PENGERTIAN DAN BENTUK PROFESSIONAL LEARNING COMMUNITY (PLC)

 PENGERTIAN DAN BENTUK PROFESSIONAL LEARNING COMMUNITY (PLC)

A. Pengertian Professional Learning Community (PLC)
Pengertian Professional Learning Community (PLC) menurut Australian Institute for Teaching and Leadership, “A professional learning community (PLC) in schools involves collaboration, sharing and ongoing critical interrogation of teaching practices in line with professional standards. PLCs should be learning-oriented and promote the growth of teachers and students”. Johar Permana dan Asep Suryana (2016) mengemukakan bahwa Professional Learning Community (PLC) merupakan proses akuisisi pengetahuan yang dilaksanakan melalui proses inquiry secara kolaboratif dalam memecahkan masalah yang bersumber dari pekerjaannya yang indikasinya dapat ditelusuri dari kebutuhan belajar guru yang bersumber pada kepentingan proses belajar mengajar dan pengalaman belajar guru dilaksanakan secara kolaboratif. Karakteristik kunci dan unsur komunitas belajar profesional mencakup lima domain:
a. professional culture
b. leadership
c. focus on students
d. focus on professional learning; and
e. performance and development.

Terkait dengan iklim sebagai konsteks PLC, Andy Hargreaves et.al. (2010) menganalisis bahwa aspek budaya professional terdiri dari friendly culture, supported strucuture, respecful, dan trusthing relationships yang merupakan sistem budaya yang mendukung keberlanjutan PLC, disamping dukungan organisasional seperti waku, tempat dan sumber daya (Hord, Shirley, 2009, hlm. 30).

Dalam Organizational Climate Description Questionnaire (OCDQ) terdapat dua kategori iklim yang mendukung PLC, yaitu (1) Collegial Teacher Behavior, menjelaskan keadaan guru antusias, menerima, dan menghargai kompetensi profesional rekan kerja; dan (2) Intimate Teacher Behavior, yaitu interaksi yang menunjukkan hubungan kuat seperti dalam sebuah keluarga (Hoy, Wayne K. and Miskel Ceccil G. 2008, hlm. 211).

Menurut Johar Permana PLC merupakan proses akuisisi pengetahuan yang dilakukan melalui proses inquiry secara kolaboratif dalam memecahkan masalah yang bersumber dari pekerjaannya yang indikasinya dapat ditelusiri dari kebutuhan guru yang bersumber kepentingan proses belajar mengajar, pengalaman belajar guru, dilaksanakan secara kolaboratif dan hasilnya tampak dalam kapasitas guru dalam pekerjaannya

Dengan terwujudnya PLC di sekolah, maka diharapkan terbangun suatu budaya bermutu dan menumbuhkan budaya malu yang diinisiasi dan diimplementasikan oleh internal sekolah.

B. Tujuan Professional Learning Community (PLC) di sekolah
Tujuan Professional Learning Community (PLC) di sekolah atau Satuan Pendidikan adalah:
a. Memastikan seluruh guru memperbaiki strategi dan dan gaya pembelajaran guru secara berkesinambungan
b. PLC akan menumbuhkan kepercayaan diri guru dan keyakinan guru akan kemampuannya untuk sukses dalam melakukan proses pembelajaran
c. Membantu siswa dalam mencapai level kompetensi yang lebih tinggi
d. PLC mendorong dan membangun kepemimpinan dan manajemen yang efektif.
e. Guru meciptakan pengalaman belajar yang konsisten bagi para siswa.
f. Pengembangan kemampuan guru dalam pembelajaran dan penilaian berbasis pengalaman

