materiPPKn
BENTUK DAN KEDAULATAN NEGARA SESUAI UUD 1945
Kedaulatan berasal dari kata
"daulat" daulat dalam bahasa Arab artinya "kekuasaan atau
dinasti pemerintahan". Dan masih ada arti kedaulatan dalam
bahasa-bahasa yang lain misalnnya ;
1)
Istilah dari bahasa Inggris kedaulatan artinya
SOUVERIGNITY.
2)
Istilah dari bahasa Perancis kedaulatan
artinya SOUVERAINETE
3)
Istilah dari bahasa Italia kedaulatan artinya
SOVRANSI
Makna dari istilah-istilah di atas kesemuanya
memiliki arti "tertinggi". Jadi kedaulatan berarti kekuasaan
tertinggi atau kekuasaan yang tidak terletak di bawah kekuasaan tertentu atau
kekuasaan yang tertinggi yang ada dalam suatu Negara.
Jenis Kedaulatan
Menurut Jean Bodin (1500 - 1590), Ada dua
jenis kedaulatan yaitu:
1.
Kedaulatan kedalam (intern), yaitu kekuasaan
tertinggi di dalam negara untuk mengatur fungsinya. Pemerintah berhak mengatur
segala kepentingan rakyat melalui berbagai lembaga negara dan perangkat
lainnya, tanpa campur tangan negara lain. Kedaulatan ke dalam merupakan
kedaulatan yang dimiliki suatu negara untuk mengatur dan menjalankan organisasi
negara sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di negara tersebut, dan
rakyat harus patuh dan tunduk dengan apa yang digariskan pemerintah.
2.
Kedaulatan ke luar (ekstern), yaitu kekuasaan
tertinggi di dalam negara untuk mengadakan hubungan dengan negara lain serta
mempertahankan wilayah dari berbagai ancaman dari luar. Negara berhak
mengadakan hubungan atau kerjasama dengan negara lain guna kepentingan
nasionalnya. Kedaulatan ke Iuar merupakan kedaulatan yang
berkaitan dengan wewenang untuk mengatur pemerintahan dan menjaga keutuhan wilayah
suatu negara yang sepatutnya juga dihormati negara lain. Pelaksanaan konsep
kedaulatan keluar seperti adanya hubungan diplomatik, perjanjian antarnegara,
hubungan dagang dan sosial budaya.
Sifat sifat kedaulatan yaitu sebagai berikut :
1. Sifat Kedaulatan Absolut atau Asli
Artinya tidak berasal atau tidak dilahirkan
oleh kekuasaan lain. Kekuasaan yang berasal dari rakyat adalah asli karena
kekuasaan tersebut tertinggi. Sementara itu kekuasaan presiden berasal dari
kekuasaan rakyat yang memilihnya.
2. Permanen (tetap)
Artinya kekuasaan itu tetap ada selama negara
itu berdiri, sekalipun pemegang kedaulatan sudah berganti ganti. Sifat
kedulatan itu permanent berarti bahwa walaupun suatu negara mengadakan
reorganisasi di dalam strukturnya, kedaulatan tersebut tidak berubah. Pelaksanaannya
mungkin berganti atau badan yang memegang kedaulatan itu berganti, tetapi
kedaulatan itu tetap.
3. Tidak terbatas
Artinya kedaulatan itu tidak dibatas oleh
kekuasaan lain. Apabila pelaksanaanya dibatas, kedaulatan tidak lagi
mencerminkan kekuasaan tertinggi. Sifat
kedaulatan itu tidak terbatas yang berarti meliputi setiap orang dan golongan
yang berada dalam negara tanpa ada kecualinya.
4. Tunggal bulat atau tidak terbagi-bagi.
Artinya kekuasaan itu merupakan satu satunya
kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak diserahkan atau dibagi bagikan
kepada badan badan lainnya. Sifat kedaulatan itu tidak terbagi-bagi maksudnya
bahwa kedaulatan itu tidak boleh dibagi-bagi kepada beberapa badan tertentu.
Sebab dalam hal ini akan timbul pluralisme (keadaan masyarakat yang majemuk) di
dalam kedaulatan.
Teori Kedaulatan
Terdapat beberapa teori kedaulatan yang
dikemukakan oleh para ahli kenegaraan, antara lain sebagai berikut.
1) Teori Kedaulatan Tuhan.
Teori kedaulatan Tuhan mengajarkan bahwa
negara dan pemerintah
mendapat kekuasaan yang tertinggi dari Tuhan. Menurut teori ini, sesungguhnya
segala sesuatu yang terdapat di alam semesta berasal
dari Tuhan.
Kedaulatan dalam suatu negara yang
dilaksanakan oleh pemerintah negara juga berasal dari Tuhan. Negara dan pemerintahan
mendapat kekuasaan dari Tuhan karena tokoh-tokoh negara itu,
secara kodrati telah ditetapkan menjadi pemimpin negara. Mereka berperan
sebagai wakil Tuhan. Raja misalnya, bertugas memimpin rakyatnya untuk mencapai
suatu cita-cita. Oleh karena itu, kepemimpinan dan kekuasaan harus berpusat di
tangan raja.
Teori kedaulatan Tuhan umumnya dianut
olehraja-raja yang mengakui sebagai keturunan dewa. Misalnya, raja-raja Mesir
kuno, Kaisar Jepang, dan Kaisar Cina. Raja-raja di Jawa
pada zaman Hindu, juga menganggap dirinya sebagai penjelmaan dewa Wisnu.
Peloporpelopor teori kedaulatan Tuhan, antara lain adalah Augustinus, Thomas
Aquino, dan Friedrich Julius Stahl.
2) Teori kedaulatan Raja
Kekuasaan negara, menurut teori ini, terletak
di tangan raja sebagai penjelmaan kehendak Tuhan. Raja merupakan bayangan dari Tuhan. Agar negara
kuat, raja harus berkuasa mutlak dan tidak terbatas.
