswa dalam melaksanakan Usaha Kesehatan Sekolah;
  • Memberikan penyuluhan tentang kesehatan pada umumnya dan Sekolah Sehat pada khususnya kepada kepala sekolah, guru, dan pihak lain dalam rangka meningkatkan peran serta dalam pelaksanaan Sekolah Sehat;
  • Memberikan pelatihan/penataran kepada guru Sekolah Sehat dan kader Sekolah Sehat (Dokter Kecil dan Kader Kesehatan Remaja);
  • Melakukan penjaringan dan pemeriksaan berkala serta perujukan terhadap kasus-kasus tertentu yang memerlukannya;
  • Memberikan pembinaan dan pelaksanaan konseling;
  • Menginformasikan kepada kepala sekolah tentang derajat kesehatan dan tingkat kesegaran jasmani siswa dan cara peningkatannya;
  • Menginformasikan secara teratur kepada Tim Pembina Sekolah Sehat setempat meliputi segala kegiatan pembinaan kesehatan dan permasalahan yang dialami.
3) Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat
Lingkungan Sekolah Sehat adalah suatu kondisi lingkungan sekolah yang dapat mendukung tumbuh kembang siswa secara optimal serta membentuk perilaku hidup sehat dan terhidar dari pengaruh negatif. Oleh karena itu, pembinaan lingkungan sekolah sehat adalah usaha untuk menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang dapat mendukung proses pendidikan sehingga mencapai hasil yang optimal baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Pembinaan lingkungan sekolah sehat dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.

Mengingat waktu yang tersedia terbatas pada kegiatan kurikuler, maka kegiatan pembinaan lingkungan sekolah sehat lebih banyak diharapkan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstra­ku­rikuler yang dapat menunjang pembinaan lingkungan sekolah sehat antara lain:
  • Lomba Sekolah Sehat, lomba kebersihan antar kelas;
  • Menggambar/melukis;
  • Mengarang;
  • Menyanyi;
  • Kerja bakti;
  • Pembinaan kebersihan lingkungan, mencakup pemberantasan sumber penularan penyakit dan lain-lain.

Lingkungan sekolah sendiri dapat dibedakan menja­di dua yakni lingkungan fisik dan lingkungan nonfisik. Pertama, lingkungan fisik adalah ling­kungan yang dapat dilihat secara kasat mata yang meliputi: ruang kelas, ruang sekolah sehat, ruang laboratorium, kantin sekolah, sarana olahraga, ruang kepala sekolah/guru, pencahayaan, ventilasi, WC, kamar mandi, kebisingan, kepadatan, sarana air bersih dan sanitasi, halaman, jarak papan tulis, vektor penyakit, meja, kursi, sarana ibadah, dan sebagainya. Lingkungan fisik ini dapat dikatakan sehat, jika lingkungan tersebut selalu rapi, bersih, dan higenis. Kedua, lingkungan non fisik adalah lingkungan/suasana yang tidak bisa dilihat oleh mata namun dirasakan dampaknya. Lingkungan non fisik yang memenuhi standar sehat, meliputi: perilaku membuang sampah pada tempatnya, perilaku mencuci tangan menggunakan sabun dan air bersih mengalir, perilaku memilih makanan jajanan yang sehat, perilaku tidak merokok, pembinaan masyarakat sekitar sekolah, bebas jentik nyamuk dan sebagainya.

Untuk mempermudah pelaksanaan pembinaan ling­kungan sekolah sehat sebaiknya dilakukan kegiat­an identifikasi masalah, perencanaan, intervensi, pemantauan, dan evaluasi serta pelaporan.

Pertama, identifikasi faktor risiko lingkungan seko­lah. Identifikasi faktor risiko lingkungan dilakukan dengan cara pengamatan dengan menggunakan instrumen pengamatan dan bila perlu dilakukan pengukuran lapangan dan laboratorium.

Sedangkan, analisa faktor risiko lingkungan dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengamatan dengan standar yang telah ditentukan. Penentuan prioritas masalah berdasarkan perkiraan potensi besarnya bahaya atau gangguan yang ditimbulkan, tingkat keparahan dan pertimbangan lain yang diperlukan sebagai dasar melakukan intervensi.

Kedua, perencanaan. Dalam perencanaan sudah dimasukan rencana pemantauan dan evaluasi serta indikator keberhasilan. Perencanaan masing-masing kegiatan/upaya harus sudah terinci volume kegiatan, besarnya biaya, sumber biaya, waktu pelaksanaan, pelaksana dan penanggungjawab. Agar rencana kegiatan atau upaya mengatasi masalah atau menurunkan risiko menjadi tanggungjawab bersama, maka dalam menyusun perencanaan hendaknya melibatkan masyarakat sekolah (siswa, guru, kepala sekolah, orang tua/komite sekolah, penjaja makanan di kantin sekolah, instansi terkait, Tim Pembina Sekolah Sehat Kecamatan).

Ketiga, intervensi. Intervensi terhadap faktor risiko lingkungan dan perilaku pada prinsipnya meliputi tiga kegiatan yaitu penyuluhan, perbaikan sarana dan pengendalian.

a) Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan bisa dilakukan oleh pihak sekolah sendiri atau dari pihak luar yang diperlukan.

b) Perbaikan sarana
Bila dari hasil identifikasi dan penilaian faktor risiko lingkungan ditemukan kondisi yang tidak sesuai dengan standar teknis maka segera dilakukan perbaikan.

c) Pengendalian
Untuk menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan di sekolah, upaya pengendalian faktor risiko disesuaikan dengan kondisi yang ada, antara lain sebagai berikut;

c.1) Pemeliharaan ruang dan bangunan, meliputi:
  • Atap dan talang dibersihkan secara ber­kala sekali dalam sebulan dari kotor­an/sampah yang dapat menimbul­kan genang­an air; Pembersihan ruang sekolah dan halaman minimal sekali dalam sehari;
  • Pembersihan ruang sekolah harus meng­gu­nakan kain pel basah untuk menghi­lang­kan debu atau menggunakan alat penghisap debu;
  • Membersihkan lantai dengan mengguna­kan larutan desinfektan;
  • Lantai harus disapu terlebih dahulu sebe­lum di pel;
  • Dinding yang kotor atau yang catnya sudah pudar harus dicat ulang; Bila ditemukan kerusakan pada tangga segera diperbaiki.

