Apa nilai-nilai kultural yang disepakati bersama Masyarakat Indonesia ? dan apa pula nilai-nilai kultural nasional Indonesia. Pada pembahasan ini kita akan mempelajar beberapa nilai-nilai kultural yang disepakati bersama Masyarakat Indonesia sehingga menjadi nilai-nilai kultural nasional Indonesia. Sebagaimana diketahui nilai-nilai kultural atau budaya merupakan sesuatu hal yang dianggap berharga oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa tertentu. Nilai-nilai budaya dapat membatasi dan memberikan karakteristik tertentu dalam kehidupan masyarakatnya serta kebudayaan yang ada dalam masyarakat itu sendiri.
Nugroho
Notosusanto menyatakan bahwa bahwa sistem nilai–nilai budaya di masyarakat
tersebut menjadi pokok pembahasan fenomena dari kebudayaan, karena nilai-nilai
budaya yang ada tersebut mempengaruhi dan sebagai penentu berbagai elemen
bidang yang terdapat pada struktur permukaan dari kehidupan manusia yang mana
elemen-elemen tersebut dapat meliputi nilai-nilai budaya sebagai kesatuan
perilaku sosial individu di masyarakat dan benda-benda (merupakan hasil
kebudayaan) sebagai kesatuan material.
Pengertian Nilai
Dalam
kamus besar bahasa indonesia menerangkan mengenai pengertian nilai, dimana
nilai didefinisikan sebagai kadar, mutu, atau sifat yang penting dan berguna
bagi kemanusiaan. Pengertian nilai secara menyeluruh adalah konsep-konsep umum
tentang sesuatu dianggap baik, patut, layak, pantas yang keberadaannya dicita-citakan,
diinginkan, dihayati, dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari dan menjadi
pedoman kehidupan bersama di dalam kelompok masyarakat tersebut, mulai dari
unit kesatuan sosial terkecil hingga suku, bangsa, dan masyarakat
internasional.
Berikut
beberapa pengertian nilai menurut para ahli antara lain sebagai berikut:
•
Anthony
Giddens menyatakan nilai adalah gagasan-gagasan yang dimiliki oleh seseorang
atau kelompok tentang apa yang dikehendaki, apa yang layak, dan apa yang baik
atau buruk.
•
Horton
dan Hunt menyatakan nilai adalah gagasan tentang apakah pengalaman tersbeut berarti
atau tidak. Nilai ada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan
seseorang, akan tetapi nilai tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tersebut
benar atau salah.
•
Robert
MZ Lawang menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan yang pantas,
berharga, dan dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang dinilai
tersebut.
•
Clyde
Cluckhohn menyatakan nilai adalah sebuah konsepsi, eksplisit atau implisit yang
khas milik seseorang individu atau suatu kelompok tentang yang seharusnya
diinginkan yang memengaruhipilihan yang tersedia dari bentuk-bentuk, cara-cara
dan tujuan-tujuan tindakan.
•
menyatakan
Alvin L Bertrand menyatakan nilai sosial adalah suatu kesadaran dan emosi yang relative
lestari terhadap suatu obyek gagasan.
•
Koenjaraningrat
menyatakan nilai adalah terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam
fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai halhal yang mereka anggap
amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi
dan rujukan dalam bertindak.
Macam-macam Nilai
Menurut
Notonegoro, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu nilai material, nilai
vital, dan nilai kerohanian.
1. Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi
kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
2. Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna
bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi:
a.
nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
b.
nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan
c.
manusia;
d.
nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak
(karsa)manusia;
e.
nilai religius (agama) yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak
yang bersumber pada kepercayaan atau keyakinanmanusia.
Nilai
Menurut Waber G.Everet:
a. Nilai-nilai ekonomi (economic values).
b. Nilai-nilai rekreasi (recreation values)
c. Nilai-nilai perserikatan (association values)
d. Nilai-nilai kejasmanian (body values)
e. Nilai-nilai watak (character values)
Ciri-ciri
Nilai
Ciri-ciri
nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah Sebagai berikut.
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam
kehidupan manusia.
b. Nilai memiliki sifat normatif.
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan
manusia adalah pendukung nilai.
Pengertian Kebudayaan
(kultur atau kultural)
Kebudayaan
dimiliki oleh setiap masyarakat. Perbedaan terletak pada kesempurnaan
kebudayaan yang satu bebrbeda dengan kepunyaan masyarakat lain nya, di dalam perkembangan
nya kebudayan digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat. Didalam
hubungan nya diatas, maka kebudayaan biasanya disebut sebagai sebuah peradaban
(civilization), namun hal tersebut diabatasi pada kebudayaan yang sudah tinggi saja.