Dalam teori kedaulatan raja, posisi raja selalu berada di atas undang-undang.
Rakyat harus rela menyerahkan hak asasinya dan kekuasaannya secara mutlak
kepada raja.
Peletak dasar teori kedaulatan raja, antara
lain Nicollo Machiavelli, Jean Bodin Thomas Hobbes, dan Hegel. Nicollo Machiavelli mengajarkan, bahwa negara
yang kuat haruslah dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kedaulatan tidak
terbatas atau mutlak. Dengan demikian, raja dapat melaksanakan cita-cita negara
sepenuhnya. Raja hanya bertanggung jawab kepada .dirinya sendiri atau kepada
Tuhan.
Raja tidak tunduk kepada konstitusi, walaupun
disahkan oleh dirinya sendiri. Raja juga tidak bertanggung jawab kepada hukum
moral yang bersumber dari Tuhan, karena raja melaksanakan kewajibannya untuk
rakyat atas nama
Tuhan.
3) Teori kedaulatan rakyat
Teori kedaulatan rakyat, yaitu teori yang
mengatakan bahwa kekuasaan suatu negara berada di tangan rakyat sebab
yang benar-benar berdaulat dalam suatu negara adalah rakyat.
Sumber ajaran kedaulatan rakyat ialah ajaran
demokrasi yan,g telah dirintis sejak jaman Yunani oleh Solon. Istilah demokrasi
berasal dari kata Yunani, demos (rakyat) dan kratein (memerintah) atau kratos
(pemerintah). Jadi, demokrasi mengandung pengertian pemerintahan rakyat, yaitu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk, rakyat.
Rakyat merupakan suatu kesatuan yang dibentuk
oleh individu-individu melalui perjanjian masyarakat. Rakyat sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi memberikan haknya kepada untuk kepentingan bersama.
Penguasa dipilih dan ditentukan atas dasar kehendak rakyat melalui perwakilan
yang duduk di dalam pemerintahan. Pemerintah yang berkuasa harus mengembalikan
hak-hak sipil kepada warganya."
Pelopor teori kedaulatan rakyat
J.J. Rousseau, berpendapat ,bahwa negara
dibentuk oleh kemauanrakyat secara sukarela. Kemauan rakyat untuk membentuk
negara itu disebut kontrak sosial. Rousseau juga berpendapat bahwa negara yang
terbentuk melalui perjanjian masyarakat harus menjamin kebebasan dan persamaan.
Montesquieu, beranggapan bahwa kehidupan
bernegara dapat terptur dengan baik, sebaiknya kekuasaan dibagi tiga, yaitu
legislatif, eksekutif, dan yudik'atif.
John
Locke, berpendapat bahwa manusia mempunyai hak pokok,
yaitu hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak milik. Selain itu, John juga
mengajarkan asas-asas terbentuknya negara adalah sebagai berikut.
a)
Pactum unionis, yakni perjanjian antar
individu untuk mer.nbentuk negara;
b)
Pactum subjectionis, yaitu perjanjian antara
individu dengan negara yang dibentuk itu. Artinya, individu memberikan mandat
kepada negara atau pemerintah selama pemerintah berdasarkan konstitusi atau
undang-undang negara.
Dalam negara yang menganut teori kedaulatan
rakyat terdapat ciri-ciri sebagai berikut.
a)
Adanya lembaga perwakilan rakyat atau dewan
perwakilan rakyat sebagai badan atau majelis yang mewakili dan mencerminkan
kehendak rakyat,
b)
Untuk mengangkat dan menetapkan anggota
majelis tersebut, pemilihan dilaksanakan untuk jangka waktu tertentu. Rakyat
yang telah dewasa secara bebas dan rahasia memilih wakil atau partai yang
disenangi atau dipercayai.
c)
Kekuasaan atau kedaulatan rakyat dilaksanakan
oleh badan perwakilan rakyat, yang bertugas mengawasi pemerintah.
d)
Susunan kekuasaan badan atau majelis itu
ditetapkan dalam undang-undang negara.
4) Teori Kedaulatan negara
Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan
tertinggi terletak pada negara. Sumber atau asal kekuasaan yang dinamakan kedaulatan itu ialah negara. Negara sebagai lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa, dengan sendirinya memiliki
kekuasaan. Jadi, kekuasaan negara ialah kedaulatan negara yang timbul bersamaan dengan
berdirinya negara.
Teori kedaulatan negara yang bersifat absolut
dan mutlak ini berdasarkan pandangan bahwa negara adalah penjelmaan Tuhan.
Hegel mengajarkan bahwa negara dianggap suci karena sesungguhnya
negara adalah penjelmaan kehendak Tuhan. Negara mewarisi kekuasaan yang
bersumber dari Tuhan. Berdasarkan teori kedaulatan negara, pemerintah adalah
pelaksana tunggal kekuasaan negara. Teari ini dianggap sebagai sebuah ajaran yang paling absolut sejak zaman Plato hingga Hitler-Stalin.
Negaralah yang menciptakan hukum dan negara
tidak wajib tunduk pada hukum. Namun karena negara abstrak, kekuasaan
diserahkan kepada raja atas nama negara. Peletak dasar teori kedaulatan negara,
antara lain Paul Laban, George Jellinek, dan Hegel.
5) Teori kedaulatan hukum
Teori kedaulatan hukum, yaitu paham yang tidak
disetujui oleh paham kedaulatan negara. Menurut teori kedaulatan hukum,
kekuasaan tertinggi dalam negara terletak pada hukum. Hal ini berarti, bahwa yang
berdaulat adalah lembaga atau orang yang berwenang mengeluarkan perintah atau
lara[lgan yang mengikat semua warga negara. Lembaga yang dimaksud
adalahpemerintah dalam arti luas. Di Indonesia, lembaga itu adalah presiden
bersama para menteri sebagai pembantunya dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di
Inggris, lembaga itu adalah raja bersama parlemen.