c.2) Pencahayaan dan kesilauan, meliputi:
  • Pencahayaan ruang sekolah harus mem­punyai intensitas yang cukup sesuai dengan fungsi ruang;
  • Pencahayaan ruang sekolah harus dileng­kapi dengan penerangan buatan;
  • Untuk menghindari kesilauan maka harus disesuaikan tata letak papan tulis dan posisi bangku siswa;
  •  Gunakan papan tulis yang menyerap cahaya.


c.3) Ventilasi, meliputi:
  • Penempatan  ventilasi ruang sekolah harus menggunakan sistem silang agar udara segar dapat menjangkau setiap sudut ruangan;
  • Pada ruang yang menggunakan AC (air conditioner) harus disediakan jendela yang bisa dibuka dan ditutup;
  • Agar terjadi penyegaran pada ruang ber-AC, jendela harus dibuka terlebih dahulu minimal satu jam sebelum ruangan tersebut diman­faatkan;
  • Filter AC harus dicuci minimal 3 bulan sekali.


c.4) Kepadatan ruang kelas
Kepadatan ruang kelas dengan perbandingan minimal setiap siswa mendapat tempat seluas 2 m2. Rotasi tempat duduk perlu dilakukan secara berkala untuk menjaga keseimbangan otot mata.

c.5) Jarak papan tulis, meliputi:
  • Jarak papan tulis dengan siswa  paling depan minimal 2,5 m;
  • Jarak papan tulis dengan siswa paling belakang maksimal 9 m;
  • Petugas menghapus papan tulis sebaiknya menggunakan masker.


c.6) Sarana cuci tangan, meliputi:
  • Tersedia air bersih yang mengalir dan sabun;
  • Tersedia saluran pembuangan air bekas cuci tangan;
  • Bila menggunakan tempat penam­pungan air bersih maka harus dibersih­kan minimal seminggu sekali.


c.7) Kebisingan
  • Untuk menghindari kebisingan agar terca­pai ketenangan dalam proses belajar, maka dapat dilakukan dengan cara:
  • Penghijauan dengan pohon berdaun lebat dan lebar;
  • Pembuatan pagar tembok yang tinggi.


C.8) Air bersih, meliputi:
Sarana air bersih harus jauh dari sumber pencemaran (tangki septic, tempat pembu­angan sampah, sarana pembu­angan air limbah, dan lain-lain);
Bila terjadi keretakan pada dinding sumur atau lantai sumur agar segera diperbaiki;Tempat penampungan air harus diber­sihkan/dikuras secara berkala.

c.9) Toilet, meliputi:
  • Toilet harus selalu dalam keadaan bersih dan tidak berbau;
  • Bak air harus dibersihkan minimal sekali dalam seminggu, dan bila tidak digunankan dalam waktu lama (libur panjang) maka bak air harus dikosong­kan agar tidak menjadi tempat perindukan nyamuk;
  • Menggunakan desinfektan untuk member­sihkan lantai, closet serta urinoir;
  • Tersedia sarana cuci tangan dan sabun untuk cuci tangan.


c.10) Sampah, meliputi:
  • Tersedia tempat sampah di setiap ruangan;
  • Pengumpulan sampah dari seluruh ruang dilakukan setiap hari dan dibuang ke tempat pembuangan sam­pah sementara;
  • Pembuangan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara ke tempat pembuangan sampah akhir dilakukan maksimal 3 hari sekali.


c.11) Sarana pembuangan air limbah
Membersihkan saluran pembuangan lim­bah terbuka minimal seminggu sekali agar tidak terjadi perindukan nyamuk dan tidak menimbulkan bau.

c.12) Vektor (pembawa penyakit), meliputi:
Agar lingkungan sekolah bebas dari nyamuk demam berdarah maka harus dilakukan kegiatan;
  • Kerja bakti rutin sekali dalam seminggu dalam rangka pemberan­tasan sarang nyamuk;
  • Menguras bak penampungan air secara rutin minimal seminggu sekali dan bila libur panjang dikosongkan;
  • Bila ada kolam ikan,  dirawat agar tidak ada jentik nyamuk;
  • Pengamatan terhadap jentik nyamuk di setiap penampungan air atau wadah yang berpontensi adanya jentik nyamuk. Hasil pengamatan dicatat untuk menghitung kontainer indeks.


c.13) Kantin/warung sekolah, meliputi:
  • Makanan jajanan harus dibungkus dan atau tertutup sehingga terlindung dari lalat, binatang lain dan debu;
  • Makanan tidak kadaluarsa;  Tempat penyimpanan makanan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, terhindar dari bahan berbahaya, serangga dan hewan lainnya; · Tempat pengolahan atau penyiapan makan harus bersih dan memenuhi syarat kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku;
  • Peralatan yang digunakan untuk mengolah, menyajikan dan peralatan makan harus bersih dan disimpan pada tempat yang bebas dari pencemaran;
  • Peralatan digunakan sesuai dengan peruntukannya; Dilarang mengg­una­kan kembali peralatan yang dirancang untuk sekali pakai;
  • Penyaji makanan harus selalu menjaga kebersihan, mencuci tangan sebelum memasak dan setelah dari toilet;


Bila tidak tersedia kantin di sekolah maka harus dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penjaja makanan disekitar sekolah. Pembinaan dan pengawasan meliputi jenis ma­kanan/minuman yang dijual, penya­jian, kemasan, bahan tambahan (pengawet, pewarna, penyedap rasa).

