Berdasarkan Peraturan Menteri LHK atau Permen LHK Nomor 27 Tahun 2021 Tentang Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, yang dimaksud Indeks Kualitas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat IKLH adalah nilai yang menggambarkan kualitas Lingkungan Hidup dalam suatu wilayah pada waktu tertentu, yang merupakan nilai komposit dari Indeks Kualitas Air, Indeks Kualitas Udara, Indeks Kualitas Lahan, dan Indeks Kualitas Air Laut. Indeks Kualitas Air (IKA) adalah suatu nilai yang menggambarkan kondisi kualitas air yang merupakan nilai komposit parameter kualitas air dalam suatu wilayah pada waktu tertentu. Indeks Kualitas Udara (IKU) adalah ukuran yang menggambarkan kualitas udara yang merupakan nilai komposit parameter kualitas udara dalam suatu wilayah pada waktu tertentu. Indeks Kualitas Air Laut (IKAL) adalah suatu nilai yang menggambarkan kondisi kualitas air laut yang merupakan nilai komposit dari beberapa parameter kualitas air laut dalam suatu wilayah pada waktu tertentu. Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL) adalah nilai yang menggambarkan kualitas Tutupan Lahan yang dihitung dari kondisi tutupan hutan dan tutupan vegetasi non hutan. Indeks Kualitas Ekosistem Gambut (IKEG) adalah nilai yang menggambarkan kualitas Ekosistem Gambut yang merupakan nilai komposit dari beberapa parameter kualitas Ekosistem Gambut dalam suatu wilayah pada waktu tertentu. Indeks Kualitas Lahan (IKL) adalah nilai yang menggambarkan kualitas lahan yang terdiri dari Indeks Kualitas Tutupan Lahan dan Indeks Kualitas Ekosistem Gambut. Sedangkan Indeks Pencemaran adalah angka yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan.
Dinyatakan dalam Peraturan Menteri LHK atau Permen LHK Nomor
27 Tahun 2021 Tentang Indeks Kualitas Lingkungan Hidup bahwa Menteri
menyelenggarakan penghitungan IKLH. Penghitungan IKLH diselenggarakan melalui koordinasi
dengan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Dalam
menyelenggarakan penghitungan IKLH, Menteri menugaskan Direktur Jenderal.
Penghitungan IKLH dilaksanakan dengan tahapan: perencanaan dan pelaksanaan.
Perencanaan IKLH terdiri
atas: pembinaan dan tata kelola penghitungan IKLH. Direktur Jenderal melakukan pembinaan
kepada pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
melakukan penghitungan IKLH. Pembinaan tersebut dilakukan pada aspek: pemilihan
lokasi pemantauan; metode pengambilan data; dan perhitungan kualitas Lingkungan
Hidup. Pemilihan lokasi pemantauan dilakukan dengan mempertimbangkan
keterwakilan atas kualitas media Lingkungan Hidup. Kualitas media Lingkungan Hidup
meliputi air, udara ambien, air laut, dan lahan. Media lahan meliputi Tutupan
Lahan; dan Ekosistem Gambut.
Lokasi pemantauan kualitas air
harus memenuhi kriteria: a) mewakili sumber pencemar; b) pada outlet daerah
aliran sungai utama; c) pada titik intake pengolahan air minum; d) pada danau,
waduk atau situ; dan/atau e) pada aliran Badan Air kawasan hulu yang belum
terpengaruh aktivitas manusia. Lokasi pemantauan kualitas udara ambien harus memenuhi
kriteria: a) daerah padat transportasi yang meliputi jalan utama dengan lalu
lintas padat; b) daerah atau kawasan industri; c) pemukiman padat penduduk; dan
d) kawasan perkantoran yang tidak terpengaruh langsung transportasi.
Lokasi pemantauan kualitas air
laut harus memenuhi kriteria: a) muara sungai utama; b) lokasi yang berpotensi terdampak
dari kegiatan daratan atau lautan; dan/atau c) ekosistem penting, berupa: 1. mangrove;
2. terumbu karang; 3. padang lamun; 4. estuari; dan/atau 5. ekosistem penting lainnya
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peraturan perundang-undangan.
Lokasi pemantauan kualitas Tutupan Lahan meliputi: kawasan hutan dan areal
penggunaan lain. Lokasi pemantauan kualitas Ekosistem Gambut meliputi: Ekosistem
Gambut dengan fungsi lindung dan Ekosistem Gambut dengan fungsi budi daya.
Selenjutnya dinyatakan dalam
Peraturan Menteri LHK atau Permen LHK
Nomor 27 Tahun 2021 Tentang Indeks Kualitas Lingkungan Hidup bahwa metode pengambilan
data harus memenuhi ketentuan: waktu dan frekuensi pengambilan data dan parameter.