Berdasarkan pemikiran teori ini, hukum membimbing kekuasaan pemerintahan. Yang dimaksud dengan hukum menurut teori ini
ialah hukum yang tertulis (undang-undang dasar negara dan peraturan perundangan
lainnya) dan hukum yang tidak tertulis (convensi). Pelopor teori kedaulatan
hukum, antara lain Immanuel Kant, H. Krable, dan Leon Dubuit.
Makna Kedaulatan Rakyat
Sebagaimana telah di uaraikan di atas,
kedaulatan rakyat mengandung arti kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Dengan
demikian makna kedaulatan rakyat adalah
demokrasi, yang berarti pemerintahan yang kekuasaan tertinggi
terletak/bersumber pada rakyat.
Paham yang menekankan tentang kedaulatan
rakyat berkembang mulai abad XVII - XIX hingga sekarang. Paham ini dipengaruhi
oleh teori kedaulatan
hukum yang menempatkan rakyat sebagai obyek sekaligus sebagai subyek dalam negara (demokrasi). Tokoh pengamat paham teori kedaulatan rakyat
adalah John Locke, Thomas Hobbes Montesquieu, dan Jean John Rousseau.
1) John Locke
John Locke berpendapat bahwa, negara dibentuk melalui
perjanjian masyarakat. Sebelum membentuk negara, manusia
hidup sendiri-sendiri dan tidak ada peraturan yang mengikat mereka untuk
memenuhi kebutuhannya kemudian mereka mengadakan suatu perjanjian
membentuknegara. Perjanjian itulah yang disebut dengan perjanjian masyarakat
atau kontrak sosial. Perjanjian masyarakat ada dua, yaitu perjanjian
antarindividu dan perjanjian antarindividu dengan penguasa. Meskipun demikian
rakyat tidak menyerahkan seluruh hak-hak manusia kepada penguasa. Rakyat tetap
mempertahankan hak-hak asasinya seperti hak hidup, hak milik, hak mendapat
kemerdekaan. Penguasa tetap melindungi hak-hak tersebut dan mengaturnya dalam
UUD negara tersebut.
Dalam memahami perjanjian masyarakat terdapat
perbedaan mendasar antara John Locke dan Thomas Hobbes. Jika Thomas Hobbes
hanya menjelaskan satu jenis perjanjian masyarakat saja, yaitu pactum
subjectionis, John Locke menjelaskan kontrak sosial itu
dalam fungsinya yang
rangkap.
Pertama, individu dengan individu
lainnya mengadakan suatu perjanjian masyarakat untuk membentuk
suatu masyarakat politik atau negara. Perjanjian masyarakat ini merupakan
perjanjian tahap pembentukan negara yang dinamakan pactum unionis. Kedua, John
Locke sekaligus menyatakan, bahwa suatu permufakatan
yang dibuat berdasarkan suara terbanyak dapat dianggap sebagai
tindakan seluruh masyarakat itu, karena persetujuan individu-individu
untuk membentuk negara mewajibkan individu-individu lain untuk menaati negara yang dibentuk dengan suara terbanyak itu.
Negara yang dibentuk dengan suara terbanyak itu tidak dapat mengambil
hak-hak milik manusia dan hak-hak lainnya yang tidak dapat dilepaskan.
Perjanjian masyarakat tahap kedua ini dinamakan pactum subjectionis.
Menurut John Locke, individu mempunyai hak-hak yang
tidak dapat dilepaskan berupa hak-hak kodrat yang dimiliki individu sebagai
manusia sejak ia hidup dalam keadaan alamiah. Hak-hak itu
mendahului adanya kontrak sosial yang dibuat kemudian, dan karena
itu hak-hak itu tidak dapat dihapuskan dengan adanya kontrak sosial tersebut.
Bahkan, menurut John Locke, fungsi
utama perjanjian masyarakat ialah untuk menjamin dan
melindungi hak-hak kodrat tersebut. Dengan demikian ini, John
Locke mengajarkan negara yang dalam kekuasaannya dibatasi oleh hak-hak
kodrat yang tidak dapat dilepaskan itu. Hak-hak kodrat
disebut juga sebagai hak asasi manusia. Ajaran John Locke menghasilkan
negara yang menghormati hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang dasar
atau konstitusi. Negara yang diatur dengan undang-undang dasar disebut
negara konstitusional.
Menurut John Locke kekuasaan negara dibagi
dalam tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan federatif yang masing-masing terpisah satu sama lain.
Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat peraturan dan undang-undang.
Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undangundang dan di dalamnya
termasuk kekuasaan mengadili, sedangkan kekuasaan federatif adalah segala
kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga
keamanan negara dalam hubungannya dengan negara lain seperti hubungan luar
negeri (alliansi).
2) Thomas Hobbes
Sama dengan John Locke, Thomas Hobbes yanberpendapat bahwa negara
dibentuk melalui perjanjian masyarakat.
Thomas Hobbes menjelaskan kontrak
sosial melalui pemahaman, bahwa
kehidupan manusia terpisah dalam dua zaman, yakni keadaan sebelum
ada negara (status naturalis, state of nature, keadaan
alamiah) dan keadaan bernegara. Bagi Thomas Hobbes, keadaan alamiah
sama sekali bukan keadaan yang aman sentosa, adil dan
makmur. Tetapi sebaliknya, keadaan alamiah itu merupakan suatu keadaan
sosial yang kacau, tanpa hukum yang dibuat manusia secara sukarela dan tanpa
pemerintah, tanpa ikatan-ikatan sosial antarindividu. Dalam keadaan demikian,
hukum dibuat oleh mereka yang fisiknya terkuat sebagaimana keadaan di hutan
belantara. Manusia seakan-akan merupakan binatang dan menjadi mangsa dari
manusia yang secara fisik lebih kuat dari padanya. Keadaan ini dilukiskan dalam
peribahasa Latin, homo homini lupus (manusia saling memangsa satu sama
lain). Manusia saling bermusuhan, berada
terus-menerus dalam keadaan peperangan yang satu melawan yang lain. Keadaan
semacam ini dikenal sebagai bellum omnium contra omnes (perang antara semua
melawan semua). Bukan perang dalam arti peperangan yang terorganisasi, tetapi
perang dalam arti keadaan bermusuhan yang terus-menerus antara individu dan
individu lainnya.
