Tema Lokakarya Ke 4 Program Sekolah Penggerak adalah Identifikasi Sumber Daya Untuk Pengembangan Program Sekolah. Fokus materi pada kegiatan ini adalah peserta diberikan pemahaman tentang implementasi pendekatan berbasis aset untuk pengembangan program sekolah. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah 1) agar peserta terampil dalam mengidentifikasi beragam asset yang dimanfaatkan untuk pengembangan program sekolah yang berpihak pada murid; 2) menggunakan beragam asset milik sekolah untuk merancang visi misi sekolah yang berpihak pada murid.
Pada awal sesi, pelatih ahli
yang kebetulan di kelas yang admin ikuti diampu oleh Bpk Didik Aribowo diajak
untuk dapat membedakan model Pendekatan Berbasis Kekurangan atau Masalah
(Deficit-Based Thinking) dengan Model Pendekatan Berbasis Aset. Dengan melihat
video serta berdiskusi sesama peserta dan pelatih ahli, akhirnya diketahui apa perbedaan Pendekatan Berpikir Berbasis Kekurangan
atau Masalah (Deficit-Based Thinking) dengan Pendekatan Berpikir Berbasis Aset (Asset-Based Thinking)? Secara singkat
dapat dikatakan bahwa Pendekatan Berbasis Masalah adalah pendekatan yang memusatkan
perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak
bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Mengapa
karena meraka lupa terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitarnya. Sedangkan
Pendekatan Berbasis Aset merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal
yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan
berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang
menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Berikut ini tabel perbedaan Pendekatan Berbasis Kekurangan
atau Masalah (Deficit-Based Thinking) dengan Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based
Thinking)
Apa yang dimaksud Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based
Thinking) ? Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based Thinking) sama dengan Penerapan
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) terjemahan dari Asset
Based Community Development (ABCD), yakni pendekatan yang memusatkan perhatian
pada apa yang bekerja, yang
menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Pendekatan berpikir
Berbasis Aset (Asset-Based Thinking) di sekolah merupakan implementasi dari
model kompetensi kepemimpinan sekolah yaitu kemampuan kepala sekolah dalam
mengembangkan sekolah yang dipimpinnya melalui program-program inovasi yang
didasarkan atas asset/potensi yang dimiliki sekolah.
Penerapan Pendekatan Pengembangan
Komunitas Berbasis Aset (PKBA) di sekolah adalah salah satu pendekatan yang
menjadikan kepala sekolah sebagai agen perubahan itu sendiri. Pendekatan ini
fokus pada aset yang dimiliki sekolah sebagai basis utama pengembangan program.
Pendekatan Berbasis Aset ini mencurahkan perhatian pada kekuatan, kapasitas,
dan aset yang dimiliki oleh sekolah dalam sebuah komunitas yang harus digali
sedemikian rupa agar semuanya bisa menjadi sebuah fondasi yang kuat untuk
merencanakan dan melaksanakan program pengembangan sekolah. Pendekatan ini
bertujuan untuk menumbuhkan sikap positif serta memberikan semangat masyarakat
untuk terbiasa mengekplorasi potensi diri sendiri.
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Pendekatan Pengembangan Sekolah
Berbasis Aset (PPSBA) merupakan suatu pengembangan yang
berfokus pada kekuatan atau potensi yang dimiliki oleh sekolah. PKBA - PPSBA
selalu memikirkan masa depan dengan berpikir tentang kesuksesan yang telah
diraih serta mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya yang ada. Dalam PKBA
- PPSBA visi dan kekuatan digunakan untuk merencanakan dan melaksanakan aksi
yang sudah diprogramkan. Dengan demikian - PPSBA tidak fokus pada kekurangan
serta masalah dan hambatan yang ada.
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Pendekatan Pengembangan Sekolah
Berbasis Aset (PPSBA) selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara.
KHD menyatakan bahwa maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. Jika
makna pendidikan secara umum adalah mengembangkan segala kekuatan, maka
demikian juga dengan sekolah sebagai komunitas yang bergerak dalam dunia
pendidikan. Sudah semestinya sekolah melakukan pengembangan berdasarkan
kekuatan yang ada.