foto: Pelaksanaan PLC di SMPN 1 Sobang, Pandeglang


C. Bentuk-bentuk Professional Learning Community (PLC)
Apa saja Bentuk-bentuk Professional Learning Community (PLC) ? Berikut ini beberapa kegiatan yang dapat dikatagorikan dalam Professional Learning Community (PLC)
1. KKG / MGMP Sekolah
Semua sekolah seharusnya memiliki POS Pembelajaran dan POS Penilaian. Para guru harus membiasakan diri dan mengikuti tahapan pembelajaran dan penilaian yang sudah diatur di dalam POS tersebut. Pada saat melakukan proses pembelajaran, guru membiasakan diri mencatat hal-hal yang sifatnya positif (sebagai ciri keberhasilan) dan hal-hal yang masih kurang baik (sebagai ciri hambatan) selama proses pembelajaran dilakukan. Hal ini semata-mata untuk mengumpulkan data-data dan untuk memetakan masalah ketika KBM dilaksanakan.

Begitu juga pada saat penilaian dilakukan, maka para guru harus mengumpulkan data-data capaian siswa, kelemahan siswa, keunggulan siswa, ketuntasan siswa. Data-data tersebut kemudian diolah, dianalisis, diinterpretasikan, dan ditindaklanjuti. Untuk mendukung keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran (KBM) dan penilaian, maka perlu dilakukan FGD dalam bentuk PLC. PLC dapat dilakukan melalui wadah MGMP Sekolah dan KKG Sekolah.

Para guru dapat memanfaatkan wadah MGMP sekolah (untuk SMP, SMA dan SMK) dan KKG (untuk SD). Di dalam forum guru tersebut para guru dapat berdiskusi mengenai keberhasilan dan kegagalan dalam proses pembelajaran dan penlaian. Berikut tahapan yang harus dilakukan:
a. Membentuk MGMP Sekolah atau KKG Sekolah
b. MGMP Sekolah / KKG Sekolah membuat program kerja

Melakukan pertemuan rutin, misalnya per 2 mingggu sekali. Semangat yang harus ditumbuhkan disini adalah semangat berkolaborasi dan guru melakukan aktifitas refrelksi pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam pertemuan 2 (dua) mingguan tersebut dibahas: refleksi guru terhadap proses pembelajaran dan penilaian yang telaah dilakukan, hambatan apa saja yang ditemukan (gaya belajar, learning culture, harapan para siswa, kapasitas siswa), keberhasilan apa saja yang telah dicapai, apa penyebab hambatan dalam proses pembelajaran, para guru menentukan sendiri solusi atas permasalahan yang ada, para guru membuat program perbaikan (strategi dan metoda) yang akan dicobakan di proses pembelajaran berikutnya, para guru melakukan monitoring dan evaluasi terhadap tindakan perbaikan yang dilakukan. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas dilakukan berupa siklus.

Beberapa pertanyaan esensial yang perlu dibahas pada saat melakukan PLC adalah:
a. What school characteristics and practices have been most successful in helping all students achieve at high levels?
b. How could we adopt those characteristics and practices in our own school?
c. What commitments would we have to make to one another to create such a school?
d. What do we want each student to learn?
e. How will we know when each student has learned it?
f. How will we respond when a student experiences difficulty in learning?
g. “Are students learning what they need to learn?”
h. “Who needs additional time and support to learn?”
i. “Which students learned what was intended and which students did not?”
j. “How will we know when each student has learned?”
k. What indicators could we monitor to assess our progress?

Refleksi para guru terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan Identifikasi hambatan yang dialami Identifikasi Keberhasilan-keberhasilan Identifikasi faktor penyebab hambatan Solusi, program perbaikan Best Practise Implementasi perbaikan proses pembelajaran Monitoring dan Evaluasi oleh Guru l. “Have we made progress on the goals that are most important to us?”

2. PLC Level Satuan Pendidikan
Sekolah memiliki kewajiban untuk melaksanakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). SPMI mewajibkan sekolah melakukanupaya-upaya yang dapat memastikan terlaksananya layanan pendidikan yang bermutu di sekolah. Kepala Sekolah harus membentuk Tim Penjaminan Mutu Sekolah (TPMPS). TPMPS membantu upaya-upaya sekolah untuk mencapai dan melampaui Standar Nasional Pendidikan (8 SNP).

