Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Lalu apa saja yang menjadi yang menjadi pertimbangan diadakannya perubahan atas UU KPK ? Menurut UU No 19 Tahun 2019 ini, beberapa pertimbangan perlunya diadakan Perubahan atas Undang-Undang (UU) KPK di antaranya: 1) bahwa kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai lembaga yang menangani perkara tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan sinergitasnya sehingga masing-masing dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan asas kesetaraan kewenangan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia; 2) bahwa pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perlu terus ditingkatkan melalui strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang komprehensif dan sinergis tanpa mengabaikan penghormatan terhadap hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 3) bahwa beberapa ketentuan mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Kompsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan kehidupan ketatanegaraan, perkembangan hukum, dan kebutuhan masyarakat sehingga Undang-Undang tersebut perlu diubah.
Ditegaskan dalam Penjelasan
atas Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun
2019 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang UU (KPK), bahwa kinerja Komisi Pemberantasan
Korupsi dirasakan kurang efektif, lemahnya koordinasi antar lini penegak hukum,
teradinya pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan staf Komisi Pemberantasan Korupsi,
serta adanya masalah dalam pelaksanaan tugas dan wewenang yakni adanya
pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi yang berbeda
dengan ketentuan hukum acara pidana, kelemahan koordinasi dengan sesama aparat
penegak hukum, problem penyadapan, pengelolaan penyidik dan penyelidik yang
kurang terkoodinasi, terjadi tumpang tindih kewenangan dengan berbagai instansi
penegak hukum, serta kelemahan belum adanya lembaga pengawas yang mampu
mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi sehinga
memungkinkan terdapat cela dan kurang akuntabelnya pelaksanaan tugas dan kewenangan
pemberantasan tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Untuk itu dilakukan pembaruan
hukum agar pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi berjalan secara
efektif dan terpadu sehinga dapat mencegah dan mengurangi kerugian negara yang
terus bertambah akibat tindak pidana korupsi. Penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kegatan
pencegahan bukan berarti kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
diabaikan. Justru adanya penguatan tersebut dimaksudkan agar kegiatan Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, semakin baik dan komprehensif.
Pembaruan hukum juga dilakukan dengan menata kelembagaan Komisi Pemberantasan
Korupsi dan penguatan tindakan pencegahan sehinga timbul kesadaran kepada
penyelenggara negara dan masyaratkat untuk tidak melakukan tindak pidana
korupsi yang dapat merugikan keuangan Negara.
Kemudian penataan
kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan sejalan dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017. Di mana dinyatakan bahwa Komisi Pemberantasan
Korupsi merupakan bagian dari cabang kekuasaan pemerintahan. Komisi Pemberantasan
Korupsi termasuk ranah kekuasaan eksekutif yang sering disebut lembaga pemerintah. HaI ini dimaksudkan agar kedudukan Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi jelas, yaitu sebagai
bagian dari pelaksana kekuasaan pemerintahan.
Dengan perubahan beberapa ketentuan
dalam Undang-Undang ini, diharapkan dapat:
a.
Mendudukkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai satu kesatuan aparatur lembaga
pemerintahan yang bersama-sama dengan kepolisian dan/atau kejaksaan melakukan
upaya terpadu dan terstruktur dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
b.
Menyusun jaringan kerja (networking)
yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai “counterpartner”
yanrg kondusif sehingga pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan
lebih efektif, efisien, terkoordinasi, dan sesuai dengan ketentuan umum yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan;
c.
Mengurangi ketimpangan hubungan antar kelembagaan penegakan hukum dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan tidak memonopoli dan
menyelisihi tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan; dan
d.
Melakukan kerjasama, supervisi dan memantau institusi yang telah ada dalam
upaya bersama melakukan pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selengkapnya silahkan Anda
download dan baca Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), melalui link di bawah
ini.
Link download Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 (DISINI)
Demikian informasi
tentang Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Semoga ada
manfaatnya, terima kasih.
Tags:
Berita