Ada
7 Unsur Kebudayaan Universal menurut Koentjaraningrat yaitu:
1. Bahasa
2. Sistem Pengetahuan
3. Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi
Sosial
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
5. Sistem Mata Pencaharian Hidup
6. Sistem Religi
7.
Kesenian
Secara
garis besar, seluruh kebudayaan yang ada di dunia ini memiliki sifat-sifat
hakikat yang sama. Sifat-sifat hakikat kebudayaan sebagai berikut:
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku
manusia.
2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului
lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi
yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan
tingkah lakunya.
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan
kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak,
tindakantindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
Pada
umumnya, unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah sebagai
berikut:
1. Unsur Kebudayaan kebendaan, seperti alat-peralatan
yang terutama sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat bagi
masyarakat yang menerimanya, contohnya adalah pada alat tulis menulis yang
banyak dipergunakan orang Indonesia yang diambil dari unsur-unsur kebudayaan
barat.
2. Unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat besar
misalnya radio transistor yang banyak membawa kegunaan terutama sebagai alat mass-media.
Nilai Budaya
Nilai
budaya merupakan nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat.
Koentjoroningrat (1984) mengemukakan bahwa nilai budaya itu adalah tingkat
pertama kebudayaan ideal atau adat. Nilai budaya merupakan lapisan paling
abstrak dan luas ruang lingkupnya. Jadi, nilai budaya adalah suatu yang
dianggap sangat berpengaruh dan dijadikan pegangan bagi suatu masyarakat dalam
menentukan seseorang berperikemanusiaan atau tidaknya.
Suatu
sistem nilai-nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam
pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka
anggap sangat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu system nilai budaya
biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem tata
kelakuan manusia yang tingkatnya lebih kongkrit, seperti aturan-aturan khusus,
hukum, dan nilai budaya tersebut.
Koentjoroningrat
(1984: 4) mengungkapkan bahwa nilai budaya dikelompokkan ke dalam lima pola
hubungan, yakni: (1) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, (2)
nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, (3) nilai budaya dalam
hubungan manusia dan masyarakat, (4) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan
orang lain atau sesama, (5) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Dalam
kenyataan bahwa manusia tidak hidup di dalam alam hampa. Manusia hidup sebagai
manusia yang bermasyarakat, tidak mungkin tanpa kerja sama dengan orang lain.
Secara lahiriah dan batiniah maka manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling
sempurna disbanding dengan makhluk lain, karena pada manusia selain kehidupan
ia juga mempunyai kemampuan untuk berfikir dan berkarya. Masyarakat adalah
suatu kelompok manusia, yang di antara para anggotanya terjadi komunikasi,
pertalian, dan akhirnya saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Hal
tersebut dilakukan oleh para anggota masyarakat dalam suatu golongan karena
manusia tidak bisa hidup sendiri.
Dalam
masyarakat lama terbentuk segolongan masyarakat dengan cara mengikat atau
interatif. Dalam masyarakat seperti ini manusia tunduk kepada aturan-aturan dan
adat kebiasaan golongan tempat mereka hidup. Hal ini dilakukan karena mereka
menginginkan kehidupan yang stabil, kokoh, dan harmonis. Jika hal itu tercapai,
manusia dalam masyarakat tersebut tidak terlihat peranannya, yang lebih jelas
tampak ke luar justru kebersamaannya. Segala macam masalah menjadi masalah
bersama dan harus diselesaikan bersama.
Nilai
budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat adalah nilai-nilai yang
berhubungan dengan kepentinggan para anggota masyarakat, bukan nilai yang
dianggap penting dalam satu anggota masyarakat sebagai individu, sebagai
pribadi. Individu atau perseorangan berusaha mematuhi nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat karena dia berusaha untuk mengelompokkan diri dengan anggota
masyarakat yang ada, yang sangat mementingkan kepentingan bersama bukan
kepentingan diri sendiri.
Nilai-Nilai Kultural
Yang Disepakati Bersama Masyarakat Indonesia Sehingga Menjadi Nilai-Nilai
Kultural Nasional Indonesia
Nilai-nilai kultural yang disepakati bersama masyarakat indonesia sehingga menjadi nilai-nilai kultural nasional Indonesia antara lain: gotong royong, tolong menolong, kekeluargaan, kemanusiaan, dan tenggang rasa. Untuk lebih jelasnya mari kita kaji masing-masing nilai kultur tersebut.