Disisi lain Kepala Sekolah memiliki tugas melakukan supervisi akademik. Dalam upaya membangun PLC di sekolah, maka Kepala Sekolah harus menyusun program supervisi akademik, melaksanakan supervisi akademik, melakukan refleksi hasil supervisi, menindaklanjuti hasil supervisi tersebut.

Kepala sekolah harus memfasilitasi kegiatan pada poin 1 di atas. Disisi lain sekolah juga harus melakukan PLC di level sekolah. Hal ini dapat dilakukan dalam forum rapat pembinaan hal ini dilakukan untuk memberikan keyakinan learning action diantara para guru. Kepala sekolah membentuk kultur memahami permasalahan KBM untuk masalah-masalah dan hal-hal yang generik (umum ditemui pada kebanyakan guru). Pertemuan pada level sekolah ini dapat dilakukan 1 (satu) bulan 1 (satu) kali.

Hasil supervisi kepala sekolah disampaikan kepada para guru untuk ditindak lanjuti. Hasil supervisi kepala sekolah ini dicocokkan dengan hasil refleksi para guru pada poin 1 (hasil PLC guru di MGMP Sekolah/KKG). Hasil supervisi Kepala Sekolah dan hasil refleksi guru ditindaklanjuti berupa perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan dimonev oleh TPMPS (Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah).

Kepala sekolah juga memiliki kewajiban melakukan supervisi kepada TPMPS untuk memastikan Tim bekerja dengan baik dan mengarah pada tujuan utnuk memenuhi dan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Supervisi Kepala Sekolah tentu saja berkaitan dengan siklus SPMI. Kepala Sekolah harus melakukan supervisi pada kegiatan pemetaan mutu, penyusunan rencana pemenuhan mutu, pelaksanaan pemenuhan mutu dan monitoring evaluasi kegiatan pemenuhan mutu. Hasil upervisi ini yang dijadikan dasar untuk memperbaiki SPMI di sekolah.

3. Lesson Study
Menurut Dindin Abdul Muiz Lidinillah, lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidikan melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pronsip-pronsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. (Hendayana dkk., 2006 : 10). Lesson Study dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu merencanakan (plan), melaksanakan (do), dan merefleksi (see) yang berupa kegiatan yang berkelanjutan.

Hasil Refleksi para guru terhadap proses pembelajaran yang telah Identifikasi hambatan yang dialami Identifikasi faktor penyebab hambatan Solusi, program perbaikan Implementasi perbaikan proses pembelajaran Monitoring dan Evaluasi oleh TPMPS Identifikasi Keberhasilan-Best Practise Hasil Supervisi Kepala Sekolah.

Menurut Dannis Sparks (1999), lesson study adalah suatu proses kolaboratif dimana ekelompok guru mengidentifikasi masalah masalah pembelajaran, merencakan suatu perbaikan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran (salah satu guru dalam kelompok guru mengajarkannya, sementara guru lain sebagai pengamat), mengevaluasi dan merevisi pembelajarannya, mengajarkan pembelajaran yang telah direvisi, mengevaluasi lagi, dan berbagi (menyebarluaskan) hasilnya kepada guru-guru lain.

Sukirman (2006) memandang lesson study sebagai model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Hendayana dkk. (2006 : 10) menegaskan bahwa dalam lesson study setiap guru berkesempatan untuk melakukan hal-hal berikut ini.
a. Identifiaksi masalah pembelajaran.
b. Mengkaji pengalaman pembelajaran yang biasa dilakukan.
c. Memilih alternatif model pembelajaran yang digunakan.
d. Merancang rencana pembelajaran.
e. Mengkaji kelebihan dan kekurangan alternatif model pembelajaran yang dipilih.
f. Melaksanakan pembelajaran.
g. Mengobservasi proses pembelajaran.
h. Mengidentifikasi hal-hal penting yang terjadi dalam aktivitas belajar siswa di kelas.
i. Melakukan refleksi secara bersama-sama atas hasil observasi kelas.
j. Mengambil pelajaran berharga dari setiap proses yang dilakukan untuk kepentingan peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran lainnya.