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Asset Based
Community Development (ABCD) pertama kali digunakan oleh John McKnight dan Jody
Kretzmann dari Institute for Policy Research pada Northwestern University di
Illinois, Amerika Serikat. Lahirnya ABCD (PKBA) terinspirasi oleh hasil dari
studi yang dilakukannya selama 5 tahun terhadap inisiatif pemberdayaan
komunitas yang berhasil dengan kepemimpinan yang berdedikasi yang mampu
melakukan transformasi terhadap kondisi ekonomi masyarakat lokal. Dalam kontek
Barat, Penggunaan ABCD (PKBA) diinspirasi oleh liberalisasi ekonomi dimana
peran pemerintah sebagai penyedia solusi bagi masalah-masalah komunitas menjadi
berkurang.
Secara prinsip, ABCD (PKBA) merupakan pendekatan yang ingin melakukan pemberdayaan komunitas dengan bertolak dari aset dan kekuatan dari komunitas. Ini bertolak belakang dari pendekatan tradisional yang ada selama ini yang lebih menfokuskan pada masalah dan kebutuhan komunitas. Menurut Kretzmann dan McKnight jika memetakan masalah hanya fokus pada kelompok miskin, konsikuensi akan terjadi deviasi dari tujuan semula dari pemberdayaan menjadi ketergantungan. Disamping itu mereka menjadi kurang percaya diri, merasa berbeda dan merasa tidak mampu untuk membiayai atau menanggung hidupnya sendiri. Oleh karenanya ABCD (PKBA) merupakan pendekatan yang dimulai dari segala sesuatu yang berada dalam komunitas sebagai asset atau aset yang positif. Secara prinsip, ABCD (PKBA) merupakan pendekatan yang ingin melakukan pemberdayaan komunitas dengan bertolak dari aset dan kekuatan dari komunitas. Ini bertolak belakang dari pendekatan tradisional yang ada selama ini yang lebih menfokuskan pada masalah dan kebutuhan komunitas.
ABCD (PKBA) dikembangkan di
universitas di Barat sebagai wahana untuk mentransformasi organisasi. Sekarang digunakan
banyak di dunia untuk pengembangan komunitas oleh MYRADA di India, PACT di
Nepal, World Vision di Tanzania, dan International Institute for Sustainable
Development di Kanada, Coady International Institute di Kanada Di Kanada pendekatan
ABCD (PKBA) menjadi pendekatan yang digunakan oleh pemerintah menjadi kebijakan
yang mainstream digunakan bagi pengembangan komunitas di masyarakat.
Apa
saja 7 aset utama atau modal utama dalam Pendekatan Berpikir Berbasis Aset? Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset menjadi langkah konkrit dalam upaya
peningkatan kualitas sekolah. Sebagai sebuah intitusi, sekolah memiliki
komponen biotik maupun abiotik di dalamnya. Komponen biotik meliputi murid,
kepala sekolah, guru, staf/tenaga kependidikan, pengawas sekolah, orang tua,
masyarakat sekitar sekolah. Sementara komponen abiotik yang juga berperan aktif
dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah keuangan
juga sarana dan prasarana.
Pendekatan Pengembangan
Komunitas Berbasis Aset (PKBA) harus ditunjang dengan pemenuhan tujuh aset
utama dalam lingkungan sekolah. Ketujuh aset tersebut di antaranya modal
manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal
finansial/keuangan, modal politik, dan modal agama/budaya. Setiap modal yang
dimiliki harus saling menunjang satu sama lain agar pendekatan yang dilakukan
dapat berdaya guna dan berdaya hasil. Berikut ini penjelasan 7 aset utama atau modal
utama berdasarkan pendapat Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community
development, yaitu:
1. Modal Manusia
Sumber
daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi
sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan,
dan harga diri seseorang.
Pemetaan
modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan,
kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah
komunitas, atau dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan
berdasarkan sesuatu yang berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala.
