Desain
penelitian mempunyai dua batasan, yaitu secara luas dan secara sempit. Secara
sempit berarti penggambaran secara jelas tentang hubungan antara variabel
sehingga diperoleh gambaran keterkaitan antara variabel. Sedangkan secara luas
berarti semua proses yang diperlukan dalam
penelitian, yang bermula dari penemuan ide sampai dengan pengujian
hipotesis dan pengambilan kesimpulan atas hasil pengujian tersebut.
Dikenal sejumlah desain penelitian
eksperimen, yang dibagi dalam tiga
kelompok besar, yaitu: desain praeksperimen, desain eksperimen murni, dan desain eksperimen semu.
1. Desain
Pra eksperimen (Pre- Experimental Designs (Nondesigns))
Desain ini merupakan desain yang paling lemah karena
tidak menggunakan variabel kontrol dan hanya satu variabel. Tidak adanya
kelompok kontrol menyebabkan peneliti akan kesulitan untuk memastikan sejauh
mana efektivitas perlakuan yang diberikan. Desain pra eksperimen terdiri atas:
a. Desain Studi Kasus Satu
Kelompok (One-Shot Cose Study)
Desain ini hanya menggunakan satu kelompok tanpa tes
awal. Kelemahan utama desain ini adalah,
karena tidak menggunakan kelompok pengendalian tanpa tes awal, maka pelaksana eksperimen tidak dapat
beranggapan bahwa hasil akhir yang dicapai disebabkan
oleh perlakuan. Contoh desain studi kasus satu kelompok adalah sebagai berikut:
Desain studi kasus satu kelompok
Kelompok
|
Perlakuan
|
Tes akhir
|
Eksperimen
|
X
|
Y
|
Desain ini tidak dianjurkan untuk digunakan karena
tidak memiliki validitas internal. Skor minat belajar yang dicapai siswa pada
tes akhir mungkin saja disebabkan oleh variabel lain di luar perlakuan yang
diberikan.
b. Desain satu kelompok tes
awal-akhir (One- Group Pretest-Posttest Design)
Desain ini menggunakan satu kelompok subyek yang
diberi tes awal dan-tes akhir. Contoh desain satu kelompok tes awal-akhir
adalah sebagai berikut:
Desain satu kelompok tes awal- akhir
Kelompok
|
Tes Awal
|
Perlakuan
|
Tes akhir
|
Eksperimen
|
Y1
|
X
|
Y2
|
Kelemahan utama desain ini adalah karena tidak
menggunakan kelompok kontrol, sehingga peneliti tidak dapat beranggapan bahwa perubahan skor yang terjadi pada tes awal
dan tes akhir disebabkan oleh perlakuan yang diberikan.
Namun selalu ada kemungkinan bahwa variabel luarlah
yang menyebabkan sebagian atau keseluruhan perubahan tersebut. Dengan demikian
maka desain ini juga tidak memiliki validitas internal.
c. Desain perbandingan dua kelompok
statis (Intact-Group Comparison)
Desain ini mengunakan dua kelompok subyek yang diberi
perlakuan yang berbeda. Kedua kelompok
itu ditetapkan tanpa acak (misalnya diambil kelas yang telah terbentuk) namun diasumsikan
memiliki kemampuan yang
setara dalam semua aspek yang
relevan, yang berbeda hanyalah didalam pemberian perlakuan. Contoh desain
perbandingan dua kelompok statis adalah sebagai berikut:
Desain perbandingan dua kelompok statis
Kelompok acak
|
Perlakuan
|
Tes akhir
|
Eksperimen
|
X1
|
Y1
|
Kontrol
|
X2
|
Y2
|
Adanya kelompok kontrol menyebabkan desain ini dapat
mengontrol ancaman beberapa variabel luar,
misalnya: sejarah, kematangan dan regresi statistik.
d. Desain dua kelompok
statis tes awal-akhir.