c.14) Halaman Sekolah, meliputi:
  • Melakukan penghijauan;
  • Melakukan kebersihan halaman seko­lah secara berkala seminggu sekali;
  • Menghilangkan genangan air di halam­an dengan menutup/mengurug atau mengalirkan ke saluran umum;
  • Melakukan pengaturan dan peme­liharaan tanaman;
  • Memasang pagar keliling yang kuat dan kokoh tetapi tetap memperhatikan aspek keamanan dan keindahan;
  • Mengurangi dampak pencemaran air limbah dan dampak limpasan air hujan (drainase) pada masyarakat;
  • Sekolah bekerja sama dengan masya­rakat dan Pemda menerapkan daur ulang air limbah;
  • Melakukan konservasi air tanah dan permukaan dengan melibatkan masya­rakat setempat;
  • Melakukan perlindungan lingkungan didukung masyarakat setempat.


c.16) Meja dan kursi siswa
Desain meja dan kursi harus memper­hatikan aspek ergonomis, permukaan meja/bangku memiliki kemiringan ke arah pengguna sebesar 15% atau sudut 10o.

c.17)    Perilaku, meliputi:
  • Mendorong siswa untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dengan memberikan kateladanan, misalnya tidak merokok atau tidak merokok di lingkungan sekolah;
  • Membiasakan membuang sampah pada tempatnya;
  • Membiasakan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah buang air besar, sebelum menyentuh makan­an, setelah bermain atau setelah ber­aktivitas lainnya;
  • Membiasakan memilih makanan jajan­an yang sehat.


4) Pelaksana pembinaan sekolah sehat
Untuk melaksanakan program pembinaan sekolah sehat dibutuhkan peran serta warga sekolah dan masyarakat, yang berfungsi sebagai tim pelaksana pembinaan sekolah sehat. Adapun tugas tim pelaksana pembinaan sekolah sehat, meliputi:

a) Kepala sekolah
Kepala sekolah selaku Ketua Tim Pelaksana Sekolah Sehat di sekolah bertanggung jawab terhadap pelak­sanaan pembinaan lingkungan sekolah sehat di sekolah masing-masing. Dalam melaksanakan pembi­naan, kepala sekolah dibantu oleh guru, pegawai sekolah, siswa, orang tua siswa (Komite Sekolah) dan lain-lain.

b)  Guru (Tenaga pendidik)
Dalam melaksanakan pembinaan lingkungan sekolah sehat, guru mempunyai peranan penting antara lain dengan cara memberikan:
Pengetahuan praktis tentang pembinaan lingkungan sekolah sehat.
Bimbingan, contoh dan teladan, dorongan serta melakukan pengamatan dan pengawasan kepada siswa agar mau dan terampil menerapkan segala yang telah diberikan kegiatan sehari-hari baik di sekolah, di rumah maupun di masyarakat.

c) Siswa
Siswa diharapkan ikut berperan serta secara aktif dalam:
Menjaga serta mengawasi kebersihan lingkungan sekolah masing-masing, misalnya dengan ikut mengawasi kawan-kawannya yang membuang sampah sembarangan, membersihkan ruangan atau halaman dan sebagainya;
Piket kelas, yang bertugas menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan dan kekeluargaan kelasnya masing-masing;
Menjaga/memelihara lingkungan sehat di lingkunngan keluarga dan masyarakat, misalnya dengan menyampaikan pesan tentang manfaat lingkungan yang sehat kepada anggota keluarga yang lain, ikut kerja bakti membersihkan lingkungan dan sebagainya.

d) Pegawai sekolah (Tenaga kependidikan)
Pegawai sekolah yang merupakan warga sekolah perlu ikut melaksanakan dan mengawasi serta memelihara lingkungan sekolah sehat terutama pada penyediaan fasilitas sarana prasarana.

e) Komite sekolah
Komite sekolah sebagai wadah organisasi orang tua siswa  diharapkan mampu berperan serta secara aktif dalam melaksanakan pembinaan lingkungan sekolah sehat, terutama dalam penyediaan dana dan fasilitas yang menunjang kegiatan.

f) Masyarakat
Masyarakat di sekitar sekolah diharapkan berperan serta untuk melaksanakan pembinaan terutama dalam memelihara dan menjaga lingkungan sekolah sehat.

5) Program dan Kegiatan Implementasi Sekolah Sehat.
Sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar harus menjadi ”Helth Promoting School” artinya ”Sekolah yang dapat meningkatkan derajat kesehatan bagi semua warga sekolahnya”. Derajat kesehatan dimaksud  adalah:
  • Sekolah memiliki lingkungan kehidupan sekolah yang tercerminkan hidup sehat;
  • Mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal;
  • Terjamin berlangsungnya proses belajar mengajar yang kondusif;
  • Tercipta kondisi yang mendukung tercapainya kemampuan siswa untuk berperilaku hidup sehat;

Untuk mewujudkan sekolah yang bersih, hijau, indah dan rindang serta kondisi siswa sehat, bugar senantiasa berprilaku bersih dan sehat perlu didukung dan diimplemtasikan oleh semua pemangku kepentingan dalam suatu program kegiatan yang terstruktur, terencana, dan menjadi kultur sekolah. Salah satu upaya mewujudkan sekolah sehat adalah mengembangkan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) secara terpadu dan berkesinambungan melalui program dan kegiatan yang dituangkan dalam RKS dan RKAS sehingga menjadi acuan bagi semua pihak dalam melaksanakan kegiatannya.

Komponen Sekolah Sehat meliputi: pendidikan kesehatan; pelayanan kesehatan, dan lingkungan sekolah sehat. Komponen-komponen tersebut perlu dituangkan dalam suatu program-program dan berbagai kegiatan serta strateginya. Program dan kegiatan tersebut harus bersifat:
  • Mengacu kepada pencapaian Standar Kom­pe­tensi Lulusan siswa;
  • Sesuai dengan kebutuhan individu setiap siswa
  • Operasional, terukur, rasional dan berkesinam­bungan;
  • Memberdayakan semua pemangku kepentingan.
  • Mendukung proses pembelajaran yang ber­mutu;
  • Mempertimbangkan kemampuan dan kondisi sekolah.