Skema kegiatan Lesson study adalah:



 LESSON STUDY SEBAGAI BENTUK PROFESSIONAL LEARNING COMMUNITY (PLC)

Secara umum terdapat tiga langkah kegiatan lesson study, yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan (Plan), dan (3) tahap refleksi (See).
a. Tahap Perencanaan
Langkah pertama untuk memulai lesson study adalah pembentukan kelompok atau tim lesson study. Anggotanya terdiri dari guru dan Kepala Sekolah. Pembentukan kelompok lesson study dimaksudkan sebagai upaya untuk memperbaiki pembelajaran.

Seorang guru yang mempunyai metode, strategi, atau media pembelajaran baru yang dimungkinkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dapat juga memprakarsai terbentuknya kelompok lesson study. Pembentukan kelompok dimaksudkan untuk mendukung implementasi ide guru tersebut, menyempurnakannya, selain dimaksudkan untuk menyebarluaskan.

Setelah kelompok terbentuk, selanjutnya perlu dipersiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan. Perangkat pembelajaran dimaksud di antaranya adalah silabus, rencana pembelajaran, lembar kegiatan siswa (LKS), buku siswa, dan buku guru. Perlu juga disiapkan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengambil data untuk kepentingan penelitian atau sebagai dasar untuk melakukan refleksi. Instrumen penelitian tersebut di antaranya adalah lembar observasi kegiatan pembelajaran, angket tanggapan siswa, dan tes hasil belajar jika dianggap perlu. Perangkat pembelajaran dan instrument penelitian tersebut disusun bersama-sama oleh anggota kelompok. Pembagian tugas perlu dilakukan demi efisiensi.

Setelah semua perangkat pembelajaran, instrumen penelitian, dan perangkat pendukung lainnya disiapkan, selanjutnya memilih salah satu guru yang akan dijadikan guru model, yang akan mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun. Selain itu, perlu juga dipilih kelas yang akan dijadikan tempat mengimplementasikan.

b. Tahap Pelaksanaan
Berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun, guru model melaksanakan pembelajaran di kelas yang telah ditentukan, sementara anggota lain bertindak sebagai observer, yang mengamati proses pembelajaran dengan menggunakan instrumen yang telah dikembangkan. bersamaan dengan dilaksanakannya proses pembelajaran, dilakukan pengambilan datayang diperlukan unutk kepentingan refleksi.
Fokus perhatian ketika melakukan observasi, menurut Djamilah (2006), di antaranya adalah ketepatan prediksi waktu, pengelolaan kelas, keterlaksanaan silabus, aktivitas siswa, dan ketercapaian tujuan untuk setiap tahap kegiatan pembelajaran.


c. Tahap Refleksi
Setelah selesai pembelajaran, dilakukan kegiatan refleksi. Refleksi diikuti oleh semua anggota kelompok yang mengkaji hasil pengamatan setiap guru dan hasil rekaman proses pembelajaran. Menurut Djamilah (2006) sebagaimana dikutip oleh Ali Mahmudi, M.Pd, semangat dalam tahap refleksi ini adalah secara bersama-sama menemukan solusi untuk masalah yang muncul agar pembelajaran berikutnya dapat dipersiapkan dan dilaksanakan dengan lebih baik.

Pada saat proses pembelajaran dilaksanakan, maka guru yang melakukan tugas observervasi/pengamatan diharuskan mendengarkan, mengamati, dan mencatat setiap respon siswa dengan rinci dan teliti. Data dan catatan ini kemudian dijadikan bahan untuk diskusi melakukan refleksi. Hal ini ditujukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan pada saat melakukan proses pembelajaran.