Desain ini menggunakan dua kelompok subyek yang diberi
perlakuan berbeda dan diberi tes awal dan tes akhir. Kedua kelompok itu ditetapkan tanpa acak (intact group) namun diasumsikan memiliki
kekemampuan yang setara. Contoh desain dua kelompok statis tes awal-akhir
adalah sebagai berikut :
Desain dua kelompok statis tes awal-akhir
Kelompok acak
|
Tes Awal
|
Perlakuan
|
Tes akhir
|
Eksperimen
|
Y1
|
X1
|
Y1
|
Kontrol
|
Y2
|
X2
|
Y2
|
Adanya tes awal dan kelompok
control menyebabkan desain ini memiliki beberapa kelebihan
dibanding dengan desain pra eksperimen lainnya, yaitu memungkinkan untuk
mengontrol ancaman beberapa variabel luar,
seperti: ciri khas subyek,
sejarah,kematangan, dan regresi statistik. Namun disisi lain, penggunaan tes awal juga sekaligus menyebabkan peneliti
sulit untuk mengontrul efek dan pengujian.
2. Desain Eksperimen Murni (Tru-Experimental
design)
Perbedaan utama antara desain eksperimen murni dengan
desain lainnya adalah adanya pengacakan subyek baik pada kelompok eksperimen
ataupun pada kelompok kontrol. Sementara itu, pengacakan subyek penelitian
merupakan teknik yang paling tepat untuk mengontrol ancaman ciri khas subyek
terhadap validitas internal hasil penelitian.
Terdapat beberapa desain eksperimen murni yang sering
digunakan dalam penelitian pendidikan, diantaranya adalah desain tes akhir dua
kelompok diacak, desain tes awal-akhir dua kelompok diacak, desain tes
awal-akhir dipadankan dan diacak, desain empat kelompok solomon diacak.
a. Desain Tes Akhir Dua
Kelompok Diacak (Pottest-Only Control Design)
Desain ini merupakan salah satu desain eksperimen yang
paling kuat tetapi paling sederhana. Desain ini memerlukan dua kelompok subyek
yang dipilih secara acak dan masing-masing kelompok diberi perlakuan yang
berbeda. Pengacakan subyek menyebabkan desain ini sangat baik dalam mengontrol
beberapa ancaman validitas internal, seperti: ciri khas subyek, kematangan, dan
regresi statistik. Disamping itu karena pengujian hanya dilakukan pada akhir
perlakuan maka desain itu juga sangat baik dalam mengontrol pengaruh pengujian
Desain tes akhir dua kelompok diacak
Kelompok acak
|
perlakuan
|
Tes Akhir
|
Eksperimen
Kontrol
|
X1
X2
|
Y1
Y2
|
Namun demikian, desain ini memiliki beberapa
keterbatasan dalam mengontrol beberapa ancaman terhadap validitas internal,
misalnya: kehilangan subyek, pengaruh pengujian, pengaruh instrumentasi,
pengaruh sejarah dan pengaruh sikap subyek.
b. Desain Tes Awal-Akhir
Dua kelompok diacak (Pretest-posttest control group design)
Desain ini memerlukan dua kelompok subyek yang dipilih
secara acak dan dan masing-masing kelompok dites sebanyak dua kali, yaitu
diiberi tes awal sebelum perlakuan dan tes akhir setelah perlakuan. Pengujian
dilakukan secara bersamaan kepada kedua kelompok tersebut.
Desain tes awal-akhir dua kelompok diacak
Kelompok acak
|
Tes awal
|
Perlakuan
|
Tes akhir
|
Eksperimen
Kontrol
|
Y1
Y2
|
X1
X2
|
Y2
Y2
|
Kekuatan utama desain ini terletak pada pengacakan,
yang menjamin adanya kesamaan stastistik antara kedua kelompok itu sebelum
eksperimentasi. Namun penggunaan tes awal menyebabkan validitas hasil perlakuan
terancam oleh pengaruh interaksi tes dengan
perlakuan, pengaruh pengujian, dan pengaruh instrumentasi.
c. Desain Dua Kelompok Dipadankan
Dan Diacak.
Untuk mendapatkan dua kelompok subyek yang benar-benar
setara maka dalam desain penelitian memungkinkan pula untuk digunakan teknik
pemadanan dan pengacakan subyek
penelitian secara bersamaan. Subyek dibuat sepadan dalam satu atau lebih
variabel yang diukur, misalnya IQ, sikap, motivasi, atau skor membaca. Sudah
barang tentu variabel yang dipadankan itu adalah variabel yang berdasarkan
penelitian terdahulu, teori dan/atau pengalaman peneliti berkorelasi signifikan
dengan variabel terkaiat.