A.
Gotong Royong
Sebagai
nilai-nilai kultural yang disepakati
bersama masyarakat indonesia sehingga menjadi nilai-nilai kultural nasional Indonesia,
gotong royong terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Gotong royong sebagai suatu
ciri khas masyarakat tidak terlepas dari eksistensi masyarakatnya sebagai
individu maupun sebagai makhluk sosial. Sebab manusia sesuai dengan kualitasnya
mampu membangun dirinya yaitu manusia yang mengetahui serta sadar dan memiliki kesadaran
akan kebutuhannya
Lalu
Apa Makna atau Pengertian Gotong Royong
? Secara umum, pengertian gotong-royong dapat ditemukan dalam kamus besar
bahasa Indonesia yang menyebutnya sebagai “bekerja bersama – sama atau
tolong-menolong,
bantu membantu” (Tim Penyusun KBBI, 2002). Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1974),
gotong royong didefinisikan sebagai pengerahan tenaga manusia tanpa bayaran untuk
suatu proyek atau pekerjaan yang bermanfaat bagi umum atau yang berguna bagi
pembangunan.
Gotong
royong berasal dari kata dalam Bahasa Jawa. Kata gotong dapat dipadankan dengan
kata pikul atau angkat.Kata royong dapat dipadankan dengan bersama-sama. Jadi kata
gotong royong secara sederhana berarti mengangkat sesuatu secara bersama-sama atau
juga diartikan sebagai mengerjakan sesuatu secara bersama- sama. Misalnya: mengangkat
meja yang dilakukan bersama-sama, membersihkan selokan yang dilakukan oleh
warga se RT, dan sebagainya.
Jadi,
gotong royong memiliki pengertian sebagai bentuk partisipasi aktif setiap
individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai tambah atau positif kepada
setiap obyek, permasalahan atau kebutuhan orang banyak di sekelilingnya. Partisipasi
aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik,
mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif,
sampai hanya berdoa kepada Tuhan.
Secara
konseptual, gotong royong dapat diartikan sebagai suatu model kerjasama yang
disepakati bersama.Koentjaraningrat (1987) membagi dua jenis gotong royong yang
dikenal oleh masyarakat Indonesia; gotong royong tolong menolong dan gotong royong
kerja bakti. Kegiatan gotong royong tolong menolong terjadi pada aktivitas
pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan
pada peristiwa bencana atau kematian. Sedangkan kegiatan gotong royong kerja bakti
biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk kepentingan
umum, yang dibedakan antara gotong royong atas inisiatif warga dengan gotong
royong yang dipaksakan.
Sistem
tolong-menolong yang kita sebut juga gotong royong memang tidak selamanya diberikan
secara rela dan ikhlas. Akan tetapi ada beberapa tingkat kerelaan tergantung dari
jenis kegiatannya dalam kehidupan social. Dengan demikian dapat kita bedakan antara
: gotong royong dalam kegiatan pertanian, gotong royong dalam kegiatan-kegiatan
sekitar rumah tangga, gotong royong dalam mempersiapkan pesta dan upacara dan juga
gotong royong saat terjadi musibah.
Konsep
gotong royong juga dapat dimaknai dalam konteks pemberdayaan masyarakat karena bisa
menjadi modal sosial untuk membentuk kekuatan kelembagaan di tingkat komunitas,
masyarakat negara serta masyarakat lintas bangsa dan negara Indonesia dalam mewujudkan
kesejahteraan. Hal tersebut juga dikarenakan di dalam gotong royong terkandung
makna collective action to struggle, self governing, common goal, dan
sovereignty.
Nilai
gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan
individu yang dilakukan tanpa pamrih (mengharap balasan) untuk melakukan sesuatu
secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau individu tertentu. Misalnya; petani
secara bersama-sama membersihkan saluran irigasi yang menuju sawahnya, masyarakat
bergotong royong membangun rumah warga yang terkena angin puting beliung, dan
sebagainya.
Bahkan
dalam sejarah perkembangan masyarakat, kegiatan bercocok tanam seperti mengolah
tanah hingga memetik hasil (panen) dilakukan secara gotong royong bergiliran pada
masing-masing pemilik sawah.Budaya gotong royong adalah cerminan perilaku yang
menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Bilamana dilakukan kajian
di seluruh wilayah Indonesia, maka akan ditemukan praktek gotong royong tersebut
dengan berbagai macam istilah dan bentuknya, baik sebagai nilai maupun sebagai
perilaku
Perilaku
masyarakat dalam kegiatan gotong royong menunjukkan bentuk solidaritas dalam
kelompok masyarakat tersebut.Gotong royong merupakan ciri budaya bangsa Indonesia
yang berlaku secara turun-temurun sehingga membentuk perilaku sosial yang nyata
dalam tata nilai kehidupan sosial. Nilai tersebut menjadikan kegiatan gotong royong
selalu terbina dalam kehidupan komunitas sebagai suatu warisan budaya yang patut
untuk dilestarikan.