Pendekatan
lain mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang yang
berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok orang,
dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok. Kecakapan yang
berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam mengelola usaha,
pemasaran, yang negosiasi. Kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya,
contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.
2. Modal Sosial
Norma
dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur
pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan (networking)
antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
Investasi
yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam komunitas
berdampingan, contohnya kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan punya
rasa memiliki masa depan yang sama.
Contoh-contoh
yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah
suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas dua
orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling
berbagi untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang
bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah
berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya.
Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga), misalnya
asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai struktur
organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses
pengembangan komunitas masyarakat.
3. Modal Fisik
Terdiri
atas dua kelompok utama, yaitu: 1) Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas
atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun
pelatihan; 2) Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran
pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran,
alat transportasi, dan lain-lain.
4. Modal Lingkungan/alam
Bisa
berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam
upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari
bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan
sebagainya.
Tanah
untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon
seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali
untuk menenun, dan sebagainya.
5. Modal Finansial
Dukungan
keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk
membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.
Modal
finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan
pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.
Modal
finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur
di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa
dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan
menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.
6. Modal Politik
Modal
politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki
peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara
dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas.
Lembaga
pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas
sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.
7. Modal Agama dan budaya
Upaya
pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan
praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai,
sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain.
Kebudayaan
yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkaian ide, gagasan,
norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup
berkembang dalam sebuah ruang geografis.
Agama
merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk
mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku
lahiriah maupun simbolik. Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan
hanya kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan.
Identifikasi
dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting untuk
melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu
komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung
atau tidak langsung di dalamnya.
Sangat
penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan
yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan
selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan
perencanaan dan kegiatan bersama.
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Pendekatan Pengembangan Sekolah
Berbasis Aset (PPSBA) menggunakan paradigma inkuiri apresiatif
yaitu sebuah pendekatan kolaboratif dalam melakukan perubahan yang berbasis
kekuatan. Tools dalam inkuiri apresiatif dikenal dengan istilah BAGJA, sebuah
akronim dari kata Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan
rencana, dan Atur eksekusi. Kata BAGJA sendiri dalam bahasa sunda berarti
bahagia. Dengan memetakan kekuatan dalam diri dan potensi murid, dapat dibuaat
perencanaan dan pengelolaan strategi perubahan untuk mencapai visi pribadi yaitu
bahagia.
Berikut ini penjelasan
mengenai kelima langkah utama BAGJA.
•
Langkah BAGJA 1 : Buat pertanyaan utama
Pertanyaan
Utama ini digunakan sebagai penentu arah penelurusan terkait perubahan yang
kita inginkan. Berikut ini contoh pertanyaan yang dapat digunakan untuk memulai
proses lainnya.
1. Bagaimana
meningkatkan pencapaian peserta didik disemua kelas?
2. Bagaimana
membiasakan penumbuhan karakter baik di lingkungan sekolah?
3. Bagaimana
meningkatkan keterlibatan murid dengan cara dan ragam yang berbeda?
•
Langkah BAGJA 2 :Ambil pelajaran
Langkah
ini dapat dilakukan setelah pertanyaan utama disepakati. Bagian ini akan
menuntun mengambil pelajaran dari pengalaman individu atau kelompok baik dalam
unsur yang berbeda maupun sama.
•
Langkah BAGJA 3 : Gali mimpi bersama
Langkah
selanjutnya dalah gali mimpi bersama. Pada tahapan ini komunitas sekolah (Kepala
Sekolah, Guru, Siswa) akan menggali mimpi sebagai keadaan ideal yang diinginkan
dengan digambarkan secara rinci melalui sebuah narasi dan diperlukan
pertanyaan-pertanyaan pemandu dalam penyusunan narasi, misal:
Seperti
apa orang-orang yang terlibat di dalamnya terlihat, bertindak, berpikir, dan
merasa?
1. Bagaimana
penampakan lingkungannya secara fisik?
2. Apakah
kebiasaan-kebiasaan baru yang kita bayangkan akan terjadi?
3. Sumber
daya apa yang kita bayangkan akan tersedia?