C. Kegiatan untuk Mencapai Sekolah Aman
Untuk menuju sekolah aman perlu dilakukan program dan langkah-langkah strategis terkait pembudayaan sekolah aman, baik secara mental (rohani) maupun fisik (jasmani).

Untuk langkah aman terkait mental (rohani), sekolah dapat melakukan berbagai langkah, meliputi:

1) Langkah Sekolah Aman dari penindasasn (bullying)
Tindakan penindasan saat ini lebih popular dengan istilah bullying. Bullying adalah penggunaan keke­rasan, ancaman atau paksaan untuk menya­lahgunakan atau mengintimidasi orang lain, baik secara psikis maupun fisik.
Langkah-langkah untuk melindungi siswa dari perbuatan bullying adalah sebagai berikut :

a) Mencari bantuan sekolah
Dengan meningkatnya jumlah kekerasan di sekolah baru-baru ini, sangat penting bagi kita untuk menanggapi kekhawatiran anak dengan serius. Selidikilah apa­kah  tindakan bullying  yang diterima masih dalam batas wajar, atau kita harus membahasnya dengan guru.
Bicara pada pelaku bullying
Di balik tindakan berani mereka, para penindas pada dasarnya pengecut. Mereka bertindak jahat dan menjatuhkan orang lain untuk menutupi ketidak-amanan mereka sendiri dan kurangnya rasa percaya diri. Bullying mudah dijinakkan ketika kekuasaan dan kontrol diambil.


b) Berdayakan siswa
 Berdiskusi dengan siswa untuk mengatasi  tindakan bullying yang tidak terlalu parah. Misalnya, siswa diajak tidak mengabaikan ejekan atau gangguan non fisik. Contoh lainnya adalah bersahabat dengan semua orang lain sehingga ketika si penindas mulai beraksi, siswa memiliki teman-teman yang mem­bantu atau membelanya.

c) Menceritakan pengalaman kepada siswa.
Guru dapat menceritakan pengalamannya kepada siswa tentang bullying. Hal Ini akan membantu siswa untuk keluar dari masalahnya karena dia tidak sendirian dalam situasi seperti itu. 

d) Bentuk persahabatan di luar sekolah.
Upayakan siswa terlibat dalam kegiatan ekstra­kurikuler seperti kursus, kegiatan keagamaan, pra­muka, dan lainnya di mana mereka bisa mencip­takan kelompok sosial lain dan belajar keterampilan baru. Ini akan membiasakan siswa untuk bersosia­lisasi dan lebih dapat menghadapi situasi yang tidak menyenangkan.

e) Memberi perhatian dan memantau keadaan siswa dan si penindas.
Jika keadaan tidak membaik, hubungi pihak berwenang yang relevan dan dapatkan penyelesaian terhadap masalahnya.

Untuk melindungi anak dari perbuatan bullying di lingkungan sekolah perlu adanya optimalisasi peran guru bimbingan konseling dan koordinasi antara guru mata pelajaran, wali kelas dan semua warga sekolah.


2) Langkah Sekolah Aman dari Tindak Kriminal:
  • Optimalisasi peranan guru, sebagai pendidik, pengajar, dan pembimbing;
  • Optimalisasi Pelaksanaan Bimbingan Konseling;
  • Optimalisasi Pendidikan Agama;
  • Peningkatan kualitas hubungan orang tua dengan anak.

3) Langkah Sekolah Aman dari Asap Rokok
  • Membuat aturan larangan merokok di lingkungan sekolah (Zero Smoke Environment), karena asap rokok dapat merusak kesehatan lingkungan. Dengan alasan asap rokok yang menempel di baju, sofa, karpet, ataupun benda-benda lain yang ada di lingkungan sekitar akan meninggalkan residu racun yang tidak baik apabila dihirup.
  • Melakukan penolakan terhadap iklan, promosi dan kerjasama yang dilakukan oleh perusahaan rokok dalam bentuk apapun, untuk keperluan penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian, rokok menjadi tidak lazim lagi berada di lingkungan sekolah (Denormalisasi Rokok). Kegiatan CSR dari perusahaan rokok sesung­guhnya merupakan bentuk strategi untuk memperluas jaringan bisnis perusahaan rokok tersebut.
  • Memberlakukan larangan adanya billboard, reklame, pampflet dan bentuk-bentuk iklan lainnya dari perusahaan rokok beredar atau dipasang di lingkungan sekolah;
  • Membuat larangan menjual rokok di kantin, toko, koperasi atau bentuk penjualan lain di lingkungan sekolah;
  • Memasang tanda Bebas Asap Rokok / daerah Bebas Asap Rokok di lingkungan sekolah;

4) Langkah Sekolah agar Bebas dari Pornografi dan Pornoaksi, meliputi:
  • Mengadakan sosialisasi tentang Undang-Undang Pornografi;
  • Mengadakan razia tas siswa, HP (cek isi) dan buku/majalah baik secara rutin maupun spontanitas;
  • Menyeleksi buku-buku pelajaran dan buku referensi lainnya;
  • Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan seperti ceramah keagamaan;
  • Menggunakan pakaian seragam sekolah sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

5) Langkah sekolah agar aman dari tindakan pelecehan seksualitas, meliputi:
  • Melakukan sosialisasi pendidikan seks yang layak dan tepat bagi siswa;
  • Memasang CCTV di beberapa titik yang dianggap rawan;
  • Mengoptimalisasikan pendidikan agama dan karakter;
  • Mengoptimalkan peran dan sistem pengawasan warga sekolah dalam menjalankan fungsinya;
  • Menyiapkan toilet tersendiri bagi laki-laki dan perempuan;

6) Langkah sekolah agar aman dari praktik-praktik vandalisme (coret-coret yang tidak pada tempat selayaknya) dan kekerasan visual (terhindar dari penempelan gambar-gambar yang tidak edukatif di lingkungan sekolah, meliputi:
  • Memberi ruang ekspresi pada siswa di tempat-tempat yang sesuai;
  • Mengoptimalisasikan pendidikan agama dan karakter;
  • Mengoptimalkan peran dan sistem pengawasan warga sekolah dalam menjalankan fungsinya;
  • Bekerja sama dengan warga di sekitar sekolah agar terhindar dari visual-visual yang tidak mendidik baik itu dari iklan, lukisan, poster;
  • Optimalisasi peran orang tua dalam memiliki tayangan edukatif bagi siswa pada acara-acara televisi.
  • Optimalisasi peran organisasi-organisasi kegu­ruan, seperti PGRI, MGMP, dan lain-lain dan organisasi kesiswaan seperti OSIS, Pramuka, Jurnalistik, PMR, dan lain-lain.