Menurut Bintarto (1980) bahwa gotong royong merupakan perilaku sosial yang kongkrit dan merupakan suatu tata nilai kehidupan sosial yang turun temurun dalam kehidupan di desa – desa Indonesia.Tumbuh suburnya tradisi kehidupan gotong royong di pedesaan tidak lepas karena kehidupan pertanian memerlukan kerjasama yang besar dalam upaya mengolah tanah, menanam, memelihara hingga memetik hasil panen.
B.
Tolong menolong
Sebagai
nilai-nilai kultural yang disepakati
bersama masyarakat Indonesia sehingga menjadi nilai-nilai kultural nasional Indonesia,
tolong menolong juga merupakan ciri khas budaya bangsa. Secara umum
pengertian tolong menolong bisa dairtikan sama dengan gotong royong. Namun
istilah tolong menolong, lebih universal dari gotong royong karena tolong-menolong
ada dan digunakan hampir di seluruh masyarakat dunia. Konep tolong menolong melampaui
sekat-sekat perbedaan baik dari pihak penolong maupun yang ditolong. Misalnya
terkait Bantuan kepada korban bencana tsunami Aceh tahun 2004. Walaupun warga
Aceh yang menjadi korban, namun bantuan tidak hanya datang dari mereka yang
sesama warga Aceh, Sumatera, Indonesia, Melayu, atau sesama muslim (mayoritas
warga Aceh adalah Muslim), bahkan dari masyarakat dunia. Peristiwa tsunami Aceh
telah menggerakkan bantuan dari seluruh penjuru dunia. Relawan-relawan yang
berbeda dalam kewarganegaraan, bahasa, budaya, suku, warna kulit, agama,
orientasi politik, turun tangan menolong korban. Setidaknya tidak kurang dari
35 negara terlibat membantu korban tsunami Aceh.
Lalu
apa pengertian tolong menolong ? Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata
“tolong” diartikan dengan suatu kegiatan minta tolong yang dalam hal ini
disamakan dengan kata “bantu”. Sedangkan menolong didefinisikan dengan suatu
kegiatan membantu meringankan beban (penderitaan, kesukaran dan sebagainya).
Bangsa
Indonesia selain dikenal memiliki masyarakat yang multikultural dan plural,
juga sangat menjunjung adab tolong-menolong. Artinya, masyarakat menempatkan
tolong–menolong sebagai preferensi etis dalam kehidupan. Keragaman identitas
masyarakat yang demikian luas dan berbeda-beda menyiratkan interaksi yang
tinggi antar identitas. Di dalamnya, perilaku menolong tidak hanya berlangsung
antar kelompok yang homogen, namun juga melibatkan interaksi antar kelompok
yang berbeda-beda. Tolong–menolong antar kelompok yang berbeda menjadi ukuran
adanya relasi yang harmonis pada masyarakat yang plural dan multikultural
seperti Indonesia. Menurut Dovidio (1997)) bahwa relasi antara kelompok yang sehatdiindikasikan
oleh tingginya perilaku menolong. Selain itu, ditunjukkanjuga dengan rendahnya
bias ingroup, etnosentrisme, dan prasangka negatif terhadap kelompok lain.
Dalam
realitasnya perwujudan tolong-menolong tidak semuda yang diucapkan. Sebagai salah
satu contoh dalam Commuter line gerbong wanita di Jakarta. Edwin (2014)
mewartakan bahwa banyak penumpang hamil yang tidak mendapatkan kursi.
Seringkali penumpang lain tidak mau mengalah memberikan kursinya pada wanita
hamil, pura-pura tidak tahu, dan baru memberikan tempat duduknya jika ada yang meminta.
Dan banyak kasus lain lainnya seperti kasus penolakan pemakaman janazah yang
berbeda aliran, kasus penolakan pemakaman janazah yang terkonfirmasi Covid-19
dan lainnya. Lalu bagaimana menurut Kamu?