4. Lihat
Juga : Tipe Komunikasi : Agresif, Pasif dan Asertif
•
Langkah 4 : Jabarkan rencana untuk mencapai
gambaran yang diinginkan.
Tahapan
ini akan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan dan mengambil
keputusan-keputusan. Ketika perencanaan awal kita perlu membuat
pertanyaan-pertanyaan untuk membantu penyusunan rencana agar lebih konkret,
seperti:
1.
Siapa yang akan melakukan apa, bagaimana, dan
kapan?
2.
Bagaimana mengukur kemajuan dan melanjutkan
langkah?
3.
Bagaimana agar setiap orang dalam komunitas
sekolah dapat secara informal melakukan improvisasi dan kontribusi membantu
terwujudnya perubahan?
4.
Apa langkah-langkah kecil yang diperlukan?
5.
Apa langkah besar (inovatif, terobosan,
berani) untuk memperbesar terwujudnya perubahan?
•
Langkah 5 : Atur Eksekusi
Tahapan
ini membantu transformasi rencana menjadi nyata. Diperlukan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat membantu memutuskan peran dan kesepakatan-kesepakatan pelaksanaan
seperti:
1. Siapa
yang akan terlibat mewujudkan rencana-rencana?
2. Bagaimana
mereka mengomunikasikan dan melaporkan kemajuan? Kepada siapa?
3. Siapa
yang akan bertanggungjawab, siapa yang akan menindaklanjuti/memberikan umpan
balik suatu laporan?
4. Siapa
yang akan memonitor batas waktu?
Dari semua langkah yang kita
susun kita harus mengupayakan agar kelemahan suatu sistem dalam organisasi
menjadi tidak relevan, karena semua aspek dalam organisasi fokus pada
penyelarasan kekuatan, dengan satu tujuan yaitu mengatasi kelemahan.
Berikut beberapa prinsip
penerapan Pendekatan Pengembangan
Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Pendekatan Pengembangan Sekolah Berbasis
Aset (PPSBA)
1) Komunitas sebagai Kunci
Perubahan.
Sebuah
perubahan bisa terjadi ketika individu maupun kelompok menyadari adanya
kebutuhan untuk berubah dalam komunitasnya. Kesadaran tersebut muncul atas
dasar inisiatif dari anggota komunitas, bukan dipaksakan oleh pihak di luar
komunitas. Inisiatif tersebut berangkat dari perpaduan antara kegelisahan dan
asa yang dimiliki anggota komunitas atas kondisi yang ada di lingkungannya.
Inisiatif tersebut juga melahirkan gerakan kesukarelaan dari anggota komunitas
untuk menentukan arah perubahan, dan menjalani prosesnya. Kesukarelaan yang
muncul akan mendorong anggota komunitas untuk mengabdikan diri dalam pencapaian
tujuan bersama, memberikan dukungan sesuai kemampuan/keterampilan/keahlian yang
dimiliki masing-masing anggota, dan bekerja tanpa pamrih. Perubahan adalah
dari, oleh, dan untuk komunitas.
2) Fokus pada Potensi
Komunitas.
Ketika
individu maupun kelompok sanggup melihat potensi yang dimilikinya, niscaya
mereka akan menjadi lebih optimis dalam menyongsong masa depan. Sebaliknya,
ketika mereka memberikan banyak perhatian pada masalah, pesimisme yang muncul.
Akan tetapi, jika kita menafikan adanya masalah, maka kita akan jauh dari
realitas. Oleh karena itu, anggota komunitas diharapkan bisa realistis
sekaligus optimis; realistis bahwa masalah adalah kegelisahan yang sedang/akan
dihadapi oleh komunitas, dan lewat kegelisahan itu anggota komunitas diajak
untuk menciptakan asa atas kondisi lingkungan yang menjadi harapan bersama
sehingga mereka bisa menjadi lebih optimis. Dalam nuansa yang penuh asa,
komunitas bisa memilih fokus pada hal potensial yang sanggup dipertahankan,
diperkuat, dan dikembangkan untuk mewujudkan kondisi yang lebih positif dalam
kehidupan mereka.