Waktu dan frekuensi pengambilan data dilakukan dengan ketentuan: a) untuk air, dilakukan
paling sedikit 1 (satu) kali pada setiap musim kemarau dan musim hujan; b)
untuk udara ambien jika: (1) menggunakan alat manual pasif: a) dilakukan paling
sedikit 1 (satu) kali pada setiap musim kemarau dan musim hujan, masing-masing sampel
diambil selama 14 (empat belas) hari; atau b) dilakukan paling sedikit 2 (dua) kali
pada setiap musim kemarau dan musim hujan, masing-masing sampel diambil selama 7
(tujuh) hari; (2) menggunakan alat manual aktif dilakukan paling sedikit 2
(dua) kali dalam 1 (satu) bulan, masing-masing sampel diambil selama 24 (dua
puluh empat) jam; (3) menggunakan alat stasiun pemantau kualitas udara ambien permanen
paling sedikit 292 (dua ratus sembilan puluh dua) data harian setiap tahun;
atau (4) menggunakan alat stasiun pemantau kualitas udara ambien bergerak
paling sedikit 240 (dua ratus empat puluh) data harian per tahun; c) untuk air
laut, dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali pada setiap musim barat dan musim
timur; dan d) untuk Tutupan Lahan dan Ekosistem Gambut, dilakukan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dalam rentang waktu 1 (satu) tahun
sebelum tahun penghitungan.
Pengambilan data untuk air,
udara ambien, dan air laut dilakukan dengan cara pengambilan sampel dengan
ketentuan: a) untuk air, harus mewakili hulu, tengah, dan hilir; b) untuk udara
ambien, harus mewakili: lokasi pada setiap provinsi paling sedikit 3 (tiga)
kabupaten/kota; dan titik pengambilan sampel pada setiap kabupaten/kota
berjumlah 4 (empat) titik; dan c) untuk laut, paling sedikit 3 (tiga) titik
yang mewakili lokasi prioritas provinsi. Pengambilan data untuk Tutupan Lahan
dan Ekosistem Gambut dilakukan dengan menggunakan: citra satelit; dan/atau foto
udara.
Ketentuan Parameter dalam
pengambilan data meliputi: a) untuk air: 1. derajat keasaman (pH); 2. kebutuhan
oksigen biokimiawi (BOD); 3. kebutuhan oksigen kimiawi (COD); 4. padatan
tersuspensi total (TSS); 5. oksigen terlarut (DO); 6. nitrat (NO3-N); 7. total
fosfat (T-Phosphat); 8. total nitrogen; 9. fecal coliform; 10. klorofil-a;
dan/atau 11. transparansi; b) untuk udara ambien: 1. sulfur dioksida (SO2); dan
2. nitrogen dioksida (NO2); c) untuk air laut: 1. padatan tersuspensi total
(TSS); 2. minyak dan lemak; 3. amonia total (NH3-N); 4. ortofosfat (PO4-P); dan
5. oksigen terlarut (DO); d) untuk Tutupan Lahan: 1. luasan tutupan hutan; dan
2. luasan tutupan vegetasi non hutan; dan e) untuk Ekosistem Gambut: 1. areal terdampak
Kanal; 2. areal bekas kebakaran; 3. Tutupan Lahan; 4. tinggi muka air tanah;
dan/atau 5. areal yang terekspos sedimen berpirit dan/atau kuarsa di bawah
lapisan Gambut.
Perhitungan kualitas
Lingkungan Hidup dilakukan menggunakan data sesuai parameter yang ditentukan di
atas. Hasil perhitungan kualitas Lingkungan Hidup disusun dalam bentuk indeks,
meliputi: a) IKA; b) IKU; c) IKAL; d) IKTL; e) IKEG; dan f) IKL. IKL disusun
dengan menggunakan data dan informasi IKTL dan IKEG. Ketentuan mengenai pemilihan
lokasi pemantauan, metode pengambilan data dan perhitungan kualitas Lingkungan
Hidup tercantum dalam: Lampiran I, untuk IKA; Lampiran II, untuk IKU; Lampiran
III, untuk IKAL; Lampiran IV, untuk IKTL; Lampiran V, untuk IKEG; Lampiran VI,
untuk IKL; dan Lampiran VII, untuk IKLH, yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Dan Kehutanan Permen LHK Nomor 27 Tahun 2021 Tentang Indeks Kualitas Lingkungan
Hidup ini
Selengkapnya silahkan baca Peraturan Menteri LHK atau Permen LHK Nomor
27 Tahun 2021 Tentang Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, melalui salinan
dokumen yang terdapat di bawah ini
Demikian informasi tentang Peraturan Menteri LHK atau Permen LHK Nomor
27 Tahun 2021 Tentang Indeks Kualitas Lingkungan Hidup. Semoga ada
manfaatnya.