Faktor
terpenting yang mendorong sesorang dalam melakukan tolong menolong adalah
empati atau keperdulian. Pada umumnya seseorang yang peduli akan selalu penuh
perhatian terhadap keberadaan orang lain. Prilaku peduli antara lain
ditunjukakan dengan: (1) kebaikan hati kepada sesama; (2) Empati dan merasa
terharu terhadap penderitaan orang lain; (3) Memaafkan, tidak pemarah dan tidak
pedendam; (4) Murah hati dan bersedia memberi pertolongan; (5) Sabar terhadap
keterbatasan orang lain; dan (6) Peduli terhadap keberlanjutan kehidupan umat
manusia.
C.
Kekeluargaan
Sebagai
nilai-nilai kultural yang disepakati
bersama masyarakat Indonesia sehingga menjadi nilai-nilai kultural nasional Indonesia,
Kekeluargaan melekat sebagai ciri khas banga Indonesia. Kekeluargaan berasal
dari kata keluarga. Keluarga sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu
”kulawarga” yang berarti anggota. Kekeluargaan sendiri menggambarkan kehidupan
manusia yang lebih dari satu orang, dan terdapat ikatan bathin yang mengikat
contohnya, kakek nenek dengan ayah ibu serta anak-anaknya termasuk cucunya.
Jadi secara singkat kekeluargaan dapat diartikan sebagai hubungan yang
menunjukkan keakraban seperti sebuah keluarga.
Kekeluargaan
adalah interaksi antar manusia yang membentuk rasa saling memiliki dan
terhubung satu sama lain, walaupun kekeluargaan memiliki banyak arti lain, dan
hingga saat ini arti sebenarnya dari kekeluargaan masih terus diperdebatkan
oleh para antropolog. Kekeluargaan juga dapat digunakan untuk menghubungkan
luasnya pergaulan manusia ke dalam satu sistem yang koheren yang dapat membangun
relasi dengan orang lain.
Bahkan
karena kekeluargaan melekat sebagai ciri khas budaya banga Indonesia, para
pendiri bangsa “founding father” telah
memasukkan asas kekeluargaan ke dalam konstitusi yaitu dalam Pasal 33 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
asas kekeluargaan.” Asas kekeluargaan dapat diketahui pada koperasi yang
merupakan cerminan dari Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Kekeluargaan
dalam masyarakat berarti anggota masyarakat dianggap satu sebagai keluarga
besar. Sedangkan kekeluargaan dalam bernegara menempatkan bahwa bangsa Indonsia
harus dianggap satu keluarga besar, dan Negara kekeluargaan Idonesia rakyatnya
merasa dirinya sebagai satu keluarga besar Indonesia. Dalam bernegara dengan
asas kekeluargaan tentunya semua rakyatnya baik yang merasa dominan maupun
minoritas memiliki rasa tanggungjawab yang sama dalam mempertahankan Negara
dari segala ancaman sehingga walaupun terdapatperbedaan ke dalam keluarga
tetapi jika berhubungan dengan Negara luar maka akan sebagai satu kesatuan.
D.
Kemanusiaan
Salah satu ciri
khas budaya Indonesia lainnya adalah menjungjung tinggi kemanusiaan. Kemanusiaan
adalah sifat hakiki manusia yang membedakan manusia dengan makhluk lain.
Sebagaimana diketahui salah satu yang membedakan manusia dengan mahkluk- mahkluk
lain di bumi adalah martabat manusia karena manusia memiliki nilai kemanusiaan
yang inheren.
Prof.
Hembing (2013) menjelaskan; kemanusiaan adalah sistem pikiran dan tindakan yang
memberi perhatian berdasarkan nilai dan kepentingan dengan mencurahkan hidup
hanya untuk kesejahteraan umat manusia. Kemanusiaan mengambarkan kelembutan
manusia, rasa belas kasih dan sikap mengasihi terhadap sesama, lingkungan,
binatang meskipun dalam keadaan menderita dan sengsara. Pengertian kemanusiaan
mencakup segala sifat, pandangan, cara berpikir dan perbuatan yang karena
kodratnya, manusia harus memilikinya, sebab rasa kemanusiaan merupakan dorongan
batin untuk melahirkan suatu sikap atau perbuatan kemanusiaan. Seseorang dapat
bertindak dan berpikir manusiawi atau berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan
apabila memiliki moral yang baik. Orangyang bermoral tidak baik tentu tidak
mungkin memiliki sikap dan perbuatan kemanusiaan, sebab perbuatan kemanusiaan
seluruhnya bernilai baik.
