Pendekatan Berpikir Berbasis Aset

perbedaan Pendekatan Berpikir Berbasis Kekurangan atau Masalah (Deficit-Based Thinking) dengan Pendekatan Berpikir Berbasis Aset


Tema Lokakarya Ke 4 Program Sekolah Penggerak adalah Identifikasi Sumber Daya Untuk Pengembangan Program Sekolah. Fokus materi pada kegiatan ini adalah peserta diberikan pemahaman tentang implementasi pendekatan berbasis aset untuk pengembangan program sekolah. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah 1) agar peserta terampil dalam mengidentifikasi beragam asset yang dimanfaatkan untuk pengembangan program sekolah yang berpihak pada murid; 2) menggunakan beragam asset milik sekolah untuk merancang visi misi sekolah yang berpihak pada murid.

 

Pada awal sesi, pelatih ahli yang kebetulan di kelas yang admin ikuti diampu oleh Bpk Didik Aribowo diajak untuk dapat membedakan model Pendekatan Berbasis Kekurangan atau Masalah (Deficit-Based Thinking) dengan Model Pendekatan Berbasis Aset. Dengan melihat video serta berdiskusi sesama peserta dan pelatih ahli, akhirnya diketahui apa perbedaan Pendekatan Berpikir Berbasis Kekurangan atau Masalah (Deficit-Based Thinking) dengan Pendekatan Berpikir Berbasis Aset (Asset-Based Thinking)? Secara singkat dapat dikatakan bahwa Pendekatan Berbasis Masalah adalah pendekatan yang memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Mengapa karena meraka lupa terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitarnya. Sedangkan Pendekatan Berbasis Aset merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.

 

Berikut ini tabel perbedaan Pendekatan Berbasis Kekurangan atau Masalah (Deficit-Based Thinking) dengan Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based Thinking)

 

7 aset utama atau modal utama dalam Pendekatan Berpikir Berbasis Aset

Apa yang dimaksud Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based Thinking) ? Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based Thinking) sama dengan Penerapan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) terjemahan dari Asset Based Community Development (ABCD), yakni pendekatan yang memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Pendekatan berpikir Berbasis Aset (Asset-Based Thinking) di sekolah merupakan implementasi dari model kompetensi kepemimpinan sekolah yaitu kemampuan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah yang dipimpinnya melalui program-program inovasi yang didasarkan atas asset/potensi yang dimiliki sekolah.

 

Penerapan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) di sekolah adalah salah satu pendekatan yang menjadikan kepala sekolah sebagai agen perubahan itu sendiri. Pendekatan ini fokus pada aset yang dimiliki sekolah sebagai basis utama pengembangan program. Pendekatan Berbasis Aset ini mencurahkan perhatian pada kekuatan, kapasitas, dan aset yang dimiliki oleh sekolah dalam sebuah komunitas yang harus digali sedemikian rupa agar semuanya bisa menjadi sebuah fondasi yang kuat untuk merencanakan dan melaksanakan program pengembangan sekolah. Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan sikap positif serta memberikan semangat masyarakat untuk terbiasa mengekplorasi potensi diri sendiri.

 

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Pendekatan Pengembangan Sekolah Berbasis Aset (PPSBA) merupakan suatu pengembangan yang berfokus pada kekuatan atau potensi yang dimiliki oleh sekolah. PKBA - PPSBA selalu memikirkan masa depan dengan berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih serta mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya yang ada. Dalam PKBA - PPSBA visi dan kekuatan digunakan untuk merencanakan dan melaksanakan aksi yang sudah diprogramkan. Dengan demikian - PPSBA tidak fokus pada kekurangan serta masalah dan hambatan yang ada.

 

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Pendekatan Pengembangan Sekolah Berbasis Aset (PPSBA) selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. KHD menyatakan bahwa maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. Jika makna pendidikan secara umum adalah mengembangkan segala kekuatan, maka demikian juga dengan sekolah sebagai komunitas yang bergerak dalam dunia pendidikan. Sudah semestinya sekolah melakukan pengembangan berdasarkan kekuatan yang ada.

 

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Asset Based Community Development (ABCD) pertama kali digunakan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann dari Institute for Policy Research pada Northwestern University di Illinois, Amerika Serikat. Lahirnya ABCD (PKBA) terinspirasi oleh hasil dari studi yang dilakukannya selama 5 tahun terhadap inisiatif pemberdayaan komunitas yang berhasil dengan kepemimpinan yang berdedikasi yang mampu melakukan transformasi terhadap kondisi ekonomi masyarakat lokal. Dalam kontek Barat, Penggunaan ABCD (PKBA) diinspirasi oleh liberalisasi ekonomi dimana peran pemerintah sebagai penyedia solusi bagi masalah-masalah komunitas menjadi berkurang.