Keadaan serupa itu tidak dapat dibiarkan
berlangsung terus. Manusia dengan akalnya mengerti dan menyadari, bahwa
demi kelanjutan hidup mereka sendiri, keadaan alamiah itu harus diakhiri. Hal ini dilakukan dengan cara
mengadakan perjanjian bersama.
Individu-individu yang tadinya hidup dalam keadaan alamiah berjanji akan
menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau sebuah
badan.
Bagi Thomas Hobbes hanya
terdapat satu macam perjanjian, yakni pactum
subjectionis atau perjanjian pemerintahan dengan jalan
segenap individu yang berjanji menyerahkan semua hak-hak kodrat mereka yang
dimiliki ketika hidup dalam keadaan alamiah kepada seseorang atau sekelompok
orang yang ditunjuk untuk mengatur kehidupan mereka. Akan tetapi perjanjian
saja belumlah cukup. Orang atau sekelompok orang yang ditunjuk itu harus diberi
pula kekuasaan. Negara harus berkuasa penuh sebagaimana halnya dengan binatang
buas, leviathan, yang dapat menaklukkan segenap binatang buas lainnya. Negara
harus diberi kekuasaan yang mutlak sehingga kekuasaan negara tidak dapat
ditandingi dan disaingi oleh kekuasaan apapun. Di dunia ini tidak ada kekuasaan
yang dapat menandingi dan menyaingi kekuasaan negara.
Dengan perjanjian seperti itu
tidaklah mengherankan bahwa Thomas Hobbes mengajarkan negara
yang mutlak, teristimewa negara kerajaan yang absolut. Thomas
Hobbes berpendirian, bahwa hanya negara yang berbentuk negara kerajaan
yang mutlaklah dapat menjalankan pemerintahan yang baik.
3) Montesquieu
Beberapa puluh tahun kemudian, filsuf Perancis
Montesquieu mengembangkan lebih lanjut pemikiran John Locke tentang tiga.
kekuasaan di atas yang sering kita dengar istilah Trias Politica. Dalam
uraiannya ia membagi kekuasaan
pemerintahan dalam tiga cabang, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan
eksekutif, kekuasaan yudikatif. Menurut dia kekuasaan itu haruslah
terpisah-pisah satu sama lain, baik mengenai tugas atau fungsi mengenai alat
perlengkapanatau organ yang menyelenggarakannya, terutama adanya kebebasan
badan yudikatif yang ditekankan oleh Montesquieu. Mengapa? Karena di sinilah
letaknya kemerdekaan individu dan hak asasi manusia itu dijamin dan
dipertaruhkan. Kekuasaan legislatif menurut
Motesquieu adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan menyelenggarakan undang-undang dan kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas penyelenggarakan
undang-undang.
4) Jean Jacques Rousseau
Beliau merupakan pengamat teori perjanjian
masyarakat dan dianggap sebagai bapak Teori Kedaulatan Rakyat. Menurutnya,
negara dibentuk. oleh kemauan rakyat secarasukarela. Kemauan rakyat untuk
membentuk negara disebut kontrak sosial. Individu secara sukarela dan bebas
membuat perjanjian untuk membentuk negara berdasarkan kepentingan mereka.
Negara seba'gai organisasi berkewajiban mewujudkan cita-cita atau kemauan
rakyat yang kemudian dituangkan dalam bentuk kontrak sosialyang berupa
konstitusi negara. Rousseau juga menekankan adanya kebebasan dan persamaan.
Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga-lembaga Pelaksana Kedaulatan Rakyat
Dalam alam demokrasi, segala pendapat atau
perbedaan mengenai masalah kewarganegaraan dan lain-lain yang menyangkut
kehidupan negara dan masyarakat diselesaikan melalui lembaga-Iembaga negara.
Artinya lembaga-Iembaga yang erat hubungannya dengan penyelesaian masalah yang
dihadapi oleh masyarakat melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga
negara, seperti DPR dan DPRD. Cara seperti ini akan melahirkan kebiasaan
menyelesaikan perselisihan dengan tertib dan teratur. Selain itu rakyat harus
diikutsertakan dalam diskusi-diskusi dan bertukar pikiran baik melalui media
elektronika maupun media cetak. Dengan demikian apa yang dikehendaki rakyat
akan mudah diketahui.
Di negara kita terdapat istilah lembaga tinggi
Negara, yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), Komisi Yudisial (KY). Semua
lembaga memiliki tugas melaksakan kedaulatan rakyat. Namun, ada lembaga-Iembaga yang memiliki tugas
pokok menyalurkan kehendak (aspirasi) rakyat yakni Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada level non lembaga tinggi Negara
terdapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Lembaga Lembaga Tinggi Negara
1) Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR
merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga
negara. Pasal 2 (1) UUD 1945 menyatakan, bahwa keanggotaan MPR terdiri atas
anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur
lebih lanjut dengan undang-undang. Pemilihan umum anggota DPR dan anggota DPD
diatur melalui UU No. 12 Tahun 2003. Sedangkan ketentuan tentang susunan dan
kedudukan MPR diatur dengan UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 2 (1) UUD 1945 berarti, bahwa jumlah anggota MPR didasarkan
atas penjumlahan anggota DPR dan anggota DPD (juga diatur dalam Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2003). Keanggotaan MPR
diresmikan dengan Keputusan Presiden (Pasal 3 UU No. 22 Tahun 2003). Jumlah
anggota DPR sebanyak 550 orang (Pasal 17 (1) UU No. 22 Tahun 2003). Sedangkan
jumlah anggota DPD ditentukan, bahwa anggota DPD dari setiap propinsi
ditetapkan sebanyak 4 orang dan jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3
jumlah anggota DPR.