Nilai-nilai
kemanusiaan tercermin pada budaya Indonesia. Misalnya pada pada kehidupan
masyarakat Jawa yang dikenal dengan istilah beberapa falfasah yang menghendaki
manusia berperilaku ke arah ketenteraman hidup dan bukan konflik terus menerus.
Sikap dan perilaku masyarakat Jawapun perlu dilandasi kehendak untuk menghiasi
dunia dan bukan merusak tatanan dunia. Adapun cerminan beberapa falsafah tersebut
seperti diungkapkan di bawah ini.
Pertama,
sangkan paraning dumadi (asal dan
tujuan hidup manusia), berarti kesadaran akan asal mula (sangkan) dan tujuan
(paran) hidup. Bagi orang Jawa segala sesuatu sudah ditetapkan oleh Tuhan dan
harus kembali kepada-Nya. Maka perlu suatu usaha atau cara agar manusia bisa
dan pantas sampai ke asalnya, yaitu Tuhan. Orang Jawa menekankan laku prihatin
untuk mencari kesempurnaan hidup, misalnya puasa mutih atau puasa ngebleng,
kungkum di sungai. Mereka memiliki timbunan sistem filosofis berupa endapan pengalaman
para pujangga dan leluhur yang berusaha mencari arti kehidupan manusia, asal-usul,
tujuan akhir, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Pakubawana V memberikan pesan,
dalam Serat Centhini V: 279, yang berisi (Endraswara, 2003): “Awya lunga yen tan wruha, ingkang pinaranan
ing purug, lawan sira away nadhah, yen tan wruha rasanipun, ywa nganggo-anggo
siraku, yen tan wruh raning busana, weruha atakon tuhu, bisane tetiron nyata.”
Kutipan
tersebut mengarahkan manusia Jawa untuk senantiasa berhati-hati dalam menjalankan
hakekat hidup, serta menyadari dengan sungguh-sungguh asal mula (sangkan) dan
tujuan (paran) hidupnya. Falsafah ini hendak menunjukkan bahwa hidup manusia Franciscus
Xaverius Wartoyo di dunia itu sekedar mampir ngombe (singgah untuk minum),
karena pada hakikatnya manusia itu berasal dari Tuhan dan akan kembali atau menuju
pada Tuhan.
Kedua, Manunggaling kawula Gusti (kesatuan manusia dengan Tuhan). “Kawula-Gusti” adalah kata kunci dalam ajaran kejawen. Manusia harus bersikap dhepe-dhepe, mendekat pada Tuhan. Manunggaling kawula Gusti akan menciptakan ketenangan batin, yakni titik temu yang harmoni antara manusia dengan Tuhannya. Falsafah ini juga merupakan perwujudan sikap manembah (menyembah, hormat). Manembah adalah menghubungkan diri secara sadar mendekat, menyatu, dan manunggal (bersatu) dengan Tuhan. Manusia pada hakekatnya sangat dekat atau bahkan sawiji (manunggal) dengan Tuhan. Hanya karena ulah dan tindakan manusia sendiri dalam perjalanan hidupnya jarak dengan Tuhan menjadi ada kelir (batas). Hal ini menjadi tugas manusia untuk senantiasa mendekat dan menyatu dengan Tuhan (Endraswara, 2003).
Ketiga, memayu hayuning bawana (menjaga kesejahteraan dan keselamatan dunia). Memayu hayuning bawana adalah watak perbuatan yang senantiasa menjaga, mengusahakan, menciptakan kesejahteraan dan keselamatan dunia. Falsafah ini merupakan kewajiban luhur sikap hidup manusia Jawa, yakni upaya untuk berbuat baik kepada sesama. Dunia sekitar adalah ciptaan Tuhan yang patut dihiasi dengan perbuatan baik. Jika manusia tidak mampu berbuat demikian, maka akan mejadi ganjalan dan penghalang ketika kelak menghadap Tuhan, karena mereka belum mampu membersihkan “kotoran hidup”. Ketenteraman dan kemuliaan adalah dasar hidup manusia Jawa, dan sikap memayu hayuning bawana mencerminkan kepekaan manusia Jawa dalam menghadapi lingkungan hidupnya. Kepekaan hati yang bersih menjadi modal penyeimbang batin, sehingga manusia memiliki ketajaman rasa dan penghayatan hidup yang mendalam. Dengan penghayatan itulah manusia akan jauh dari rasa negatif: drengki, srei, jail, methakil. Sikap memayu hayuning bawana ini mengarahkan manusia Jawa untuk senantiasa memiliki kesadaran bahwa seluruh ciptaan Tuhan adalah komponen hidup yang harus dijaga dan diselamatkan agar tercipta kehidupan yang harmoni.