 

Secara prinsip, ABCD (PKBA) merupakan pendekatan yang ingin melakukan pemberdayaan komunitas dengan bertolak dari aset dan kekuatan dari komunitas. Ini bertolak belakang dari pendekatan tradisional yang ada selama ini yang lebih menfokuskan pada masalah dan kebutuhan komunitas. Menurut Kretzmann dan McKnight jika memetakan masalah hanya fokus pada kelompok miskin, konsikuensi akan terjadi deviasi dari tujuan semula dari pemberdayaan menjadi ketergantungan. Disamping itu mereka menjadi kurang percaya diri, merasa berbeda dan merasa tidak mampu untuk membiayai atau menanggung hidupnya sendiri. Oleh karenanya ABCD (PKBA) merupakan pendekatan yang dimulai dari segala sesuatu yang berada dalam komunitas sebagai asset atau aset yang positif. Secara prinsip, ABCD (PKBA) merupakan pendekatan yang ingin melakukan pemberdayaan komunitas dengan bertolak dari aset dan kekuatan dari komunitas. Ini bertolak belakang dari pendekatan tradisional yang ada selama ini yang lebih menfokuskan pada masalah dan kebutuhan komunitas.

 

ABCD (PKBA) dikembangkan di universitas di Barat sebagai wahana untuk mentransformasi organisasi. Sekarang digunakan banyak di dunia untuk pengembangan komunitas oleh MYRADA di India, PACT di Nepal, World Vision di Tanzania, dan International Institute for Sustainable Development di Kanada, Coady International Institute di Kanada Di Kanada pendekatan ABCD (PKBA) menjadi pendekatan yang digunakan oleh pemerintah menjadi kebijakan yang mainstream digunakan bagi pengembangan komunitas di masyarakat.

 

Apa saja 7 aset utama atau modal utama dalam Pendekatan Berpikir Berbasis Aset? Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset menjadi langkah konkrit dalam upaya peningkatan kualitas sekolah. Sebagai sebuah intitusi, sekolah memiliki komponen biotik maupun abiotik di dalamnya. Komponen biotik meliputi murid, kepala sekolah, guru, staf/tenaga kependidikan, pengawas sekolah, orang tua, masyarakat sekitar sekolah. Sementara komponen abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah keuangan juga sarana dan prasarana.

 

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) harus ditunjang dengan pemenuhan tujuh aset utama dalam lingkungan sekolah. Ketujuh aset tersebut di antaranya modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal finansial/keuangan, modal politik, dan modal agama/budaya. Setiap modal yang dimiliki harus saling menunjang satu sama lain agar pendekatan yang dilakukan dapat berdaya guna dan berdaya hasil. Berikut ini penjelasan 7 aset utama atau modal utama berdasarkan pendapat Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, yaitu:

1. Modal Manusia

Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang.

Pemetaan modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan sesuatu yang berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala.

Pendekatan lain mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang yang berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok. Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi. Kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.

2. Modal Sosial

Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan (networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.

Investasi yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam komunitas berdampingan, contohnya kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan punya rasa memiliki masa depan yang sama.

Contoh-contoh yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling berbagi untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya. Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga), misalnya asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses pengembangan komunitas masyarakat.

3. Modal Fisik

Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu: 1) Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan; 2) Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.

4. Modal Lingkungan/alam

Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.

Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan sebagainya.

5. Modal Finansial

Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.

Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.

Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.

6. Modal Politik

Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas.

Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.

7. Modal Agama dan budaya

Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai, sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain.

Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkaian ide, gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup berkembang dalam sebuah ruang geografis.

Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah maupun simbolik. Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan.

Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak langsung di dalamnya.

Sangat penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama.

 

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Pendekatan Pengembangan Sekolah Berbasis Aset (PPSBA) menggunakan paradigma inkuiri apresiatif yaitu sebuah pendekatan kolaboratif dalam melakukan perubahan yang berbasis kekuatan. Tools dalam inkuiri apresiatif dikenal dengan istilah BAGJA, sebuah akronim dari kata Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi. Kata BAGJA sendiri dalam bahasa sunda berarti bahagia. Dengan memetakan kekuatan dalam diri dan potensi murid, dapat dibuaat perencanaan dan pengelolaan strategi perubahan untuk mencapai visi pribadi yaitu bahagia.

 

Berikut ini penjelasan mengenai kelima langkah utama BAGJA.