Setelah dilakukan pemadanan maka pasangan-pasangan
subyek yang sepadan dimasukan dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
secara acak. Desain eksperimen seperti ini sangat cocok diterapkan pada dua
desin eksperimen murni yang telah dibahas sebelumnya yaitu: desain tes akhir
dua kelompok diacak dan desain tes awal-akhir dua kelompok diacak. Hasil
modifikasi kedua desain tersebut sebagai berikut:
Desain tes akhir dua kelompok dipadankan dan diacak
Pengelompokkan
|
Perlakuan
|
Tes akhir
|
Dipadankan dan diacak
Dipadankan dan diacak
|
X1
X2
|
Y1
Y2
|
Desain tes awal akhir dua kelompok dipadankan dan
diacak
Tes awal
|
Pengelompokan
|
Perlakuan
|
Tes akhir
|
Y1
Y2
|
Dipadankan dan diacak
Dipadankan dan diacak
|
X1
X2
|
Y2
Y2
|
Dua kelemahan utama dan teknik pemadanan ini adalah
1. Sangat sulit untuk memadankan lebih dari dua
variabel sehingga adakalanya peneliti hanya memadankan variabel-variabel
tertentu yang berpengaruh sangat signifikan terhadap variabel terikat.
2. Untuk membuat kesepadanan maka sejumlah
subyek yang tidak memiliki padanan tidak akan diikutsertakan, sehingga sampel
penelitian akan berkurang.
d. Desain Empat Kelompok Solomon Diacak (The Solomon Four-Group Design.)
Desain ini berusaha untuk mengatasi pengaruh tes awal.
Penempatan subyek dalam setiap kelmpok subyek dilakukan secara acak. Dua
kelompok diberikan tes awal dan dua kelompok lainnya tidak. Satu kelompok yang
diberi tes awal dan satu kelompok lainnya yang tidak diberi tes awal dijadikan
sebagai kelompok eksperimen. Sedangkan dua kelompok lainnya dijadikan sebagai
kelompok kontrol.
Desain empat kelompok solomon diacak
Kelompok acak
|
Tes awal
|
Perlakuan
|
Tes Akhir
|
Eksperimen
|
Y1
|
X1
|
Y2
|
Kontrol
|
Y3
|
X2
|
Y4
|
Eksperimen
|
X3
|
Y5
|
|
Kontrol
|
X4
|
Y6
|
Dalam desain ini terlihat bahwa :
a) Penempatan subyek pada semua kelompok diacak
b) Dua kelompok sebagai kelompok
eksperimen
c) Satu kelompok eksperimen diberi tes awal (y1)
d) Dua kelompok seagai kelompok kontrol
e) Satu kelompok kontrol diberi tes awal (y3)
f)
Semua kelompok diberi tes akhir (y2,y4.y5.y6)
Desain ini menggabungkan dua desain eksperimen murni
yang dibahas sebelumnya. Dua kelompok pertama menunjukan desain tes awal-akhir
dua kelompok diacak sedangkan dua kelompok berikutnya menunjukan desain tes
akhir dua kelompok diacak.
Desain empat kelompok solomon sangat cocok untuk
mengontrol ancaman validitas internal seperti telah dibahas sebelumnya. Namun
kelemahan utama desain ini adalah membutuhkan banyak sampel untuk dimasukan
kedalam empat kelompok penelitian, juga membutuhkan banyak waktu dan
tenaga untuk memberikan perlakuan pada
keempat kelompok tersebut.
3. Desain Faktorial (Factorial Design)
Beberapa desain
yang telah dibahas sebelumnya merupakan desain yang hanya menggunakan
variabel tunggal. Dalam desain-desain tersebut, peneliti memanipulasi satu
variabel bebas untuk mendapatkan eveknya terhadap variabel terkait. Namun dalam
kasus gejala sosial yang lebih rumit biasanya terdapat beberapa variabel yang
saling berinteraksi secara simultan, sehingga usaha untuk membatasi kajian
hanya satu variabel tertentu akan sama artinya dengan penyederhanaan situasi
sosial yang seharusnya jauh lebih kompleks. Variabel bebas itu sendiri mungkin
berinteraksi dengan variabel lainnya, sehingga penelitian yang dicapai dari
desain satu variabel tunggal mungkin tidak memberikan arti yang signifikan.