7) Langkah sekolah aman dari bencana
Bencana datang kapan saja. Tak seorang pun yang mampu memprediksi kapan waktu yang tepat bencana itu terjadi. Tsunami, Gunung meletus, longsor, kebakaran hutan, kebakaran gedung, gempa bumi, banjir, dan bencana alam lainnya datang seketika dan mampu meluluhlantakkan alam, rumah, ladang, sawah, kebun, ternak, gedung-gedung, bahkan menghi­langkan nyawa manusia. Untuk itu, manusia termasuk warga sekolah harus terus waspada karena bencana dapat diprediksi dengan ilmu pengetahuan dan tanda-tanda alam lainnya.
Tindakan sekolah untuk melakukan tanggap terhadap bencana merupakan suatu keharusan sebagai upaya membangun kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana dalam rangka menggugah kesadaran seluruh unsur-unsur dalam bidang pendidikan baik individu maupun kolektif di sekolah dan lingkungan sekolah, baik itu sebelum, saat maupun setelah bencana terjadi. Adapun tujuan dari tindakan tanggap bencana adalah :
  • Membangun budaya siaga dan budaya aman disekolah dengan mengembangkan jejaring bersama para pemangku kepentingan di bidang penanganan bencana;
  • Meningkatkan kapasitas institusi sekolah dan individu dalam mewujudkan tempat belajar yang lebih aman bagi siswa, guru, anggota komunitas sekolah serta komunitas di sekeliling sekolah;
  • Menyebarluaskan dan mengembangkan pengeta­huan kebencanaan ke masyarakat luas melalui jalur pendidikan sekolah.


Setidaknya ada 12 indikator Sekolah Tanggap Bencana yang dipaparkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),  indikator tersebut adalah :
Indikator untuk parameter pengetahuan   dan keterampilan;
  • Pengetahuan mengenai jenis bahaya, sumber bahaya,  besaran bahaya dan dampak bahaya serta tanda-tanda bahaya yang ada di lingkungan sekolah;
  • Akses bagi seluruh komponen sekolah untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan, pemahaman dan keterampilan kesiagaan (materi acuan, ikut serta dalam pelatihan, musyawarah guru, pertemuan desa, jambore siswa, dan sebagainya.).
  • Pengetahuan sejarah bencana yang pernah terjadi di lingkungan sekolah atau daerahnya;
  • Pengetahuan mengenai kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di sekolah dan lingkungan sekitarnya;
  • Pengetahuan tentang upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana di sekolah;
  • Keterampilan seluruh komponen sekolah dalam menjalankan rencana tanggap darurat;
  • Adanya kegiatan simulasi regular;
  • Sosialisasi dan pelatihan kesiagaan kepada warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah. Adanya kebijakan, kesepakatan, peraturan sekolah yang mendukung upaya kesiagaan di sekolah;
  • Membimbing warga sekolah menyelamatkan diri apabila terjadi kebakaran atau
  • bencana lain.
  • Membimbing warga sekolah menggunakan peralatan apabila terjadi bencana.
  • Mengambil langkah-langkah keselamatan untuk menghindari kecelakan bencana.

Dengan demikian, sekolah tanggap bencana juga harus memiliki indikator untuk parameter kebijakan, indikator untuk parameter rencana tanggap darurat, dan indikator untuk Parameter Mobilisasi Sumberdaya. Terkait dengan indikator untuk parameter kebijakan, sekolah harus memiliki kebijakan, kesepakatan, peraturan sekolah yang mendukung upaya kesiagaan di sekolah. Sedangkan, indikator untuk Parameter Rencana Tanggap Darurat, meliputi:
  • Adanya dokumen penilaian risiko bencana yang disusun bersama secara partisipatif dengan warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah;
  • Adanya protokol komunikasi dan koordinasi;
  • Adanya Prosedur Tetap Kesiagaan Sekolah yang disepakati dan dilaksanakan oleh seluruh komponen sekolah;
  • Kesepakatan dan ketersediaan lokasi evakuasi/shelter terdekat dengan sekolah, serta disosialisasikan kepada seluruh komponen sekolah dan orang tua siswa, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah;
  • Dokumen penting sekolah digandakan dan tersimpan baik, agar tetap ada, meskipun sekolah terkena bencana;
  • Catatan informasi penting yang mudah digunakan seluruh komponen sekolah, seperti pertolongan darurat terdekat, Puskesmas/rumah sakit terdekat, dan aparat terkait;
  • Adanya peta evakuasi sekolah, dengan tanda dan rambu yang terpasang, yang mudah dipahami oleh seluruh komponen sekolah;
  • Akses terhadap informasi bahaya, baik dari tanda alam, informasi dari lingkungan, dan dari pihak berwenang (pemerintah daerah dan BMKG);

Sementara itu, indikator untuk Parameter Mobilisasi Sumberdaya, meliputi:
  • Adanya Satuan Tanggap bencana sekolah termasuk perwakilan siswa.
  • Adanya perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca bencana yang dapat segera dipenuhi, dan diakses oleh komunitas sekolah, seperti alat pertolongan pertama serta evakuasi, obat-obatan, terpal, tenda dan sumber air bersih.
  • Pemantauan dan evaluasi partisipatif mengenai kesiagaan sekolah secara rutin (menguji atau melatih kesiagaan sekolah secara berkala).
  • Adanya kerjasama dengan pihak-pihak terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik setempat (desa/kelurahan dan kecamatan) maupun dengan BPBD/Lembaga pemerintah yang bertang­gung jawab terhadap koordinasi dan penyeleng­garaan penanggulangan bencana di kota/kabupaten.