Tugas
dan wewenang MPR diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, bahwa MPR (1) berwenang
mengubah dan menetapkan UUD, (2) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan
(3) hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD.
Tugas
dan wewenang MPR tersebut diatur lebih lanjut dalam UU No. 22 Tahun 2003, bahwa
MPR mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a)
mengubah
dan menetapkan UUD;
b)
melantik
Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam Sidang
Paripurna MPR;
c)
memutuskan
usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden
diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di Sidang Paripurna MPR;
d)
melantik
Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa
jabatannya;
e)
memilih
Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan
jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu
enam puluh hari.
f)
memilih
Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam
masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon
Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam
waktu tiga puluh hari;
g)
menetapkan
Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya,
anggota MPR dilengkapi dengan hak-hak sebagai berikut (Pasal 12 UU No. 22 Tahun
2003):
a)
mengajukan
usul perubahan pasal-pasal UUD;
b)
menentukan
sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
c)
memilih
dan dipilih;
d)
membela
diri;
e)
imunitas;
f)
protokoler;
dan
g)
keuangan
dan administratif.
Di
samping itu, anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai berikut (Pasal 13 UU No.
22 Tahun 2003):
a)
mengamalkan
Pancasila;
b)
melaksanakan
UUD Negara RI Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan;
c)
menjaga
keutuhan negara kesatuan RI dan kerukunan nasional;
d)
mendahulukan
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; dan
e)
melaksanakan
peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.
2. Presiden
Presiden
merupakan salah satu lembaga Negara. Persyaratan calon Presiden dan calon Wakil
Presiden diatur dalam UUD 1945, yakni sebagai berikut:
a)
warga
negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan
lain karena kehendaknya sendiri (Pasal 6 (1) UUD 1945);
b)
tidak
pernah mengkhianati negara (Pasal 6 (1) UUD 1945);
c)
mampu
secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 (1) UUD 1945);
d)
dipilih
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6 A (1) UUD 1945);
e)
diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum
pelaksanaan pemilihan umum (Pasal 6 A (2) UUD 1945).
Syarat-syarat
untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan
undang-undang (Pasal 6 (2) UUD 1945). Dalam Pasal 6 UU No. 23 Tahun 2003
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan, bahwa calon
Presiden dan calon Wakil Presiden harus memenuhi syarat:
a)
bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b)
warga
negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan
lain karena kehendaknya sendiri;
c)
tidak
pernah mengkhianati negara;
d)
mampu
secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden dan Wakil Presiden;
e)
bertempat
tinggal dalam wilayah negara kesatuan RI;
f)
telah
melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan
kekayaan penyelenggara negara;
g)
tidak
sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan
hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
h)
tidak
sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
i)
tidak
sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap;
j)
tidak
pernah melakukan perbuatan tercela;
k)
terdaftar
sebagai pemilih;
l)
memiliki
nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban pajak selama
lima tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;
m) memiliki daftar
riwayat hidup;
n)
belum
pernah menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden selama dua kali masa
jabatan dalam jabatan yang sama;
o)
setia
kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi 17
Agustus 1945;
p)
tidak
pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana makar berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
q)
berusia
sekurang-kurangnya 35 tahun;
r)
berpendidikan
serendah-rendahnya SLTA atau yang
sederajat;
s)
bukan
bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk
organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G 30 S/PKI;
t)
tidak
pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara lima tahun atau lebih.
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan
selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama, hanya untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7 UUD 1945). Presiden RI
memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, yang dalam melakukan kewajibannya
Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden (Pasal 4 UUD 1945). Kekuasaan
Presiden yang diatur dalam UUD 1945 adalah:
a)
mengajukan
rancangan undang-undang dan membahsnya bersama DPR (Pasal 5 (1) dan Pasal 20
(2) UUD 1945);
b)
menetapkan
Peraturan Pemerintah (Pasal 5 (2) UUD 1945);
c)
memegang
kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara
(Pasal 10 UUD 1945);
d)
menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan
DPR (Pasal 11 (1) UUD 1945);
e)
menyatakan
keadaan bahaya (Pasal 12 UUD 1945);
f)
mengangkat
dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13
UUD 1945);
g)
memberi
grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA (Pasal 14 (1) UUD
1945);
h)
memberi
amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 (2) UUD
1945);
i)
memberi
gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15 UUD 1945);
j)
membentuk
suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan
kepada Presiden (Pasal 16 UUD 1945);
k)
mengangkat
dan memberhentikan menteri-menteri negara (Pasal 17 (2) UUD 1945);
l)
mengajukan
rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara (Pasal 23 (2)
UUD 1945).
3) Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebuah
lembaga tinggl negara yang berkedudukan sejajar dengan lembaga tinggi negara
lainnya, yang berfungsi sebagai dewan legislatif dan rekan kerja pemerintah
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi jalannya roda
pemerintahan. Kedudukan dewan ini
sangat kuat, sebab tidak bisa dibubarkan oleh presiden. Semua anggota DPR
adalah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Dewan ini berkewajiban mengawasi segala
tindakan Presiden dalam rangka pelaksanaan haluan negara. Apabila DPR
menganggap bahwa Presiden benar-benar melanggar haluan negara, DPR berhak
menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Presiden. Apabila dalam waktu tiga
bulan Presiden tidak memperhatikan memorandum DPR itu, DPR mengajukan
memorandum kedua. Lalu apabila dalam waktu satu bulan memorandum yang kedua
tidak diindahkan oleh presiden, DPR dapat meminta MPR untuk mengadakan. Sidang
Istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden.