Sebagai contoh, koeefektifan metode pembelajaran tertentu mungkin tergantung
pada sejumlah variabel, misalnya tingkat kecerdasan siswa, keperibadian guru,
kondisi ruang kelas, dan sebagainya. Pengajaaran terprogram misalnya, mungkin
lebih efektif bagi siswa yang kurang cerdas daripada siswa yang cerdas. Desain
satu variabel tunggal tidak akan dapat mengungkapkan pengaruh interaksi antara
metode pembelajaran dengan tingkat kecerdasan tersebut.
Informasi yang diberikan terhadap suaatu eksperimen
dapat ditingkatkan secara nyata dengan cara menegaskan efek simultan dari dua
atau lebih variabel bebas dengan menggunakan desain faktorial. Dalam desain
faktorial dua atau lebih variabel bebas dimanipulasi secara simultan untuk
menyelidiki pengaruhnya terhadap variabel terkait, disamping itu juga pengaruh
yang disebabkan oleh interaksi antara beberapa variabel itu sekaligus dapat
diukur melalui desain faktorial ini.
Dalam desain faktorial peneliti memungkinkan untuk
memanipulasi hanya satu variabel bebas namun
dengan mengontrol variabel-variabel atribut yang mempengaruhi variabel
bebas itu. Beberapa contoh variabel atribut yang dikontrol itu adalah umur,
jenis kelamin, kecerdasan, sikap, motivasi, presepsi, status sosial ekonomi,
dan sebagainya. Penggunaan variabel atribut dalam desain eksperimen faktorial
dimaksud untuk meningkatkan keakuratan dan ketergeneralisasian hasil
penelitian.
Dalam desain faktorial, variabel eksperimen dan
variabel atribut biasanya dibagi atas beberapa level. Contoh desain faktorial
2x2 ( 2 level variabel eksperimen dan 2 level variabel atribut, sebagai berikut
Variabel
Atribut
(B)
|
Variabel eksperimen
(A)
|
jumlah
|
|
Perlakuan A1
|
Perlakuan A2
|
||
Level B1
|
A1B1
|
A2B1
|
B1
|
Level B2
|
A1B2
|
A2B2
|
B2
|
jumlah
|
A1
|
A2
|
Berdasarkan desain faktorial 2x2 tersebut peneliti
dapat menentukan:
1. Pengaruh utama (main effect) variabel
eksperimen (A) terhadap variabel terikat tanpa mempertimbangkan pengaruh
variabel tersebut.
2. Pengaruh utama (main effect) variabel atribut
(B) terhadap variabel terkait tanpa mempertimbangkan pengaruh variabel
eksperimen
3. Pengaruh ineraksi antara variabel eksperimen
(A) dan variabel atribut (B) terhadap variabel terikat
4. Pengaruh sederhana (simple effect) perlakuan
A1 terhadap masing-masing level variabel atribut B (B1,B2)
5. Pengaruh sederhana (simple effect) perlakuan
A2 terhadap maing-masing level variabel atribut B (B1,B2)
Dalam desain variabel eksperimen faktorial
memungkinkan pula bagi peneliti untuk memanipulasi lebih dari satu variabel
bebas secara bersamaan. Contoh : desain faktorial 2x2 yang memanipulasi dua
variabel bebas adalah sebagai berikut
Variabel Eksperimen
(B)
|
Variabel eksperimen(A)
|
jumlah
|
|
Perlakuan A1
|
Perlakuan A2
|
||
Perlakuan B1
|
A1B1
|
A2B1
|
B1
|
Perlakuan B2
|
A1B2
|
A2B2
|
B2
|
Jumlah
|
A1
|
A2
|
Melalui desainini dapat diuji :
1. Pengaruh utama (main effect)
variabel eksperimen (A) terhadap variabel terkait tanpa mempertimbangkan
pengaruh variabel eksperimen (B)
2. Pengaruh utama (main efect)
variabel eksperimen (B) terhadap variabel terikat tanpa mempertimbangkan
variabel eksperimen (A)
3. Pengaruh interaksi antara
variabel eksperimen (A) dan variabel eksperimen (B) terhadap variabel terkait
4. Pengaruh sederhana (simple effect)
perlakuan A1 terhadap masing-masing level variabel eksperimen B n(B1 dan b2)
5. Pengaruh sederhana (simple effect)
perlakuan A2 terhadap masing-masing level variabel eksperimen B (B1 dan b2)
Desain faktorial dapat diperluas menjadi desain
eksperimen yang lebih rumit yaitu dengan melibatkan lebih dari dua variabel
bebas, misalnya desain variabel 2x2x2. Angka-angka dalam desain ini menunjukan
banyaknya lefel variabel bebas yang dilibatkan. Jadi desain eksperimen
faktorial 2x2x2 berarti digunakan tiga variabel bebas yang memiliki 2 level, 2
level dan 2 level.