E.
Tenggang rasa
Ciri
khas budaya Indonesia lainnya adalah tenggang rasa. Tenggang rasa dikenal juga
istilah sikap toleransi ini di dalam masyarakat dipergunakan untuk saling
memahami kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing,
sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat dihindari. Sikap tenggang
rasa tidak berarti membenarkan pandangan yang dibiarka itu, tetapi mengakui kebebasan
serta hak-hak asasi.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Istilah tenggang rasa adalah dapat (ikut)
menghargai (menghormati) perasaan orang lain. Sikap tenggang rasa juga disebut
Tepo Seliro merupakan sebuah ungkapan dari Bahasa Jawa, yang memiliki arti kita
merasakan apa yang orang lain rasakan. Sikap tenggang rasa adalah suatu sikap
hidup dalam ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang mencerminkan sikap menghargai
dan menghormati orang lain. Sikap tenggang rasa merupakan sikap yang memiliki
nilai budi pekerti yang baik. Dengan memiliki sikap tenggang rasa ini, kita
bisa menempatkan diri pada lingkungan pergaulan dengan benar sehingga tercipta
suasana yang rukun, harmonis, serasi, selaras, dan seimbang.
Pengertian
Tenggang Rasa Menurut Para Ahli
•
Soetjipto,
tenggang rasa adalah sikap positif yang diperbuat oleh seseorang atas hubungan
sosialnya dengan masyarakat. Peranan inilah menjadi manusia lebih menghargai
antar sesama dengan perwujudan tingkah laku, ucapan, dan tindakan.
•
Sjafioedin,
tenggang rasa adalah bentuk sikap sosial yang dilakukan seseorang atas hidup
bermasyarakat yang mengedepankan serta mengutamakan tentang asas norma dan
hukum, dalam upaya penghargaan kepada sesama manusia.
•
Nawawi,
tenggang rasa adalah perilaku positif yang dilakukan seseorang atas dampak
komunikasi dengan sesama manusia dengan implementasi berupa tutur kata halus,
sopan, dan penuh toleransi hingga akhirnya menjadi perwujudan dalam toleransi.
Bentuk
tenggang rasa terlihar dari menghormati hak-hak orang lain, kerelaan membantu
teman yang mengalami musibah, kesediaan menjenguk teman yang sedang sakit, kemauan
mengendalikan sikap, perbuatan, dan tutur kata yang dapat menyinggung atau
melukai perasaan orang lain dan lainnya.
Adapaun
ciri tenggang rasa dalam kehidpun bermasyarakat, antara lain: 1) Perkataan,
menjadi identitas dari sikap tenggang rasa ini ialah perkataan yang dilakukan
seseorang dalam keseharian. Ciri ini lebih dekat pada bentuk komunikasi antar
manusia, yang dilakukan secara individual ataupun dilakukan dalam kelompok
sosial. 2) Tingkah Laku, tindakan yang menjadi ciri tenggang rasa merupakan
tindakan positif yang mewujudkan keharmonisan dalam hubungan sosial masyarakat.
Perwujudan ini misalnya saja tentang tingkah laku dalam keseharian, yang
memegang erat budaya kesopanan dengan menundukkan badan ketika melewati orang
tua. 3) Perbuatan, ciri tenggang rasa lainnya selalu berkenaan dengan perbuatan
antar sesama manusia yang kemudian menjadi struktur penilaian orang lain
terhadap dirinya. Langkah ini menjadi terakhir, lantaran akan tertanam sikap
yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.
Tenggang rasa terdapat dalam budaya bangsa Indonesia. Contoh tenggang rasa antara lain dapat dilihat pada budaya Melayu (Riau). Melayu memiliki berbagai nilai-nilai toleransi yang diterjemahkan dalam berbagai kosa kata seperti nilai keterbukaan, kemajemukan, persebatian, tenggang rasa, kegotong-royongan, senasib-sepenanggungan, malu, bertanggung jawab, adil dan benar, berani dan tabah, arif dan bijaksana, musyawarah dan mufakat, memanfaatkan waktu, berpandangan jauh ke depan, rajin dan tekun, nilai amanah,ilmu pengetahuan, Takwa kepada Tuhan, dan lain sebaginya.