          Langkah BAGJA 1 : Buat pertanyaan utama

Pertanyaan Utama ini digunakan sebagai penentu arah penelurusan terkait perubahan yang kita inginkan. Berikut ini contoh pertanyaan yang dapat digunakan untuk memulai proses lainnya.

1.      Bagaimana meningkatkan pencapaian peserta didik disemua kelas?

2.      Bagaimana membiasakan penumbuhan karakter baik di lingkungan sekolah?

3.      Bagaimana meningkatkan keterlibatan murid dengan cara dan ragam yang berbeda?

          Langkah BAGJA 2 :Ambil pelajaran

Langkah ini dapat dilakukan setelah pertanyaan utama disepakati. Bagian ini akan menuntun mengambil pelajaran dari pengalaman individu atau kelompok baik dalam unsur yang berbeda maupun sama.

          Langkah BAGJA 3 : Gali mimpi bersama

Langkah selanjutnya dalah gali mimpi bersama. Pada tahapan ini komunitas sekolah (Kepala Sekolah, Guru, Siswa) akan menggali mimpi sebagai keadaan ideal yang diinginkan dengan digambarkan secara rinci melalui sebuah narasi dan diperlukan pertanyaan-pertanyaan pemandu dalam penyusunan narasi, misal:

Seperti apa orang-orang yang terlibat di dalamnya terlihat, bertindak, berpikir, dan merasa?

1.      Bagaimana penampakan lingkungannya secara fisik?

2.      Apakah kebiasaan-kebiasaan baru yang kita bayangkan akan terjadi?

3.      Sumber daya apa yang kita bayangkan akan tersedia?

4.      Lihat Juga : Tipe Komunikasi : Agresif, Pasif dan Asertif

          Langkah 4 : Jabarkan rencana untuk mencapai gambaran yang diinginkan.

Tahapan ini akan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan dan mengambil keputusan-keputusan. Ketika perencanaan awal kita perlu membuat pertanyaan-pertanyaan untuk membantu penyusunan rencana agar lebih konkret, seperti:

1.        Siapa yang akan melakukan apa, bagaimana, dan kapan?

2.        Bagaimana mengukur kemajuan dan melanjutkan langkah?

3.        Bagaimana agar setiap orang dalam komunitas sekolah dapat secara informal melakukan improvisasi dan kontribusi membantu terwujudnya perubahan?

4.        Apa langkah-langkah kecil yang diperlukan?

5.        Apa langkah besar (inovatif, terobosan, berani) untuk memperbesar terwujudnya perubahan?

          Langkah 5 : Atur Eksekusi

Tahapan ini membantu transformasi rencana menjadi nyata. Diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu memutuskan peran dan kesepakatan-kesepakatan pelaksanaan seperti:

 

1.     Siapa yang akan terlibat mewujudkan rencana-rencana?

2.     Bagaimana mereka mengomunikasikan dan melaporkan kemajuan? Kepada siapa?

3.     Siapa yang akan bertanggungjawab, siapa yang akan menindaklanjuti/memberikan umpan balik suatu laporan?

4.     Siapa yang akan memonitor batas waktu?

Dari semua langkah yang kita susun kita harus mengupayakan agar kelemahan suatu sistem dalam organisasi menjadi tidak relevan, karena semua aspek dalam organisasi fokus pada penyelarasan kekuatan, dengan satu tujuan yaitu mengatasi kelemahan.

 

Berikut beberapa prinsip penerapan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Pendekatan Pengembangan Sekolah Berbasis Aset (PPSBA)

1) Komunitas sebagai Kunci Perubahan.

Sebuah perubahan bisa terjadi ketika individu maupun kelompok menyadari adanya kebutuhan untuk berubah dalam komunitasnya. Kesadaran tersebut muncul atas dasar inisiatif dari anggota komunitas, bukan dipaksakan oleh pihak di luar komunitas. Inisiatif tersebut berangkat dari perpaduan antara kegelisahan dan asa yang dimiliki anggota komunitas atas kondisi yang ada di lingkungannya. Inisiatif tersebut juga melahirkan gerakan kesukarelaan dari anggota komunitas untuk menentukan arah perubahan, dan menjalani prosesnya. Kesukarelaan yang muncul akan mendorong anggota komunitas untuk mengabdikan diri dalam pencapaian tujuan bersama, memberikan dukungan sesuai kemampuan/keterampilan/keahlian yang dimiliki masing-masing anggota, dan bekerja tanpa pamrih. Perubahan adalah dari, oleh, dan untuk komunitas.

2) Fokus pada Potensi Komunitas.

