Berita
Pembelajaran
KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PPKN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat (2) menyebutkan
bahwa ”Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman”. Pasal 37 menyebutkan bahwa, ”Kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat: (a) pendidikan Agama; (b) pendidikan Kewarganegaraan;
(c) Bahasa; (d) Matematika;(e) Ilmu Pengetahuan Alam; (f) Ilmu Pengetahuan
Sosial; (g) Seni dan Budaya; (h) Pendidikan Jasmani dan Olahraga; (i)
Keterampilan/Kejuruan; dan (j) Muatan Lokal”.Dari isi Undang-Undang Sisdiknas
di atas jelas eksistensi PPKn dalam kurikulum persekolahan adalah berdiri
sendiri sebagai mata pelajaran.
================================
===============================
Istilah yang sering digunakan selain PPKn adalah
civics. Henry Randall Waite (1886) seperti dikutip oleh Sumantri (2001: 281)
merumuskan pengertian Civics sebagai ilmu kewarganegaraan yang membicarakan
hubungan manusia dengan: (a) perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, organisasi
ekonomi, dan organisasi politik); dan (b) individu dengan negara. Istilah lain
yang hampir sama maknanya dengan civics adalah citizenship.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah
satu dari lima tradisi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yakni citizenship
tranmission, saat ini sudah berkembang menjadi tiga aspek pendidikan
Kewarganegaraan (citizenship education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler,
dan aspek social budaya. Secara akademis pendidikan kewarganegaraan dapat didefinisikan
sebagai suatu bidang kajian yang memusatkan telaahannya pada seluruh dimensi
psikologis dan sosial budaya kewarganegaraan individu, dengan menggunakan ilmu
politik, ilmu pendidikan sebagai landasan kajiannya atauan penemuannya intinya
yang diperkaya dengan disiplin ilmu lain yang relevan, dan mempunyai implikasi
kebermanfatan terhadap instrumentasi dan praksis pendidikan setiap warga negara
dalam konteks sistem pendidikan nasional (Wiranaputra, 2004).
Menurut Malik Fajar (2004: 6-8) bahwa PKn
sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara
yang demokratis dan bertanggungjawab, PKn memiliki peranan yang amat penting. Mengingat
banyak permasalahan mengenai pelaksanaan PKn sampai saat ini, maka arah baru
PKn perlu segera dikembangkan dan dituangkan dalam bentuk standar nasional,
standar materi serta model-model pembelajaran yang efektif dalam mencapai
tujuannya. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai arah baru yaitu:
Pertama, PKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan
yang ditopang berbagai disiplin ilmu yang relevan, yaitu: ilmu politik, hukum,
sosiologi, antropologi, psikologi, dan disiplin ilmu lainnya, yang digunakan
sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan
konsep, nilai, dan perilaku demokrasi warganegara. Kemampuan dasar terkait
dengan kemampuan intelektual, sosial (berpikir,bersikap, bertindak, serta
berpartisipasi dalam hidup bermasyarakat). Substansi pendidikan (citacita,
nilai, dan konsep demokrasi) dijadikan materi kurikulum PKn yang bersumber pada
pilar-pilar demokrasi konstitusional Indonesia.
Kedua, PKn mengembangkan daya nalar (state of
mind) bagi para peserta didik. Pembangunan karakter bangsa merupakan proses
pengembangan warga negara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan
perhatiannya pada pengembangan kecerdasan (civic intelligence), tanggungjawab (civic
responsibility), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai
landasan pengembangan nilai dan perilaku demokrasi.
Ketiga, PKn sebagai suatu proses pencerdasan,
maka pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah yang lebih inspiratif dan
pertisipatif dengan menekankan pada pelatihan penggunaan logika dan penalaran.
Untuk memfasilitasi pembelajaran PKn yang
efektif dikembangkan bahan belajar interaktif yang dikemas dalam berbagai
bentuk paket seperti bahan belajar tercetak, terekam, tersiar, elektronik, dan
bahan belajar yang digali dari lingkungan masyarakat sebagai pengalaman
langsung. Di samping itu upaya peningkatan kualifikasi dan mutu guru PKn perlu
dilakukan secara sistematis agar terjadinya kesinambungan antara pendidikan
guru melalui LPTK, pelatihan dalam jabatan, serta pembinaan kemampuan
profesional guru secara berkelanjutan dalam mengelola proses pembelajaran untuk
mencapai hasil belajar yang diharapkan.
Keempat, kelas PKn sebagai laboratorium
demokrasi. Melalui PKn, pemahaman, sikap, dan perilaku demokratis dikembangkan
bukan semata-mata melalui ”mengajar demokrasi” (teaching democraty), tetapi
melalui model pembelajaran yang secara langsung menerapkan cara hidup
berdemokrasi (doing democray). Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai
alat kendali mutu tetapi juga sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar
bagi siswa sehingga dapat lebih berhasil di masa depan. Evaluasi dilakukan
secara menyeluruh termasuk portofolio siswa dan evaluasi diri yang lebih
berbasis kelas.
Dari arah baru PKn yang diharapkan
terealialisasikan dalam kehidupan nyata di sekolah maupun di masyarakat , yang
terbentang ke seluruh Tanah Air. Untuk itu diperlukan pemahaman bersama untuk
disosialisasikan dalam bentuk kerja nyata dalam pembentukan kepribadian siswa
menjadi priibadi yang utuh, dan insan kamil yang menjadi tumpuan harapan kita
bersama yakni dapat menjawab tantangan pembelajaran pada abad 21, yakni: (1)
berpikir kritis dan menyelesaikan masalah-masalah; (2) kreatif dan inovasi; (3)
keterampilan berkomunikasi dan menggali dan menyampaikan informasi; (4) keterampilan
berkolaborasi; (5) pembelajaran kontekstual; dan (6) keterampilan menggunakan
teknologi dan media komunikasi dan informasi.
Tidak mudah memang, namun bukan berarti tidak
bisa dilakukan, semua sangat bergantung pada niat, dan dorongan kita bersama
untuk memberikan dukungan, sehingga apa harapannya yang bersemangat berubah
yang lebih penting adalah guru sebagai pelaku langsung di lapangan.
Selain itu juga akan terbangun budaya
demokrasi, yang menjadi esensi materi pembelajaran yang perlu disampaikan oleh
guru. Adapun prinsip-prinsip demokrasi menurut Masykuri Abdullah (Dede Rosyada,
2003: 117-119) adalah persamaan, kebebasan dan pluralisme. Robert Dahl dalam
tulisan yang sama, bahwa prinsip yang harus ada dalam demokrasi yaitu: (1)
kontrol atas keputusan pemerintah, (2) pemilihan yang teliti dan jujur, (3) hak
memilih dan dipilih, (4) kebebasan menyataan pendapat tanpa ancaman, (5)
kebebasan mengakses informasi, dan (6) kebebasan berserikat. Sedangakn Amin
Rais dalam Dede Rosyada (2003: 117-119) merumuskan kriteria lain dari parameter
demokrasi adalah: (1) adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan, dan (2) distrbusi
pendapatan secara riil.