Dalam hal ini pembentukan undang-undang, DPR
memiliki. peranan yang sangat besar. Setiap rancangan undang-undang menghendaki
persetujuan DPR. Apabila rancangan undang-undang yang diajukan pemerintah tidak
dapat persetujuan DPR, maka rancangan itu tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPR masa itu.
Apabila terjadi kepentingan yang memaksa,
pemerintah berhak; menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang
kemudian peraturan pemerintah ini juga haru mendapat persetujuan DPR. Oleh
karena itu DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat memiliki peran yang sangat
besar sebagai penyalur aspirasi rakyat.
Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum
(Pasal 19 (1) UUD 1945). Sedangkan susunan keanggotaan DPR diatur melalui
undang-undang (Pasal 19 (2) UUD 1945). Dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD ditentukan jumlah anggota DPR
sebanyak 550 orang yang berasal dari anggota partai politik peserta pemilihan
umum (Pasal 16 dan Pasal 17 UU No. 22 Tahun 2003).
Fungsi DPR ditegaskan dalam Pasal 20A (1) UUD
1945, bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan. Fungsi legislasi DPR antara lain diwujudkan dalam pembentukan
undang-undang bersama Presiden. Fungsi anggaran DPR berupa penetapan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diajukan Presiden. Sedangkan fungsi
pengawasan DPR dapat meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,
pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, dan
pengawasan terhadap kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa UUD 1945.
Tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia ialah sebagai berikut.
a) Bersama-sama dengan Presiden membentuk
undang-undang.
b) Bersama-sama dengan Presiden menetapkan APBN
c) Melaksanakan pengawasan terhadap:
1) Pelaksanaan undang-undang,
2) Pelaksanaan APBN serta pengolahan keuangan
negara,
3) Kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa UUD
1945 dan TAP MPR RI.
d) Membahas hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang diberitahukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan yang disampaikan Rapat Paripurna untuk dipergunakan sebagai bahan pengawasan.
.
e) Membahas uhtuk meratifikasi dan/atau
memberikan persetujuan atas keadaan pernyataan . perang, serta pembuatan
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh presiden.
f) Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan
pengaduan masyarakat.
g) Melaksanakan hal-hal yang ditugaskan oleh TAP
MPR RI dan/atau Undang-Undang kepada DPR RI.
Dalam menjalankan fungsi-fungsinya seperti di
atas, anggota DPR dilengkapi dengan beberapa hak, seperti hak interpelasi, hak
angket, dan hak menyatakan pendapat (Pasal 20A (2) UUD 1945). Di samping itu,
anggota DPR juga memiliki hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan
pendapat, hak imunitas (Pasal 20A (3) UUD 1945).
a) Hak interpelasi, yaitu hak untuk meminta
keterangan kepada Presiden.
b) Hak angket, yaitu hak untuk mengubah rancangan
undang-undang yang diajukan presiden.
c) Hak amandemen, yaitu hak untuk mengubah
rancangan undang-undang yang diajukan Presiden. .
d) Hak petisi, yaitu hak untuk mengajukan usul,
saran, dan anjuran kepada Presiden.
e) Hak inisiatif, yaitu hak untuk mengajukan
rancangan undang-undang.
f) Hak budget, yaitu hak untuk mengesahkan
rancangan Anggaran Pendapatsan Negara dan Belanja Negara (RAPBN) menjadi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
g) Hak bertanya, yaitu hak untuk bertanya kepada
pemerintah tentang sesuatu hal secara tertulis.
4. Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
BPK
merupakan lembaga negara yang bebas dan mandiri dengan tugas khusus untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (Pasal 23 E (1) UUD
1945). Kedudukan BPK yang bebas dan mandiri, berarti terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan pemerintah, karena jika tunduk kepada pemerintah tidaklah mungkin
dapat melakukan kewajibannya dengan baik. Namun demikian, BPK bukanlah badan
yang berdiri di atas pemerintah.
Dalam
melaksanakan tugasnya, BPK berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan
oleh setiap orang, badan/instansi pemerintah, atau badan swasta sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang.
Pembentukan
BPK pada hakikatnya memperkuat pelaksanaan pemerintahan yang demokratik, sebab
pengaturan kebijaksanaan dan arah keuangan negara yang dilakukan DPR belum
cukup. BPK dalam hal ini mengawasi apakah kebijaksanaan dan arah keuangan
negara yang dilaksanakan oleh pemerintah sudah sesuai dengan tujuan semula dan
apakah sudah dilaksanakan dengan tertib. Hasil pemeriksaan BPK diserahkan
kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya (Pasal 23 E (2) UUD
1945).
5. Mahkamah Agung
(MA)
MA
merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman di samping sebuah
Mahkamah Konstitusi di Indonesia (Pasal
24 (2) UUD 1945). Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, MA membawahi beberapa
macam lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (Pasal 24 (2) UUD 1945).
Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 (1) UUD 1945). Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya,
MA terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lembaga lainnya.
Sebagai lembaga judikatif, MA memiliki kekuasaan dalam memutuskan permohonan
kasasi (tingkat banding terakhir), memeriksa dan memutuskan sengketa tentang
kewenangan mengadili, dan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. MA juga berwenang untuk menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang serta
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
6. Mahkamah
Konstitusi
UUD
1945 menyebutkan adanya Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi memiliki
kewenangan untuk (1) mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji
undang-undang terhadap UUD, (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD, (3) memutus pembubaran partai politik, dan
(4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (Pasal 24 C (1)), serta
(5) wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD (Pasal 24 C (2) UUD 1945).