Secara teoritis dalam desain fakatorial dapat
dilibatkan variabel bebas berapapun banyaknya dengan level yang bervariasi pula
dan dengan menggunakan racangan faktorial yang lebih rumit. Hambatan yang
mungkin ditemui peneliti jika menggunakan desain faktorial yang lebih kompleks
adalah akan kesulitan dalam mengatur subyek dalam kelompok-kelompok penelitian
serta analisis statistiknya akan menjadi rumit. Namun dengan demikian, dengan
menggunakan desain faktorial ini maka memungkinkan bagi peneliti untuk ;
1. Menguji pengaruh interaksi antara variabel
bebas terhadap variabel terkait, menguji
pengaruh utama (main effect) variabel bebas terhadap variabel terkait, dan
menguji pengaruh sederhana (simple effect) masing-masing level variabel bebas
terhadap variabel terkait.
2. Penggunaan beberapa variabel bebas dengan
level yang berbeda menyebabbkan variabel-variabel tersebut saling mengintrol
antara satu dengan yang lainnya, sehingga hasial pengujian hipotesis penelitian
menjadi lebih akurat.
3. Dalam sekali eksperimen dapat menjawab lebih banyak
masalah dibandingkan dengann jika hanya menggunakan desain eksperimen satu
variabel tunggal.
4.
Desain Eksperimen Semu
Merupakan pengembangan dari true experimental design,
yang sulit dilaksanakan. Mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
pelaksanaan eksperimen.
Dalam kondisi tertentu kadang- kadang tidak
memungkinkan untuk memilih dan menempatkan subyek penelitian secara acak ke dalam
kelompok-kelopok eksperimen. Kendatipun sebenarnya pengacakan itu sendiri
merupakan cara terbaik untuk mengendalikan variabel-variabel luar yang mengancam
validitas internal-eksternal hasil eksperimen. Dalam kondisi seperti ini,
desain eksperimen yang dapat dipilih adalah desain desain eksperimen semua.
Dengan demikian maka desain eksperimen semua dapat digunakan apabila ;
1. Tidak memungkinkan untuk mendapatkan subyek
secara acak pada kelompok-kellompok penelitian
2. Dipastikan bahwa kelompok-kelompok yang akan
dilibatkan dalam penelitian memiliki kemampuan awal yang setara terutama
terkait dengan variabel yang diteliti dan variabel lain yang mempengaruhinya
3. Tidak memungkinkan untuk mengontrol sebagian
atau sebagian besar variabel-variabel luar yang mengancam validitas
internal-eksternal asil penelitian.
Berdasarkan pada penjelasan ini maka pada umumnya
penelitian eksperimen dalam pendidikan yang menggunakan kelas yang telah
terbentuk sebagai subyek penelitian dapat dikategorikan sebagai eksperimen semu.
Walaupun untuk mendapat kelas itu telah dilakukan pengacakan dari beberapa
kelas yang ada, namun jika yang menjadi
unit analisis penelitian adalah siswa (bukan kelas) maka tetap digolongkan
sebagai dedsain eksperimen semu.
Beberapa contoh desain eksperimen semu yang dapat diterapkan dalam
bidang pendidikan adalah :
a. Desain
tes awal-akhir dua kelompok tanpa acak
Desain ini memerlukan dua kelompok subyek yang dipilih
tanpa acak (tidak memungknkan untuk diacak, misal kelas) karena tanpa acak maka
harus dipastikan bahwa kedua kelompok itu memiliki kemampuan awal yang setera.
Pasa desain ini, masing-masing kelompok dites sebanyak dua kali, yaitu dari tes
awal sebelm perlakuan dan tes akhir setelah perlakuan. Pengujian dilakukan
secara bersamaan kepada kedua kelompok tersebut.