3) Pemetaan, Pengelolaan dan
Pendayagunaan Aset.
Berbicara
tentang aset biasanya dikaitkan dengan modal ekonomi, akan tetapi, yang
dimaksud aset dalam ABCD cakupannya lebih luas. Pengetahuan, kemampuan,
keterampilan, dan keahlian yang dimiliki anggota komunitas termasuk aset
(individu). Relasi-relasi yang terbangun dalam komunitas–baik antar individu,
antar kelompok, maupun antara individu dan kelompok juga termasuk aset (modal
sosial). Berbagai bentuk aset lainnya bisa berupa tanah/lahan, bangunan,
kearifan lokal, spiritualitas, dan sebagainya; bahkan nilai-nilai seperti
kepedulian, kejujuran, kepercayaan, kesetiakawanan, kebersamaan, dll juga bisa
dikategorikan sebagai aset. Selama hal-hal yang terdapat di komunitas dapat
didayagunakan untuk mencapai tujuan bersama, itu semua dapat disebut aset.
Penting bagi anggota komunitas untuk sanggup mengenali aset-aset yang
dimilikinya, sanggup menjaga/merawat setiap asetnya agar tetap dalam kondisi
baik dan siap dipergunakan, serta, yang tidak kalah penting, sanggup
mengarahkan dan menggerakkan aset-aset tersebut menuju suksesi kepentingan
komunitasnya.
4) Penguatan Jaringan
Kerjasama.
Setiap
individu maupun kelompok yang berhasil pasti memerlukan dukungan dari pihak
lain. Hal tersebut juga bisa diperoleh komunitas jika mereka sanggup membangun
hubungan dengan pihak-pihak yang diharapkan dukungannya oleh anggota komunitas
(misalnya: pemerintah). Maka, anggota komunitas perlu diajak untuk
mengidentifikasi pihak-pihak tersebut, memahami cara mengakses dukungan
tersebut dari pihak yang bersangkutan, dan menjalin hubungan baik dengan
mereka. Munculnya dependensi terhadap dukungan dari pihak lain menjadi satu hal
yang sebisa mungkin dihindari oleh anggota komunitas; tujuannya untuk
mengantisipasi terjadinya stagnansi ketika pihak tersebut memberikan dukungan
yang tidak sesuai dengan ekspektasi, atau mereka tidak lagi memberikan dukungan
kepada komunitas. Oleh karena itu, dukungan/pihak lain tersebut sebaiknya
diposisikan sebagai jembatan/batu loncatan bagi komunitas agar sanggup berdaya
secara mandiri; dengan kata lain, hubungan yang terbangun bersifat
interdependensi.
5) Proses yang
Berkelanjutan.
Hal
baik (positif) yang sudah berlangsung, tentunya, diharapkan bisa terus
berlanjut, sehingga bisa terus dialami dan dinikmati oleh setiap orang–bahkan
oleh generasi penerus. Keberlanjutan tersebut menjadi salah satu indikator
utama dari pengembangan komunitas yang berjalan dengan baik–disamping adanya
kemandirian anggota komunitas, dan keterbukaan peluang bagi setiap anggota
komunitas untuk berpartisipasi. Keberlanjutan memerlukan kesadaran dari anggota
komunitas, bahwa proses yang sudah/akan dijalani bersama sifatnya penting bagi
kehidupan mereka. Selain itu juga memerlukan komitmen dari anggota komunitas
untuk membenahi hal-hal yang dianggap belum sesuai dengan harapan,
mempertahankan hal-hal yang sudah sesuai harapan, dan mengembangkan hal-hal
yang bisa dioptimalkan melampaui harapan.
Demikian uraian singkatan
tentang Pengertian Pendekatan Berpikir Berbasis Aset (Asset-Based Thinking) atau Pendekatan Pengembangan Komunitas
Berbasis Aset (PKBA), perbedaan Pengertian Pendekatan Berbasis Aset dan Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah
(Deficit-Based Thinking), konsep BAGJA, Langkah penerapkan BAGJA. Semoga
ada manfaatnya
terimaksih informasinya