Ketika individu maupun kelompok sanggup melihat potensi yang dimilikinya, niscaya mereka akan menjadi lebih optimis dalam menyongsong masa depan. Sebaliknya, ketika mereka memberikan banyak perhatian pada masalah, pesimisme yang muncul. Akan tetapi, jika kita menafikan adanya masalah, maka kita akan jauh dari realitas. Oleh karena itu, anggota komunitas diharapkan bisa realistis sekaligus optimis; realistis bahwa masalah adalah kegelisahan yang sedang/akan dihadapi oleh komunitas, dan lewat kegelisahan itu anggota komunitas diajak untuk menciptakan asa atas kondisi lingkungan yang menjadi harapan bersama sehingga mereka bisa menjadi lebih optimis. Dalam nuansa yang penuh asa, komunitas bisa memilih fokus pada hal potensial yang sanggup dipertahankan, diperkuat, dan dikembangkan untuk mewujudkan kondisi yang lebih positif dalam kehidupan mereka.

3) Pemetaan, Pengelolaan dan Pendayagunaan Aset.

Berbicara tentang aset biasanya dikaitkan dengan modal ekonomi, akan tetapi, yang dimaksud aset dalam ABCD cakupannya lebih luas. Pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki anggota komunitas termasuk aset (individu). Relasi-relasi yang terbangun dalam komunitas–baik antar individu, antar kelompok, maupun antara individu dan kelompok juga termasuk aset (modal sosial). Berbagai bentuk aset lainnya bisa berupa tanah/lahan, bangunan, kearifan lokal, spiritualitas, dan sebagainya; bahkan nilai-nilai seperti kepedulian, kejujuran, kepercayaan, kesetiakawanan, kebersamaan, dll juga bisa dikategorikan sebagai aset. Selama hal-hal yang terdapat di komunitas dapat didayagunakan untuk mencapai tujuan bersama, itu semua dapat disebut aset. Penting bagi anggota komunitas untuk sanggup mengenali aset-aset yang dimilikinya, sanggup menjaga/merawat setiap asetnya agar tetap dalam kondisi baik dan siap dipergunakan, serta, yang tidak kalah penting, sanggup mengarahkan dan menggerakkan aset-aset tersebut menuju suksesi kepentingan komunitasnya.

4) Penguatan Jaringan Kerjasama.

Setiap individu maupun kelompok yang berhasil pasti memerlukan dukungan dari pihak lain. Hal tersebut juga bisa diperoleh komunitas jika mereka sanggup membangun hubungan dengan pihak-pihak yang diharapkan dukungannya oleh anggota komunitas (misalnya: pemerintah). Maka, anggota komunitas perlu diajak untuk mengidentifikasi pihak-pihak tersebut, memahami cara mengakses dukungan tersebut dari pihak yang bersangkutan, dan menjalin hubungan baik dengan mereka. Munculnya dependensi terhadap dukungan dari pihak lain menjadi satu hal yang sebisa mungkin dihindari oleh anggota komunitas; tujuannya untuk mengantisipasi terjadinya stagnansi ketika pihak tersebut memberikan dukungan yang tidak sesuai dengan ekspektasi, atau mereka tidak lagi memberikan dukungan kepada komunitas. Oleh karena itu, dukungan/pihak lain tersebut sebaiknya diposisikan sebagai jembatan/batu loncatan bagi komunitas agar sanggup berdaya secara mandiri; dengan kata lain, hubungan yang terbangun bersifat interdependensi.

5) Proses yang Berkelanjutan.

Hal baik (positif) yang sudah berlangsung, tentunya, diharapkan bisa terus berlanjut, sehingga bisa terus dialami dan dinikmati oleh setiap orang–bahkan oleh generasi penerus. Keberlanjutan tersebut menjadi salah satu indikator utama dari pengembangan komunitas yang berjalan dengan baik–disamping adanya kemandirian anggota komunitas, dan keterbukaan peluang bagi setiap anggota komunitas untuk berpartisipasi. Keberlanjutan memerlukan kesadaran dari anggota komunitas, bahwa proses yang sudah/akan dijalani bersama sifatnya penting bagi kehidupan mereka. Selain itu juga memerlukan komitmen dari anggota komunitas untuk membenahi hal-hal yang dianggap belum sesuai dengan harapan, mempertahankan hal-hal yang sudah sesuai harapan, dan mengembangkan hal-hal yang bisa dioptimalkan melampaui harapan.

 

Demikian uraian singkatan tentang Pengertian Pendekatan Berpikir Berbasis Aset (Asset-Based Thinking) atau Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA), perbedaan Pengertian Pendekatan Berbasis Aset dan Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking), konsep BAGJA, Langkah penerapkan BAGJA. Semoga ada manfaatnya




= Baca Juga =



1 Comments

Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem

Previous Post Next Post


































Free site counter


































Free site counter