Desain tes awal-akhir dua kelompok tanpa acak
Kelompok tanpa
Acak
|
Tes awal
|
Perlakuan
|
Tes akhir
|
Eksaperimen
kontrol
|
Y1
Y1
|
X1
X2
|
Y2
Y2
|
Kelemahan utama desain ini tidak adanya pengacakan
sehingga beberapa ancaman terhadap validitas internal tidak dapat dikontrol
seperti: perbedaan karena seleksi dan regresi stastistik. Demikian pula
pengguna tes awal menyebabkan validitas eksperimen terancam oleh pengaruh
interaksi tes dengan perlakuan, pengaruh peengujian, dan pengaruh
instrumentasi.
b. Desain seri waktu
Desain ini merupakan perluasan desain tes awal-akhir satu kelompok. Bedanya pada desain seri waktu ini subyek
diberi tes awal lebih dari satu kali. Pemberian tes awal dan tes akhir
seharusnya tidak lebih dari empat kali agar tidak menimbulkan kebosanan bagi
subyek penelitian. Sedangkan pengaruh pelakuan dilihat dari ada tidaknya
perbedaan hasil tes sebelum dan setelah perlakuan
Desain ini tidak dapat di pilih secara randum. Sebelum
diberi perlakuan kelompok diberi pretest sampai empat kali, dengan maksud untuk
mengetahui kestabilan dan kejelasan kelompok sebelum di beri perlakuan. Bila
hasil pretest selama empat kali ternyata nilanya berbeda-beda, berarti kelompok
tersebut labil, dan konsisten.
O1 O2 O3
O4 X O5 O6 O7 O8
|
Hasil pre test yang baik adalah O1 = O2= O3 = O4 dan
perlakuan yang baik adalah O5 = O6 = O7 = O8. besarnya pengaruh perlakuan
adalah= (O5 + O6 + O7 O8) – (O1 + O2 +
O3 + O4).
Desain eksperimen seri waktu satu kelompok
Tes awal
|
Perlakuan
|
Tes Akhir
|
||||||
Y1
|
Y2
|
Y3
|
Y4
|
X
|
Y5
|
Y6
|
Y7
|
Y8
|
Desain eksperimen seri waktu dua kelompok
Tes Awal
|
Perlakuan
|
Tes Akhir
|
||||||
Y1
|
Y2
|
Y3
|
Y4
|
X1
|
Y5
|
Y6
|
Y7
|
Y8
|
Y1
|
Y2
|
Y3
|
Y4
|
X2
|
Y5
|
Y6
|
Y7
|
Y8
|
Desain seri waktu satu kelompok dapat pula diperluas
dengan menggunakan kelompok kontrol. Penggunaan kelompok kontrol pada desain
ini akan dapar mengatasi kelemahan desain yang pertama, seperti ancaman sejarah
dan regresi statistik. Namun pengujian beberapa kali pada kedua desain ini
menyulitkan untuk mengndalikan efek pengujian, instrumentasi,interaksi tes
dengan perlakuan, dan/atau sikap subyek.
c. Desain
berimbang
Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control
group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
tidak dipilih secara random. Dalam desain ini, baik kelompok eksperimental
maupun kelompok kontrol dibandingkan, kendati kelompok tersebut dipilih dan
ditempatkan tanpa melalui random. Dua kelompok yang ada diberi pretes, kemudian
diberikan perlakuan, dan terakhir diberikan postes.
Desain berimbang merupakan cara lain untuk
menyetarakan kelompok-kelompok subyek penelitian. Dalam desain ini semua
kelompok diberi perlakuan yang sama dalam waktu yang berbeda selama masa
eksperimen. Pengaruh perlakuan dapat diketahui dengan cara membandingkan
rata-rata skor tes akhir pada masing-masing perlakuan. Dalam hal ini dengan
membandingkan rata-rata skor akhir tes semua kelompok pada perlakuan 1,2,dan 3.
Desain ini efektif untuk mengendalikan ancaman ciri khas subyek terhadap
validitas internal, namun ancaman-ancaman pengaruh perlakuan ganda terhadap
validitas eksternal sulit untuk di kendalikan.
