TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
Teori belajar
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan
teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun
atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai
dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang
lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang
diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi
proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga
terbentuk suatu skema yang baru.
Konstruktivistik merupakan
metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali
pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain
teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk
berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan
imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK |
Adapun tujuan dari Teori
belajar Konstruktivisme dalah sebagai berikut:
1. Adanya
motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih
menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Hakikat pembelajaran
konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa
pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna
serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan
perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Teori belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran |
Unsur-unsur penting
dalam Teori belajar Konstruktivisme:
1. Memperhatikan
dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
2. Pengalaman
belajar yang autentik dan bermakna
3. Adanya
lingkungan social yang kondusif
4. Adanya
dorongan agar siswa mandiri
5. Adanya
usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Secara garis besar,
prinsip-prinsip Teori belajar Konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid
sendiri untuk menalar.
3. Murid
aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
4. Guru
sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.
5. Menghadapi
masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur
pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
7. Mencari
dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Proses belajar
konstrutivistik dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
1) Proses belajar
konstruktivistik
Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa
harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi
lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Sehingga dalam proses belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka
dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
2) Peranan siswa
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa
menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai fasiitator. Karena belajar merupakan
suatu proses pemaknaan atau pembentukan pengetahuan dari pengalaman secara
konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi serta interpretasi yang harus
dilukukan oleh siswa sendiri.
3) Peranan guru
Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator
artinya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan proses
pengkonstruksian pengetahuan agar berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan
pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi guru dituntut untuk memahami
jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam belajar.
4) Sarana belajar
Sarana belajar dibutuhkan siswa untuk
mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh agar mendapatkan pengetahuan
yang maksimal.
5) Evaluasi hasil
belajar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar yang
menekankan pada ketrampilan proses baik individu maupun kelompok. Dengan cara
ini, maka kita dapat mengetahui seberapa besar suatu pengetahuan telah dipahami
oleh siswa.
Ciri-Ciri Teori
belajar Konstruktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara konstruktivisme adalah:
·
Memberi peluang kepada murid membina
pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
·
Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh
murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
·
Menyokong pembelajaran secara koperatif
mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
·
Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid
belajar sesuatu ide.
·
Menggalakkan & menerima daya usaha &
autonomi murid.
·
Menggalakkan murid bertanya dan berdialog
dengan murid & guru.
·
Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses
yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
·
Menggalakkan proses inkuiri murid melalui
kajian dan eksperimen.
Prinsip-Prinsip Teori belajar Konstruktivisme Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang
diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
·
Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
·
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru
kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
·
Murid aktif megkontruksi secara terus
menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
·
Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi
agar proses kontruksi berjalan lancar.
·
Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
·
Struktur pembalajaran seputar konsep utama
pentingnya sebuah pertanyaan.
·
Mencari dan menilai pendapat siswa.
·
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi
anggapan siswa.
Teori belajar konstruksivisme
membawa implikasi dalam pembelajaran yang harus bersifat kolektif atu kelompok.
Proses sosial masing-masing siswa harus bisa diwujudkan. C. Asri Budiningsih
dalam buku Pembelajaran Moral menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat
ditentukan oleh peran social yang ada dalam diri siswa. Dalam situasi sosial
akan terjadi situasi saling berhubungan, terdapat tata hubungan, tata tingkah
laku dan sikap diantara sesame manusia. Konsekuensinya, siswa harus memiliki
keterampilan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) secara cepat.
Bagi kaum konstruktivis,
mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa,
melainkan suatu penciptaan suasana yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi aktif guru bersama-sama siswa
dalam membangun pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis,
dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah belajar itu sendiri. Menurut prinsip
konstruktivisme, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu
agar proses belajar siswa berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai fasilitator
dan mediator tugas guru dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.
Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam
merencanakan aktivitas belajar, proses belajar serta hasil belajar yang
diperolehnya. Dengan demikian menjadi jelas bahwa memberi kuliah atau ceramah
bukanlah tugas utama guru. Memberikan sejumlah kegiatan yang dapat merangsang
keingintahuan siswa dan mendorong mereka untuk meng-ekspresikan
gagasan-gagasannya serta mengkomukasikan-nya secara ilmiah;
b.
Menyediakan sarana belajar yang merangsang siswa berpikir secara produktif.
Guru hendaknya menciptakan rangsangan belajar melalui penyediaan situasi
problematik yang memungkinkan siswa belajar memecahkan masalah
c.
Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan tingkat perkembangan berpikir siswa.
Guru dapat menunjukkan dan mempertanyakan sejauh mana pengetahuan siswa untuk
menghadapi persoalan baru yang berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya.
(Ditulis Oleh Drs.Agustinus Maniyeni, M.Pd – Dalam buku “Wawasan Pembelajaran”
halaman 1-15)
Konstruktivisme memandang
bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak
menentu. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit,
aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi. Seseorang yang belajar
akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung
pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.
Teori ini lebih menekankan
pada diri siswa dalam penyusun pengetahuan yang ingin diperoleh oleh siswa
tersebut. Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan
sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlakukan
guna menggembangkan dirinya sendiri.Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai
berikut:
·
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar
adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
·
Mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaanya.
·
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian
dan pemahaman konsep secara lengkap.
·
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi
pemikir yang mandiri.
·
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana
belajar itu. Konsep evaluasi pendidikan hampir sama dengan konsep pada teori
kognitivisme yaitu menitikberatkan pada proses. Proses yang dimaksud disini
merupakan sebuah pengalaman yang dialami sendiri oleh masing-masing siswa
(penyusunan pengetahuan oleh siswa itu sendiri).
Adapun implikasi dari teori
belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah
sebagai berikut: (a) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme
adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (b) kurikulum dirancang
sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan
memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (c) peserta didik
diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang
membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri
peserta didik.
Dalam upaya
mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan
beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
(1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa
sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang
pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan
kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk
memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif.
Aplikasi Teori belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran |
Aplikasi Teori belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran :
1. Membebaskan
siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan,
dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara
lebih bebas.
2. Menempatkan
siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan
ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali
ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
3. Guru
bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks,
dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang
datangnya dari berbagai interpretasi.
4. Guru
mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu
usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Terima kasih atas infonya, sangat bermanfaat untuk menambah wawasan teori teori kependidikan
Terima kasih, izin copas pak
Sumber nya apakah ada?
Trimakasih.izin kopas pak