Dengan begitu, jika terjadi bencana, sekolah yang telah memiliki indikator-indikator di atas dapat segera melakukan langkah-langkah penyelamatan bencana. Ada beberapa tindakan yang harus diperhatikan dalam penyelamatan bila terjadi bencana, yakni:

a) Penyelamatan saat terjadi gempa bumi, meliputi:
  • Bersikap tenang dan jangan panik agar dapat melakukan tindakan penyelamatan diri dengan baik;
  • Segera keluar ruang jika berada di dalam ruang. Carilah tempat yang agak lapang agar tidak tertimpa pohon atau bangunan yang mungkin runtuh;
  • Saat berada di dalam gedung bertingkat atau bangunan yang tinggi, kemungkinan untuk keluar sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama, tindakan yang harus diambil adalah berlindung di bawah meja atau tempat yang dapat menahan diri dari reruntuhan atau jatuhnya benda–benda;
  •  Saat berada di jalan raya, kurangilah kecepatan kendaraan atau berhentilah di pinggir jalan, namun usahakan tempat pemberhentian jauh dari pohon, papan reklame, atau bangunan yang ada di sekitar jalan;
  •  Saat berada di pusat keramaian, hindarkan diri dari berdesak-desakan untuk keluar pintu. Lebih baik cari tempat berlindung yang aman dari reruntuhan atau jatuhnya benda– benda.


b) Penyelamatan saat terjadi tsunami, meliputi:
  • Apabila terjadi gempa, kemudian air laut surut secara tiba-tiba, segeralah lari menjauh dari pantai dan cari tempat yang lebih tinggi karena kemungkinkan tsunami akan terjadi;
  • Jika gempa terjadi pada malam hari dengan kekuatan yang besar dan kemungkinan aliran listrik dan saluran telekomunikasi akan terputus, maka, jika hal itu terjadi dalam keadaan darurat segeralah mencari bangunan bertingkat dan naik ke atas;
  • Pemerintah memasang alat pemantau dini tsunami di pantai. Jika terjadi gempa dan disertai dengan tsunami, alat itu akan membunyikan suara sirine. Saat terdengar suara sirine segeralah menjauh dari pantai dan mencari tempat yang tinggi.


c) Penyelamatan saat terjadi banjir, meliputi:
  • Saat banjir sudah memasuki ruang, lebih baik mengungsi ke tempat yang lebih aman.
  • Perhatikan kebersihan tempat, makanan, dan minuman. Saat terjadi banjir mudah sekali kuman penyakit tersebar dan berjangkit;
  • Waspada terhadap lingkungan sekitar agar terhindar dari hal–hal yang tidak diinginkan. Misal tersengat listrik.


d) Penyelamatan saat terjadi kebakaran hutan, meliputi:
  • Usahakan tidak terlalu banyak keluar rumah/ruang belajar untuk menghindari asap;
  • Jika keluar rumah, gunakanlah masker untuk mengurangi pengaruh buruk asap terhadap pernapasan kita.


Saat bencana terjadi pasti menimbulkan korban luka-luka maupun meninggal dunia. Korban yang meng­alami luka-luka harus segera dievakuasi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan kese­hatan.Bagi korban yang selamat dievakuasi ke tempat yang aman, sedangkan korban yang meninggal dunia, dievakuasi dan dimakamkan. Evakuasi dilakukan oleh masyarakat sekitar yang tidak terkena bencana, sukarelawan, PMI, tim SAR atau dari TNI.

a. Pemberian Bantuan yang dibutuhkan
Korban bencana sangat membutuhkan bantuan. Bantuan yang sangat dibutuhkan, antara lain berupa makanan, minuman, pakaian, selimut, tenda-tenda, atau alat–alat sekolah. Bantuan tersebut bisa berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sekitar, masyarakat yang berasal dari daerah lain, lembaga swadaya masyarakat, lembaga sosial atau dari negara lain. Bantuan dapat berupa barang-barang maupun bantuan  kejiwaan atau mental untuk dapat menghadapi bencana tersebut dengan sabar dan tegar agar dapat kembali menata hidupnya. Bantuan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, misalnya:

  • Secara langsung diberikan kepada korban;
  • Melalui lembaga sosial;
  • Melalui lembaga-lembaga lain yang membuka posko bantuan, misalnya stasiun televisi;

b. Pemberian Bantuan Pemulihan Kondisi Pasca bencana.
Bencana alam membuat kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat menjadi kacau. Apalagi jika rumah penduduk maupun bangunan-bangunan lainnya mengalami kerusakan yang cukup parah, pasar, kantor, atau sekolah-sekolah yang mengalami kerusakan dapat menganggu aktivitas ekonomi dan kegiatan belajar-mengajar. Agar kondisi kembali pulih, pemerintah dan masyarakat bersama-sama berusaha untuk memberi bantuan yang diperlukan untuk pemulihan tersebut.

D. Kegiatan untuk Mencapai Sekolah Ramah Anak
Prinsip Sekolah Ramah Anak adalah menjadikan peserta didik (siswa) sebagai subjek utama dalam proses pendi­dikan di sekolah. Semua konsep dan desain sekolah baik bersifat fisik maupun non fisik telah dirancang untuk memenuhi hak-hak anak sebagai pribadi yang harus didik dengan perasaan dan budi pekerti yang baik.