Contoh desain berimbang adalah sebagai berikut :
Desain berimbang tiga kelompok
Kelompok
|
Perlakuan
|
Tes
|
Perlakuan
|
tes
|
Perlakuan
|
tes
|
A
|
X1
|
Y1
|
X2
|
Y2
|
X3
|
Y3
|
B
|
X2
|
Y1
|
X3
|
Y2
|
X1
|
Y3
|
C
|
X3
|
Y1
|
X1
|
Y2
|
X2
|
Y3
|
Desain ini melibatkan tiga kelompok subyek, dimana:
1. Kelompok A pada awalnya diberi perlakuan 1
diikuti oleh perlakuan 2 dan perlakuan 3. Pada akhir masing-masing perlakuan
diberi tes akhir
2. Kelompok B pada awalnya diberi perlakuan 2
diikuti oleh [perlakuan 3 dan perlakuan 1. Pada akhir masing-masing perlakuan
diberi tes akhir.
3. Kelompok C pada awalnya diberi perlakuan 3
diikuti oleh perlakuan 1 dan perlakuan 2. Pada akhir masing-masing perlakuan
diberi tes akhir.
d.
Desain subyek tunggal
Desain subyek tunggal merupakan adaptasi dari desain
seri waktu. Bedanya, pada desain subyek tunggal hanya melibatkan satu subyek,
sehingga data hanya diperoleh dari subyek itu dalam satu periode waktu
tertentu. Contoh desain eksperimen subyek tunggal sebagai berikut :
Desain eksperimen subyek tunggal
a. Desain A-B
Y1 Y2 Y3
Y4
Periode tanpa perlakuan
(A)
|
Y1 X1 Y2
X2 Y3 X3
Y4 X4
Periode perlakuan
(B)
|
||||
a. A-B-A
Y1 Y2 Y3
Y4
Periode tanpa perlakuan
A
|
Y1 X1 Y2
X2 Y3 X3
Y4 X4
Periode perlakuan
B
|
Y1 Y2 Y3
Y4
Periode tanpa perlakuan
A
|
|||
a. A-B-C
Y1 Y2 Y3
Y4
Periode tanpa perlakuan
A
|
Y1 X1 Y2
X2 Y3 X3
Y4 X4
Periode perlakuan
B
|
Y1 Y2 Y3
Y4
Periode tanpa perlakuan
A
|
Y1 X1 Y2
X2 Y3 X3
Y4 X4
Periode perlakuan
B
|
||
Pada periode tanpa perlakuan subyek penelitian dites
beberapa kali sampai diperoleh hasil yang konsisten. Pada periode perlakuan,
subyek penelitian diberi perlakuan beberapa kali yang diikuti dengan tes pada
setiap akhir perlakuan. Jika ditemukan adnya peningkatan hasil yang dicapai
setiap akhir perlakuan maka eksperimen itu dapat dikatakan efektif. Untuk lebih
meyakinkan sejumlah efektifitas perlakuan yang diberikan maka siklus perlakuan
dan tanpa perlakuan dapat diulangi beberapa kali seperti terlihat dalam desain
A-B-A dan A-B-A-B pada tabel diatas.
Bahan bacaan :
Alsa,
Asmadi. (2004) Pendekatan
Kuantitatif Kualitatif dalam
Penelitian Psikologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ary, D., Jacob, L.C. and Razavieh, A. (1985).
Introduction to Research in Education. 3rd Edition. New York: Holt,
Rinehart and Winston
.
Fred N. Kerlinger. Asas-Asas Penelitian
Behavioral. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Gay, L.R. (1983). Educational Research Competencies
for Analsis & Application. 2nd Edition. Ohio: A Bell &
Howell Company.
Hadi, Sutrisno. (1985) Metodologi Research
Jilid 4. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.
Latipun. (2002) Psikologi Eksperimen. Malang: UMM
Press.
Pascasarjana UNTIRTA. 2012. Buku Pedoman Penulisan
Tesis. Serang: Pascasajana Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
Ross,
S.M., & Morrison,
G.R. (2003). Experimental Research
Methods. Ln D. Jonassen (Ed.)
Handbook of Research for Educational Communications and Technology. (2nd
Ed.).
(pp 1021-1043). Mahwah
Nj: Lawrence Erlbaum Associates.
Sugiyono. (2011).
Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sukardi.
(2011). Metodologi
Penelitian Pendidikan Kompetensi
dan Praktiknya Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Suryabrata, Sumadi. (2011). Metode Penelitian.
Jakarta: PT RajaGravindo Persada.