Mahkamah
Konstitusi beranggotakan sembilan hakim konstitusi, di mana tiga anggota
diajukan oleh MA, tiga anggota diajukan oleh DPR, dan tiga anggota diajukan
oleh Presiden (Pasal 24 C (3) UUD 1945). Hakim konstitusi harus memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai
konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara
(Pasal 24 C (5) UUD 1945). Di samping itu, Pasal 16 UU No. 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi mensyarakat juga, bahwa calon hakim konstitusi
harus memenuhi syarat:
a)
warga
negara Indonesia;
b)
berpendidikan
sarjana hukum;
c)
berusia
sekurang-kurangnya 40 tahun pada saat pengangkatan;
d)
tidak
pernah dijatuhi pidana penjara dengan hukuman
lima tahun atau lebih;
e)
tidak
sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
f)
mempunyai
pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 tahun;
g)
membuat
surat pernyataan tentang kesediaannya untuk menjadi hakim konstitusi.
7. Dewan Perwakilan
Daerah (DPD)
Keberadaan DPD sebagai lembaga negara diatur
dalam UUD 1945 hasil Amandemen yakni pada pasal 22, yakni:
1)
Sesuai dengan Anggota DPD dipilih dari setiap
provinsi melalui pemilu [Pasal 22C (1)***
2)
Anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya
sama dan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih 1/3 jumlah anggota DPR
[Pasal 22C (2)***]
3)
Anggota DPD dapat diberhentikan dari
jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalamundang-undang[Pasal
22D (4)***]
Tugas dn wewenang DPD adalah:
1)
DPD dapat mengajukan usul kepada DPR tentang
Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
pertimbangan keuangan pusat dan daerah, serta berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
2)
DPD mengusulkan Rancangan Undang-Undang
sebagaimana di maksud dalam point (a) di atas, kepada DPR dan DPR mengundang
DPD untuk membahas sesuai dengan tata tertib DPR.
3)
Pembahasan Rancangan Undang-Undang sebagaimana
dimaksud dalam point (b) di atas dilakukan sebelum DPR membahas Rancangan
Undang-Undangan dengan Pemerintah
4)
DPD bersama
DPR ikut membahas Rancangan Undang-Undang yang berkiatan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah, serta berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
5)
DPD dapat memberi pertimbangan kepad DPR atas
Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
6)
DPD dapat melakukan pengawasan atas
pelaksanaan Undang-Undang yang berkaiatan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan pajak, pendidikan dan agama
8. Komisi Yudisial (KY)
Komisi
Yudisial (KY) adalah lembaga yang
mandiri yang dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24 B (3) UUD
1945). Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di
bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela
(Pasal 24 B (2) UUD 1945).
Komisi
Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung serta menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim (Pasal 24 B (1) UUD 1945).
Sebagaimana dijelas di atas selain Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di negara kita
yang memiliki tugas pokok pelaksana kedaulatan rakyat adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
merupakan badan legislatif di daerah. Badan ini mewakili seluruh rakyat di
daerahnya. Sebagian besar anggota DPRD dipilih melalui pemilihan Umum.
DPRD dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan, bahwa DPRD terdiri
atas DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. DPRD merupakan lembaga perwakilan
rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan
daerah (Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004).
DPRD Propinsi merupakan lembaga perwakilan
rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga daerah propinsi (Pasal 60 UU
No. 22 Tahun 2003). Sedangkan DPRD Kabupaten/Kota merupakan lembaga perwakilan
rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah
kabupaten/kota (Pasal 76 UU No. 22 Tahun 2003). Fungsi DPRD secara umum sama
dengan fungsi DPR, yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan.
DPRD mempunyai tugas dan wewenang sebagai
berikut.
1)
Memilih gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil
bupati, dan walikota/wakil walikota.
2)
Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian
Gubernur, Bupati dan Walikota kepada Presiden.
3)
Bersama dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
4)
Bersama dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota
membentuk peraturan daerah.
5)
Melakukan pengawasan terhadap:
pelaksanaan
peraturan daerah dan peraturan perundang-uhdangan lain;
a) pelaksanaan
peraturan-peraturan dan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota;
b) pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c) kebijakan Pemerintah Daerah yang disesuaikan dengan pola dasar pembangunan daerah;
d) pelaksanaan kerjasama internasional di daerah.
6)
Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
pemerintah terhadap rencaha perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan
daerah;
7)
Menampung dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang
terssebut, DPRD mempunyai hak untuk:
1)
Meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati,
Walikota;
2)
Meminta keterangan kepada pemerintah daerah; .
3)
Mengadakan penyelidikan;
4)
Mengadakan perubahari atas rancangan peraturan
daerah;
5)
Mengajukan pernyataan pendapat;
6)
Mengajukan rancangan peraturan daerah;
7)
Mengajukan anggaran DPRD.
Sistem
Pemerintahan Negara Indonesia
Ada
dua jenis sistem pemerintahan yang terkenal dalam ilmu negara, yakni sistem
parlementer dan sistem presidensil.
1. Sistem Parlementer
Perdana
menteri merupakan kepala pemerintahan, presiden hanya sebagai kepala negara.
Kepala negara dapat juga berupa raja, kaisar yang memperoleh hak waris secara
turun-temurun. Pemegang kekuasaan eksekutif dalam negara adalah perdana
menteri. Perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen yang merupakan
lembaga perwakilan rakyat dan dapat dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi tidak
percaya. Negara yang menganut sistem ini di antaranya Inggris, India, Pakistan,
Ukraina, dan Jepang.
2. Sistem Presidensil
Pada
sistem presidensil, kepala negara dan kepala pemerintah pegang oleh presiden.
Ini berarti presiden memegang kekuasaan eksekutif dalam negara. Menterimenteri
negara diangkat dan ditunjuk oleh presiden, sehingga mereka bertanggung jawab
kepada presiden. Presiden menjalankan fungsi eksekutif dan bertanggung jawab
kepada lembaga perwakilan rakyat yang merupakan lembaga legislatif. Presiden
tidak bisa dijatuhkan oleh lembaga legislatif tetapi jugatidak bisa membubarkan
lembaga legislatif. Negara yang menganut sistem ini di antaranya Amerika
Serikat, Filipina, dan Indonesia.