1. Penataan Fisik Sekolah
Keadaan fisik sekolah  berpengaruh besar terhadap perkembangan siswa. Sekolah yang ideal harus memiliki infrastruktur dan sarana yang memadai, sebagai syarat standar pelayanan minimal, seperti:
Letak sekolah yang baik tidak terlalu dekat dengan jalan raya, karena di samping bising, polusi udara juga berbahaya bagi siswa. Kalaupun terpaksa dibangun dekat dengan jalan raya usahakan untuk memiliki gerbang atau pagar tembok/pagar hidup sebagai peredam,  serta sistem keamanan yang memadai.

a) Penataan ruang belajar.
Ruang belajar harus dibuat senyaman mungkin. Usahakan siswa  belajar di sekolah tidak hanya duduk tenang di bangku, mendengarkan penjelasan guru, lalu mengerjakan tugas. Usahakan siswa senang dan minat siswa tertarik  untuk belajar dengan cara membiarkan mereka belajar atau menger­jakan segala sesuatu di lantai atau di tempat lain­nya.Hal ini dapat mengurangi kejenuhan dan mengendurkan otot-otot yang tegang. Mengingat kemampuan konsentrasi anak terbatas, yaitu  kira-kira 1 menit x usianya, maka siswa jangan dipan­cang pada satu tempat saja.

b) Penataan ruang bermain
Hal lain yang tak kalah penting adalah ruang bermain baik indoor maupun outdoor tetap memper­ha­tikan keleluasaan siswa, mudah bergerak atau berpindah, tidak berjubal (berdesakan). Mainan atau bahan ajar disimpan/diletakkan di tempat yang dapat dijangkau siswa. Untuk area bermain outdoor sebaiknya lebih memperhatikan keselamatan. Sebaiknya halaman tempat bermain tidak dibuat keras atau lebih baik ditanami untuk menghindari benturan yang fatal.

c) Penataan kantin sehat
Ditata sedemikian rupa sehingga tempat makan terasa nyaman, bersih dan makanan yang disajikan higienis.

2. Penataan Psikis Sekolah

Dalam kegiatan penataan psikis sekolah, perlu dilaku­kan partisipasi siswa dalam:

a) Menyusun rencana aksi tahunan terhadap kegiatan yang sudah ada, seperti Usaha Kesehatan Sekolah, Sekolah Adiwiyata, Sekolah Aman Bencana, Rute Aman Selamat Sekolah, dan lainnya sebagai komponen penting dalam perencanaan pengem­bangan Sekolah Ramah.

b) Kebijakan dan tata tertib      

  • Peraturan tata tertib disusun dengan melibat­kan siswa, perwakilan orang tua di luar pengurus komite sekolah dan komite sekolah, ditandatangani bersama.
  • Memastikan ragam aktivitas siswa secara individu maupun kelompok dalam meng­giatkan gerakan siswa bersatu mewujudkan sekolah ramah  terintegrasi ke dalam rencana anggaran dan kegiatan sekolah.

3. Pembelajaran

  • Proses pembelajaran dilakukan  secara inklusif dan non diskriminatif.
  • Suasana belajar dan proses pembelajaran mengem­bangkan keragaman karakter dan potensi siswa.     
  • Suasana belajar, proses pembelajaran dan penilaian, dilaksanakan tanpa diskriminasi.  
  • Proses pembelajaran  dilaksanakan  dengan  cara menyenangkan, penuh kasih sayang dan bebas dari perlakuan diskriminasi terhadap siswabaik di dalam maupun diluar kelas.    
  • Pengembangan minat dan  bakat  siswa  melalui kegiatan esktrakurikuler dilaksanakan secara indi­vidu maupun kelompok.
  • Siswa terlibat dalam kegiatan bermain.
  • Terdapat materi pembelajaran yang bermuatan Konvensi Hak Anak (KHA) dan prinsip KHA
  • Materi pembelajaran memuat penghormatan terha­dap HAM
  • Materi pembelajaran memuat penghormatan terha­dap tradisi dan budaya bangsa.
  • Materi pembelajaran memuat penghormatan kepada  sesama siswa baik perempuan dan laki-laki terma­suk  siswa yang memerlukan perlindungan khusus.
  • Pembelajaran menerapkan Sekolah Adiwiyata.
  • Penilaian dan evaluasi pembelajaran dilaksana­kan ber­ba­sis proses dan mengede­pankan peni­laian otentik.
  • Penerapan ragam model penilaian dan evaluasi perkembangan belajar siswa yang mengukur kemam­puan siswa tanpa membandingkan satu dengan yang lain.       

4. Pengaduan

  • Tersedia ”pojok  curhat”  untuk  siswa  di  ruang konseling sahabat siswa.  
  • Formulir pengaduan mudah diakses oleh siswa.
  • Melaksanakan mekanisme perlindungan terhadap siswa yang melakukan pengaduan.  

5. Penanaman nilai-nilai karakter dan seni budaya

  • Menjamin,  melindungi,  dan  memenuhi  hak  sis­wa untuk beragama.
  • Siswa dibiasakan salam dan berjabatan tangan ketika ketemu guru dan teman.
  • Pembiasaan menghargai kelemahan dan kekurang­an orang lain.
  • Pembiasaan membuang sampah ke tempat sampah.
  • Mengembangkan budaya baca dan menulis.
  • Mengembangkan budaya gotong royong.
  • Pembiasaan bersikap jujur.
  • Menggunakan bahasa daerah minimal satu hari dalam satu minggu.
  • Memberi akses kepada siswa untuk  mendapatkan informasi dan meningkatkan pengetahuan, kete­ram­pilan, dan sikap mengenai nilai-nilai dan budaya.      
  • Mengajak menghormati hak  dan  kewajiban  orang  lain sebagai upaya untuk membina siswa menja­lankan hak dan kewajibannya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan kemampuannya.
  • Membentuk komunitas pembelajar yang berko­mitmen   terhadap budaya aman dan sehat.
  • Sadar terhadap risiko bencana alam, bencana  sosial, kekerasan dan ancaman lainnya terhadap   siswa.
  • Memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan di daerah bencana.
  • Materi pembelajaran memuat penghormatan terhadap HAM.
  • Materi pembelajaran memuat penghormatan terhadap tradisi dan budaya bangsa.
  • Materi pembelajaran memuat penghormatan kepada sesama  siswa baik perempuan dan  laki-laki termasuk siswa yang  memerlukan perlin­dung­an khusus disabilitas.       
  • Menjamin ketersediaan informasi bagi semua pihak dan memastikan komunikasi dan dialog.       
  • Memastikan kurikulum, materi pendidikan, dan buku pelajaran memberikan gambaran yang adil, akurat, informatif mengenai masyarakat dan budaya pribumi.
  • Tersedia waktu untuk siswa yang memungkinkan siswa beristirahat dan bergembira/bersenang hati, tersedia.
  • Mengaktifkan  sanggar budaya.

6. Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang terlatih  sesuai Konvensi Hak Anak

a) Sikap guru terhadap siswa
Secara kasat mata profil guru dapat dilihat dari cara mereka berhadapan dengan siswa. Guru sebagai orang tua dan sahabat siswa harus dapat menunjukkan perilaku adil terhadap semua siswa tanpa memandang status sosial maupun keadaan fisik, baik siswa normal maupun berkebutuhan khusus serta menghormati hak-hak siswa. Kasih sayang diberikan kepada semua siswa, serta menerapkan norma-norma agama dan budaya yang berlaku.

b) Metode Pembelajaran
Indikator seorang siswa cocok terhadap sekolah pilihannya adalah, sejauh mana siswa merasa aman dan nyaman berada di sekolah itu. Oleh karena itu proses belajar mengajar harus dikemas sedemikian rupa sehingga anak merasa enjoy dalam mengikuti pelajaran, tanpa ada rasa cemas dan takut. Selain itu metode pembelajaran mendorong siswa menjadi lebih kreatif. Sekolah Ramah Anak lebih mene­kankan segala kegiatan berpusat pada anak. Guru berperan sebagai sahabat bagi siswa yang bersedia membantu segala hambatan dan kesulitan yang dihadapinya. Di samping itu guru juga berperan sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa, bukan semata–mata orang yang memegang otoritas penuh dalam kelas. Guru harus  menenggunakan metode belajar inovatif  dan variatif  didukung media pembe­lajaran yang mem­bantu daya serap dan memo­tivasi siswa belajar berpartisipasi dan koope­ratif guna mengem­bangkan kompetensi belajar  learning by doing.

c) Program keselamatan dari rumah ke sekolah atau sebaliknya.

  • Pelatihan keselamatan berjalan dan bersepeda
  • Peta rute aman selamat ke dan dari sekolah
  • Pendidik dan tenaga kependidikan terlatih
  • Rambu lalu lintas tersedia
  • Zona selamat sekolah tersedia
  • Bus sekolah tersedia (jika memungkinkan)

d) Program keselamatan di sekolah

  • Mengenal pasti jenis bencana yang sering melanda di lingkungan sekolah.
  • Menanamkan kesedaran kepada warga sekolah apabila terjadi sesuatu atau melihat kejadian yang kurang baik di sekolah harus lapor ke guru piket atau ke satpam.
  • Memberikan arahan  tentang peraturan-peraturan selama berada di lingkungan sekolah.
  • Memasang CCTV di setiap sudut sekolah.

e) Peran serta orang tua, masyarakat, dan dunia usaha/dunia industri di sekolah.    

  • Partisipasi orang tua siswa, lembaga masya­ra­kat dan perusahaan dalam menerapkan sekolah ramah anak.
  • Memberdayakan peran kelembagaan dan komunitas satuan pendidikan dalam upaya mewujudkan sekolah ramah anak.
  • Melakukan MoU dengan dunia usaha/industri untuk berkontribusi melalui tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility di bidang pendidikan.
  • Pertemuan rutin antara orang tua dengan  guru untuk membicarakaan perkembangan siswa.
  • Mengajak keluarga bergabung dalam komunitasyang mendukung siswa dalam mempelajari, memantau, dan menyebarluaskan penerapan sekolah sehat, aman dan ramah.


E. Kegiatan untuk Mencapai Sekolah Menyenangkan
Prinsip sekolah menyenangkan adalah rasa betah di seko­lah. Rasa betah ini tidak hanya dialami oleh siswa tetapi juga seluruh warga sekolah. Mengapa demikian? Karena antara sesama warga sekolah telah terjalin ikatan emosional yang saling membutuhkan satu sama lainnya.

Sekolah menyenangkan juga merupakan klimaks dari perpaduan sekolah sehat, aman, dan ramah anak. Artinya, ketika kegiatan-kegiatan sekolah sehat, aman, dan ramah anak telah terlaksana dengan baik, maka secara otomatis sekolah menjadi menyenangkan. Untuk membuat sekolah tetap menyenangkan, beberapa kegiatan yang didapat dilakukan, seperti:
  • Memetakkan kebutuhan siswa dan warga sekolah lainnya;
  • Memetakkan jenis kecerdasan siswa, sehingga mempermudah guru dalam memahami perkem­bangan siswa;
  • Merancang lingkungan sekolah yang indah, hijau, bersih sebagai ruang publik siswa;
  • Merancang metode dan kurikulum pembelajaran yang tidak membosankan, variatif, dialogis; dan inspiratif, dilengkapi game, gambar, video, dan media pembejaran lainnya;
  • Merancang program kerja kegiatan ekstrakulikuler yang didasarkan pada kebutuhan siswa;
  • Merancang kerjasama yang baik dan menguntungkan dengan masyarakat ataupun lembaga-lembaga luar sekolah yang didasarkan pada kebutuhan sekolah dan perbaikan mutu sekolah;
  • Merancang bentuk-bentuk pelatihan guru dan tenaga kependidikan yang terfokus pada upaya membentuk sekolah yang menyenangkan;
  • Merancang desain ruang kelas yang variatif, tidak membosankan, dan disukai siswa dan warga sekolah;
  • Mengajak partisiapasi masyarakat sekitar sekolah untuk bersama-sama mengoptimalkan peran sekolah sebagai tempat menyenangkan dalam mendidik anak;
  • Mengoptimalkan kegiatan sekolah sehat;
  • Mengoptimalkan kegiatan sekolah aman;
  • Mengoptimalkan kegiatan sekolah ramah anak;

Terima kasih



= Baca Juga =



8 Comments

Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem

Previous Post Next Post

Sponsor



































Free site counter

Popular Post



































Free site counter