Lesson study yang dilakukan oleh para guru seharusnya berfokus pada bagaimana kita mendidik siswa kita agar mereka dapat mempersiapkan diri untuk sukses hidup di abad 21 yang penuh tantangan? Menurut Partnership for 21st Century Skills terdapat beberapa unsur pembelajaran abad 21 yang perlu diperhatikan guru yaitu:
1) menekankan pada pembelajaran mata pelajaran utama,
2) mengembangkan keterampilan belajar,
3) memanfaatkan alat belajar abad 21 untuk mengembangkan keterampilan belajar,
4) membelajarkan materi belajar abad 21 dalam konteks pembelajaran abad 21, dan
5) menggunakan asesmen abad 21 untuk mengukur keterampilan belajar abad 21.
Membiasakan guru bekerja dalam tim sangat penting, hal ini untuk membangun budaya kolaboratif, kritis, korektif, kolegial dan empowering.

D. Penting PLC Bagi Pengembangan Profesionalisme Guru
Pelaksanaan PLC (Professional Learning Communities) melibatkan Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah, Tim Penjaminan Mutu Pemerintah Daerah. Para Pihak tersebut didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat reflektif dalam upaya mencari permasalahan, mencari penyebab permasalahan, menemukan sendiri solusi atas permasalahan yang ada,  membuat sendiri program / perbaikan yang bisa dilakukan dan melakukan monitoring serta evaluasi terhadap implementasi program / perbaikan. Aktifitas tersebut dilakukan dalam bentuk suatu siklus dan menuju ke siklus berikutnya, dilakukan secara berkesinambungan.

Mengapa komunitas belajar penting penting dikembangkan? Darling-Hammond (1993) menyatakan bahwa para guru harus difasilitasi agar terlibat secara sadar dalam proses saling belajar dan berkolaborasi dalam memecahkan persoalan nyata yang mereka alami di sekolah melalui komunitas belajar profesional (professional learning community). Mereka harus intens merasakan atmosfer belajar di antara sesama rekan guru.
Mereka bisa saling mengobservasi pembelajaran satu sama lain, berdiskusi, dan merefleksikan pengalaman mengajar mereka masing-masing. Jejaring komunitas belajar yang terbentuk bisa membangun kolegialitas yang baik diantara sesama guru. Yang paling penting, sikap kemandirian belajar guru semakin terlatih.
PLC disini dilakukan untuk membangun kesadaran bermutu di internal sekolah dan membangun budaya mutu malu. Untuk menuju kearah itu maka PLC harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Perlu dibangun hubungan fungsional dan bukan struktural
2. Perlu dibangun dan dibiasakan hubungan yang sifatnya kolaboratif inquiry
3. Perlu dibiasakan berbagi pengalaman, ilmu/pengetahuan dan kritik yang membangun diantara guru di sekolah
4. Membangun budaya bersahabat, saling menghormati, hubungan saling percaya dan dukungan struktural (dari Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah)
5. Orientasinya untuk belajar
6. Bertujuan untuk pemberdayaan guru dengan orientasi pada peningkatan mutu layanan pembelajaran.

Beberapa hal yang harus dilakukan apabila ingin komunitas belajar profesional tertanam menjadi sebuah budaya di sekolah:
1. Memastikan bahwa pola kegiatan belajar siswa (dari fokus mengajar siswa menjadi fokus pada siswa terlibat dalam proses belajar). Beberapa pertanyaan yang harus dijawab adalah:
a. Apa yang menjadi karakteristik sekolah dan praktek-praktek yang terbaik dan telah berhasil membantu siswa mencapai prestasi/kemampuan tertingginya?
b. Bagaimana kita mengadopsi karakteristik sekolah dan praktek-praktek tersebut di sekolah kita?
c. Apa komitmen yang harus dibangun diantara warga sekolah sehingga dapat mewujudkan sekolah seperti itu?
d. Indikator-indikator apa saja yang harus dimonitor untuk mengukur kemajuan?