Kenyataan
pula bahwa penulisan bahasa dan sastra Melayu, dan khususnya Melayu Riau yaitu
Raja Ali Haji telah berucap dalam karya terkenalnya Gurindam XII pasal ke lima
bahwa : “jika hendak mengenal orang yang berbangsa, lihat kepada budi dan
bahasa”. Singkatnya budi bahasa menunjukkan bangsa. Pada sisi lain bahwa kebudayaan
pada intinya berakar pada sistem nilai-nilai yang dianut dan diyakini oleh masyarakatnya
terutama Islam”. Tenggang rasa dalam kehidupan orang melayu disebut sifat
“tenggang menenggeng” atau “rasa merasa”. Sifat ini menduduki posisi penting
dalam kehidupan melayu, orang yang bertenggang rasa dianggap orang yang budiman,
baik hati, tahu diri dan tahu memegang adat dan agama, sebaliknya orang yang
tidak bertenggang rasa dianggap orang yang tidak beperasaan, tak tahu diri dan disebut
dengan nafsu nafsi, orang yang mementingkan diri sendiri. Orang seperti ini akan
dilecehkan dalam masyarakatnya dan direndahkan dalam pergaulan.
Dengan
sikap tenggang rasa orang melayu bersifat terbuka, suka berbuat baik kepada
orang tanpa memandang asal usul atau suku bangsa dan agamanya, suka mengorbankan
harta, tenaga dan pikirannya untuk menolong orang dan menjaga perasaan orang
lain, tidak mau berbuat semena-mena, berpikiran panjang dan luas pandangan, peka
terhadap orang lain. Pancaran sikap tenggang rasa ini secara jelas kelihatan
dalam kehidupan orang melayu, menurut adat dan tradisinya orang melayu suka
mengalah dan menjaga ketertiban masyarakat, dengan tenggang rasa tidak akan terjadi
perselisihan dan silang sengketa antara anggota masyarakat, dengan tenggang rasa
tidak akan ada persinggungan apalagi pergaduhan, dalam ungkapan “kalau hidup bertenggang
rasa, pahit manis sama dirasa, kalau hidupa rasa merasa, jauhlah segala silang
sengketa”.
Dalam
ungkapan lain “kalau hidup bertenggang rasa, senang dan susah sama dirasa”,
ungkapan ini menunjukan pandangan orang melayu menjunjung tinggi kebersamaan,
menjauhkan kesenjangan sosial, pemerataan pendapatan dan peningkatan persatuan
dan kesatuan masyarakatnya. Berikut ungkapan melayu terkait dengan tenggang
rasa yang disajikan oleh Tenas Effendi dalam bukunya kegotongroyongan dan
tenggang rasa.
1.
Jauh jenguk menjenguk, Dekat jelang menjelang
2.
Mendapat sama berlaba, Hilang sama merugi
3.
Lebih bagi membagi, Kurang isi mengisi
4.
Makan jangan menghabiskan, minum jangan mengeringkan
5.
Lapang dada hilang sengketa, lapang hati hilangkan iri
6.
Berkuku jangan mencakar, bertaring jangan mengerkah, berduit jangan menghina.
7.
Telunjuk jangan bengkok, kelingking jangan berkait, lidah jangan menyalah, perangai
jalan merempai, kawan jangan dimakan, saudara jangan didera
8.
Wahai saudara elokkan laku, sesama umat bantu membantu, jauhkan musuh elakkan
seteru, dengki mendengki hendaklah malu
9.
Wahai saudara dengarlah pesan, sesama makhluk berbaik-baikan, mana yang salah
segera betulkan, mana yang kusut cepat selesaikan
10.
Supaya akur sekampung halaman, teguh hati tetapkan iman, sama terbuka telapak
tangan, sama ringan kaki dan tangan, sama menjaga pantangan larangan, yang
kalah tidak diludah, yang lesi tidak dicaci, yang kusut diselesaikan, yang keruh
dijernihkan, yang kesat diampelas, yang berbongkol ditarah, yang bengkok
diluruskan, yang condong ditegakan, yang buruk dibaikkan, fitnah jangan
dijamah, dengki jangan dititi, khianat jangan diangkat, kawan sama dipadan,
sahabat sama disukat, saudara sama dibela.
Dan tentunya masih banyak contoh sikap tengang rasa dalam budaya bangsa Indonesia lainnya.
Demikian pembahasan kita beberapa nilai-nilai kultural yang disepakati bersama Masyarakat Indonesia sehingga menjadi nilai-nilai kultural nasional Indonesia. Semoga uraian ini bisa memberi kontribusi untuk menjaweab pertanyaan apa nilai-nilai kultural yang disepakati bersama Masyarakat Indonesia ? dan apa nilai-nilai kultural nasional Indonesia. Semoga ada manfaatnya, terima kasih.