Mendikbud: PPPK Harus Melalui Proses Seleksi, Bukan Berdasarkan Rekomendasi Maupun Pertimbangan Lama Mengajar. Pemerintah telah membuka kuota hingga satu juta guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) bagi guru honorer segala usia. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, pembukaan seleksi PPPK ini merupakan upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah kekurangan guru dan kesejahteraan guru honorer di berbagai daerah.
Sebagaimana
di rilis dalam laman Setkab.go.id, Mendikbud menyatakan “Kita berikan kesempatan
yang adil dan demokratis bagi semua guru honorer untuk bisa menjadi PPPK. Guru
honorer tidak lagi harus antre menjadi PPPK dan tidak ada batasan usia untuk
ikut seleksi,” (Senin, 10 Februari 2021).
Menurut
Nadiem, PPPK dan PNS statusnya sama-sama aparatur sipil negara (ASN)
berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. “Gaji dan tunjangan PPPK
sama dengan PNS. Uang yang diterima tiap bulan itu akan sama, semoga tidak lagi
ada mispersepsi,” tegasnya.
Untuk
menjaga kualitas guru, Mendikbud menggarisbawahi bahwa PPPK tetap harus melalui proses seleksi,
bukan berdasarkan rekomendasi maupun pertimbangan lama mengajar. “Undang-undang
tidak memperbolehkan kita mengangkat PPPK dan PNS tanpa seleksi,” kata
Mendikbud.
Bagi
guru honorer yang belum dinyatakan lulus seleksi tahun ini, Nadiem meminta
untuk tidak berkecil hati. Guru diberikan kesempatan mengikuti tes PPPK ini
sampai tiga kali, bahkan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan akan
mempersiapkan materi-materi pembelajaran sehingga para guru dapat belajar
secara mandiri. “Kalau tahun ini belum lolos seleksi, bisa mencoba sampai
dengan tiga kali,” terangnya.
Mendikbud
menyebut, masih banyak pemerintah daerah (pemda) yang belum mengajukan formasi
guru PPPK. “Masih banyak sekali dinas-dinas yang belum mengajukan formasi. Saya
mengimbau agar jangan ragu mengajukan formasi. Anggaran seleksi dan gaji sudah
disediakan pemerintah pusat. Bukan diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD),” ujarnya. Nadiem menambahkan bahwa pemerintah daerah sendiri
yang tahu akan kebutuhan formasi guru di wilayahnya.
Terkait
penerimaan, lanjut Mendikbud, pemerintah hanya akan mengangkat guru honorer
apabila lolos seleksi PPPK. “Kita buka sampai satu juta. Tapi kalau yang lolos
seleksi cuma 100 ribu, ya 100 ribu saja yang kita angkat menjadi PPPK. Tidak
akan ada kompromi untuk kualitas pendidikan bagi anak-anak kita,” tandas
Nadiem.
Senanda
dengan Mendikbud, Dirjen GTK sebagaimana dilansir dalam laman kemdikbud.go.id
mengatakan bahwa mekanisme ASN PPPK dapat menjadi salah satu solusi untuk
menghindari terjadinya kasus seperti ini. Lebih jauh lagi, Iwan mengatakan
bahwa seleksi PPPK ini merupakan upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah
kekurangan guru, dan kesejahteraan guru honorer, termasuk perlindungan kerja
guru di berbagai daerah.
Menurut
Iwan, PPPK dan PNS statusnya sama-sama aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan
amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun
2018. "Gaji dan tunjangan PPPK sama dengan PNS. Hal ini akan menjawab
persoalan kesejahteraan guru honorer. Selain itu, pada managemen PPPK, terdapat
pasal pemutusan hubungan perjanjian kerja yang sudah diatur dan ada prosedurnya
sehingga bisa memberikan perlindungan kerja kepada guru,” tegas Iwan saat dirinya
melakukan kunjungan kerja ke Kota Sorong, Provinsi Barat.
Sebelumnya,
Kemendikbud sudah mengeluarkan kebijakan untuk mendukung guru honorer melalui
Perubahan Mekanisme Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada satuan pendidikan.
Pembayaran kepada guru honorer yang awalnya hanya dibatasi maksimal 15%,
kemudian diubah menjadi maksimal 50% dari dana BOS. “Hingga pada masa pandemi
ini, kebijakan penggunaan dana BOS sudah diberikan kepada satuan pendidikan
sesuai dengan kebutuhan masing-masing,” tambah Iwan.
“Kami
mengimbau kepada seluruh Pemerintah Daerah untuk memastikan dan mengajukan
usulan formasi kebutuhan guru PPPK pada setiap Provinsi dan Kebupaten/Kota demi
menjamin kebutuhan guru pada setiap sekolah,” tutup Iwan
Tahun
2021, Besaran Dana BOS Reguler Disesuaikan Kondisi Daerah
Pada
kesempatan yang sama, Mendikbud juga mengungkapkan, mulai tahun 2021 besaran
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler antar daerah tidak lagi sama.
Dana BOS nantinya akan menyesuaikan sejumlah faktor penentu yang sesuai dengan
kondisi masing-masing daerah.
“Penyesuaian
besaran Dana BOS Reguler dilakukan demi mendukung percepatan pendidikan di
sekolah-sekolah yang berada di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T),”
ujarnya.
Lebih
lanjut, Nadiem menjelaskan bahwa Dana BOS dihitung berdasarkan jumlah siswa
dikalikan satuan biaya yang ditetapkan Kemendikbud. Namun ada pengecualian bagi
sekolah di daerah 3T.“Bagi sekolah di daerah 3T, meskipun siswanya kurang dari
60 orang, jumlah siswa tetap dihitung 60 orang,” ujarnya.
Dengan
menggunakan regulasi baru tersebut, lanjut Mendikbud, Kabupaten Sorong
dipastikan bakal mendapatkan kenaikan Dana BOS Reguler lebih dari 30 persen.
“Dana
BOS Reguler di daerah 3T akan lebih besar dari daerah lain. Paling tinggi, ada
yang mendapat tiga kali dari yang didapatkan pada tahun 2020. Kebijakan ini
diambil sebagai salah satu upaya pemerataan pendidikan,” ujarnya. Kabupaten
Intan Jaya di Provinsi Papua misalnya, akan menerima kenaikan tiga kali dari
yang didapatkan pada tahun lalu.
Mendikbud melanjutkan, kebijakan penyesuaian besaran Dana BOS merupakan lanjutan transformasi pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh Kemendikbud dan menjadi prioritas kerja pada 2021.