2. Membangun budaya berkolaborasi. Guru yang ingin membangun komunitas belajar profesional mengetahui bahwa mereka harus bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama dari proses belajar untuk semuanya. Makadari itu, para guru harus menciptakan pola dan strategi untuk mempromosikan budaya berkolaborasi.
a. Berkolaborasi untuk mewujudkan perbaikan sekolah. Guru membentuk tim untuk mengukur capaian / kompetensi siswa. Para guru yang tergabung dalam tim melakukan analisis terhadap hasil penilaian, fokus analisis adalah kekuatan dan kelemahan para siswa sampai para guru mengetahui apa saja yang berjalan / berfungsi / efektif dan apa saja yang tidak berjalan/berfungsi/efektif, kemudian anggota tim berdiskusi untuk menciptakan strategi yang bisa diterapkan di kelasnya masing-masing untuk meningkatkan capaian/prestasi belajar siswanya.
b. Mengubah hambatan menjadi kesuksesan. Sekolah harus menghentikan alasan-alasan yang menyebabkan gagalnya para guru berkolaborasi, sebaliknya mereka harusnya memberikan alasan kenapa kolaborasi antar guru sangat mungkin dilakukan. Alasan-alasan klasik yang biasanya menghambat adalah: kita tidak cukup waktu, terlalu sibuk, tidak semua orang mendukung ide tersebut, kita membutuhkan pelatihan untuk memahami dan bisa melakukan kolaborasi. Bagi sekolah-sekolah yang berhasil menciptakan dan melaksanakan budaya kolaborasi antar guru, sekolah-sekolah tersebut dapat membuktikan bahwa hambatan tidaklah tidak dapat diatasi, hambatan pasti dapat di atasi ketika niat berubah sudah muncul diantara warga sekolah. Apakah para guru sudah menyadari bahwa mereka menjadi bagian dari masalah? Pertanyaan ini penting untuk diajukan kepada para guru, dengan maksud hal ini untuk menyadarkan bahwa masalah kompetensi siswa, masalah prestasi belajar siswa bukan semata-mata disebabkan oleh para siswa yang tida mau belajar, sangat mungkin proses yang dihadirkan di kelas memang tida mengantarkan para siswa belajar, guru hanya sibuk menyamppaikan materi tanpa membimbing siswa untuk belajar.
3. Fokus pada hasil. Guru menilai efektifitas mengajar berdasarkan hasil para siswanya. Bekerja bersama dan berkolabolari diantara para guru mutlak dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Bekerja berkelompok tentu lebih ringan daripada bekerja sendiri. Dalam kondisi kelompok, guru bisa melihat praktek yang baik, saling bertanya kesulitan yang dihadapi di kelas, menerima pengetahuan dan metoda baru dalam pembelajaran, dalam kelompok guru dapat saling menguatkan satu dengan yang lainnya. Guru harus berhenti bekerja sendirian dan diisolasi. Guru harus mulai bekerja dalam kelompok untuk menemukan apa yang dibutuhkan oleh para siswanya.

Implementasi PLC di sekolah diharapkan mampu membantu para guru menemukan solusi atas permasalahan, hambatan yang dialami ketika melakukan KBM. Disisi lain penerapan PLC akan mendorong peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Dalam artikel yang dikeluarkan oleh Victoria State Goverment, kita dapat mengelompokkan PLC menjadi beberapa tahapan sebagai berikut:

Mengacu pada matriks kematangan PLC, maka idealnya sekolah mencapai tahapan Excelling. Untuk mewujudkan itu perlu mulai ada pembiasaan PLC di sekolah dengan pola-pola tertentu yang dirancang, sehingga dapat mendorong para guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah mampu menerapkan PLC dengan baik.


(Sumber: Materi Diklat Supervise Mutu, tahun 2019)


= Baca Juga =



4 Comments

Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem

Previous Post Next Post


































Free site counter


































Free site counter