Dalam
pemerintahan sislem parlementer, hubungan antara badan legislatif dengan badan
eksekulif sangat erat. Keanggotaan badan legislatif dipilih oleh rakyat melalui
pemilihan umum. Adapun badan eksekutif atau kabinet yang dipimpin oleh seorang
perdana menteri dipilih berdasarkan dukungan suara terbanyak dari badan
legislatif (dewan perwakilan rakyat).
Kabinet
yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan beetanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, kedudukan kabinet sangat bergantung kepada
Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila kabinet dapat mempertanggungjawabkan
tindakannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat, tidak akan terjadi sesuatu hal.
Namun, jika badan perwakilan rakyat tidak dapat menerima pertanggungjawaban
kabinet, maka kemungkinannya dewan peewakilan rakyat akan menjatuhkan kabinet
dengan mosi tidak percaya.
Karena
sangat bergantung kepada badan perwakilan rakyat, posisi pemerintahan dengan
sistem parlementee sangat labil. Apalagi kalau persaingan memperebutkan kursi
di badan legislatif sangat tinggi. Hal ini biasanya terjadi apabila terdapat
jumlah partai yang banyak dalam memperebutkan suara mayoritas di lembaga
legislatif. dan kabinet terbentuk berdasarkan koalisi beberapa partai.
Sistem
parlementer pernah diterapkan di Indonesia dari tahun 1945 sampai dengan tahun
1959 yang membawa akibat sering terjadinya pergantian kabinet. Sistem ini masih
dianut sampai sekarang terutama di negara-negara Belanda, Belgia, dan Perancis.
Berbeda
dengan sistem parlementer, dalam sistem presidentil hubungan antara badan
legislatif dan badan eksekutif bersifat fungsional. Artinya, badan yang satu
tidak bergantung pada yang lainnya. Badan eksekutif terpisah dari badan
legislatif atau parlemen. Sistem ini merupakan aplikasi dari teori pemisahan
kekuasaan.
Teori
ini merupakan pikiran John Locke yang kemudian dikembangkan oleh Montesquieu.
Menurut John Locke. kekuasaan negara terpisah antara kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan federatif. Dalam hal ini badan legislatif memiliki kekuasaan
untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan federatif meliputi kekuasaan yang
tidak termasuk kekuasaan legislatif dan eksekutif, seperti mengadakan kerja
sama dan aliansi dengan negara lain di luar negeri.
Sama
seperti John Locke, Mostesquieu membagi kekuasaan negara secara terpisah atas
tiga jenis. yakni kekuasaan legislatif, eksekutif. dan yudikatif. Bedanya
dengan John Locke, Montesquieu menegaskan bahwa kekuasaan yudikatif adalah
mengawasi dan mengambil tindakan apabila eksekutif yang bertugas melaksanakan
undang-undang terbukti menyimpang dari undang-undang yang digariskan.
Pemisahaan kekuasaan seperti tersebut di atas masih diterapkan seperti di
Amerika Serikat, itupun tidak semurni ajaran Montesquieu. Di negara ini,
kekuasaan legislatif dipegang oleh Kongres, kekuasaan eksekutif dipegang oleh
Presiden, dan kekuasaan yudikalif dijalankan oleh Mahkamah Agung. Masing-masing
badan berdiri sendiri. Kekuasaannya sudah dibatasi sehingga keseimbangan
kekuasaan saan antara ketiga badan tadi dapat diwujudkan. Ketiga badan itupun
memiliki kedudukan yang sederajat sehingga mereka bisa saling mengawasi.
Prinsip inilah yang dinamakan pengawasan dan keseimbangan dalam pemerintahan
Amerika Serikat.
Sistem
Pemerintahan Indonesia
Dilihat
dari teori kenegaraan pemerintahan Indonesia menganut sistem presidensial. Hal
ini didasarkan pasa 17 UUD 1945 yang berbunyi:
a)
Presiden
dibantu oleh menteri-menteri negara
b)
Menteri-menteri
itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
c)
Setiap
menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan
Adapun
beberapa kunci pokok sistem pemerintahan negara Indonesia menurut UUD 1945
adalah sebagai berikut.:
a)
Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
Hal
ini menunjukan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), bukan
berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).
b)
Sistem
konstitusional . .
Pemerintahan
negara berdasarkan atas konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas). .
c)
Kekuasaan
negara yang tertinggi berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
d)
Presiden
ialah penyelenggara pemerintahan negara
e)
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
f)
Presiden
harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk undangundang
(UU) dan menetapkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu,
presiden harus bekerja bersama-sama dengan dewan, tetapi presiden tidak
bertanggung jawab kepada dewan, artinya kedudukan presiden tergantung pada
dewan.
g)
Menteri
negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
h)
Presiden
mengangkat dan memberhentikan menteri. Menteri ini tidak bertanggung jawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan kedudukannya tidak tergantung kepada dewan.
i)
Kekuasaan
kepala negara tak terbatas
j) Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab
kepada Dewan perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator", artinya
kekuasaan tidak terbatas. Ini berarti kekuasaan kepala Negara di batasi oleh
undang-undang.
assalamualaikum pak.
ReplyDeleteyang benar yang mana pak?
di buku guru bab 3 ttg hukum.
hanya di silabusnya bab 3 ttg kedaulatan negara.
yg di ikuti buku guru atau silabusnya pak?
Ikuti silabus
DeleteTerima kasih telah berbagi. Terima kasih atas pemberian dan kemurahan yang selalu senantiasa membantu kami melalui tulisan yang ada di blog ini. Kebaikan adalah apa yang kamu lakukan, dan kamu melakukannya dengan sangat baik. Terima kasih banyak.
ReplyDelete